Share

Bab 3. Malam Yang Hina

Senja sudah berganti malam. Dan bahkan kini malam telah semakin larut. Namun tiada tanda-tanda Zano akan pulang ke rumah. 

Dandanan cantik hasil buah karya salon ternama di wajah Aina kini semakin pudar dan mulai acak-acak-an. 

"Oh, kamu dimana Zan? Hari ini adalah hari pertama kamu masuk kerja. Apakah kamu langsung lembur? Tapi... kalau lembur masa sih kamu tidak memberi tahu aku terlebih dahulu?" hati Aina bertanya dalam gelisah. 

Di ruang tamu yang dipenuhi perabotan mewah, wanita muda itu mondar-mandir tak tentu arah. Sekali-kali ia mengecek ponselnya berharap Zano suaminya akan berkabar. Dan ternyata nihil. Bahkan keterangan online di whatsaap milik Zano tidak berubah dari yang sudah ia lihat puluhan kali sebelumnya, bahwa Zano terakhir mengaktifkan aplikasi populer tersebut  pada jam 08.15 pagi. Itu artinya setelah sampai dikantornya Zano me-non aktifkan data ponsel miliknya atau bahkan mematikan alat komunikasinya itu. 

"Oh, sebenarnya Zano kerja apa sih? Kok segitu sibuknya?" Aina semakin gelisah namun tidak tahu harus berbuat apa. Tempat suaminya bekerja pun ia tidak tahu dimana. 

"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Dimanakah suamiku berada?" kesah Aina semakin tiada terkira paniknya. 

Ia beranjak ke ruang kamarnya nan mewah. Di depan cermin  Aina memandangi sisa riasan yang masih menempel di wajahnya. Lalu ia berbicara lirih kepada cermin yang memantulkan tubuh indahnya. 

"Aku belum pernah berdandan secantik ini seumur hidupku. Belum pernah pula memakai gaun semahal ini bahkan dihari pernikahanku dengan Zano. Dihari bahagia itu kami berdua hanya di dandani dengan pakaian pengantin sewaan yang sudah dipakai puluhan pasang pengantin sebelumnya. Hm, malam ini aku memakai gaun indah yang harganya selangit. Tapi aku kesepian dan kehilangan. Zano entah kemana dan melupakan janjinya begitu saja." 

Air mata Aina runtuh berjatuhan. 

Malam semakin larut dan sudah dini hari. Aina yang lelah dalam penantian akhirnya tertidur di depan cermin yang sudah puas ia ajak berbicara. Gaun berwarna silver berenda yang ia kenakan tergerai ujungnya di atas lantai. Di dalam balutan gaun mewah hati Aina justru merana. Sejak hari pernikahan mereka, Zano tidak pernah satu malam pun meninggalkan Aina sendirian di rumah. Namun malam ini semua telah berubah. 

***

"Idiiih... geli ah sayaaang... permainanmu sungguh nikmat ooh.. "

Nyonya Nisti terus saja menggelinjang menikmati serangan-serangan birahi Zano. Bagaikan anak kecil yang belum mengenal  rasa malu, keduanya terus saja menunggangi hasrat birahi sepanjang malam. 

Zano yang mulai terbiasa menjadi lelaki pemuas nafsu, semakin pintar saja menciptakan ide dalam mengatur posisi tubuh dalam bercinta hingga membuat lawan mainnya semakin menggelinjang nikmat. 

Malam semakin larut, permainan sepasang insan yang tengah berselingkuh itu pun semakin panas. Desah manja dan jeritan kepuasaan seakan meningkahi kesunyian malam di villa itu. 

Lain dengan Zano yang berjibaku untuk memuaskan birahi Nyonya Nisti, lain pula dengan Aina yang terpuruk di lembah sepi. Ia letih dalam menunggu sang suami hingga terlelap dan dibuai mimpi buruk yang memberikan siksaan menjelang pagi. 

Sadar kalau pagi sudah datang menjelang, Aina melompat dari tempat tidur dan berusaha menangkap kembali kesadaran yang tadi mengabur. 

Aina setengah berlari untuk membuka pintu dan sedikit mengibaskan gaun yang berjuluran di lantai yang menghalangi langkah kakinya. Namun sayang dirinya agak terlambat hingga ujung gaun mahal itu menjerat pergelangan kakinya dan membuat tubuh Aina oleng dan terjatuh. Kesadaran Aina yang baru kembali setelah bangun dari tidur, malah menghilang kembali ketika kepalanya membentur bandul ranjang yang terbuat dari kayu berukir. 

Tidak banyak yang terucap dari bibir mungil Aina ketika ia akan kembali ke alam bawah sadar. 

"Aduh..!" hanya itu saja. 

Lalu tubuhnya tergolek di lantai tidak sadarkan diri. 

Beberapa menit kemudian seorang laki-laki bertubuh tinggi atletis berdiri di ambang pintu kamar Aina yang telah ia buka lebar. Lelaki yang tidak lain adalah Tuan Arnold itu menyeringai sambil mengelus sebuah benda panjang yang tiba-tiba saja sudah menegang di areal pangkal pahanya. Matanya nanar menatap seonggok tubuh indah yang tergolek tertelentang di atas lantai. Model gaun berdada rendah membuat sepasang gunung kembar milik si wanita muda yang tengah tidak sadarkan diri tersebut, menonjol keluar. Dan sepasang gunung kembar itu pula seakan melambaikan jemari-jemari rayuan yang mengobarkan nafsu birahi sang lelaki. 

Tap.. tap.. tap.. 

Langkah kaki Tuan Arnold mendekat lalu menekukkan wajah memandangi tubuh Aina yang tergolek dengan mata terpejam. 

Dengan senyuman sinis Tuan Arnold mengukur inci demi inci tubuh itu dengan pandangan mesumnya dan ia kemudian terlihat manggut-manggut semakin senang.

"Lumayan cantik." desahnya lalu ia duduk berjongkok dan menilik wajah Aina semakin dekat dan mulai meraba bibir manis perempuan tersebut. 

"Hm, ternyata kali ini Nisti telah berselingkuh dengan seorang laki-laki yang cerdas. Ia begitu pandai melebur emosiku dengan mengumpankan istri cantiknya kepadaku. Hm, permainannya begitu menyenangkan hatiku." desah Tuan Arnold mulai menjamu hasratnya dengan menggerayangi tubuh Aina sedikit demi sedikit. 

"Oh, perempuan ini pasti sudah menungguku dari semalam. Ia telah bersusah payah berdandan secantik mungkin hanya karena ingin bercinta denganku. Oh, ya..iya.. bercinta dengan Tuan Arnold tentu sangat di idamkan semua wanita. Hm, sentuhan seorang laki-laki penjagal tentu saja lebih menggairahkan dari pada sentuhan seorang pria penjual cinta. Ooh.. itu pasti.. Pasti.. uuh.." Tuan Arnold mulai memagut tubuh Aina dan mengecup tipis bibir perempuan itu. 

"Za.. Zanoo.." Aina mengerang diantara rasa pusing yang menyumbat kesadarannya. Dalam alam bawah sadar Aina terbawa ilusi bercinta dengan Zano suaminya. 

"Zano suamiku.. Kamu sudah pulang sayang..?" oceh Aina perlahan mengeratkan pelukan di dada Tuan Arnold. Sedangkan mata perempuan tersebut masih tertutup rapat. 

Ocehan Aina sejenak membuat Tuan Arnold tertegun. Ia sedikit tidak mengerti mengapa wanita yang sudah membakar birahinya secara utuh itu tiba-tiba menyebut nama lelaki lain yang kemungkinan besar adalah suaminya. 

"Cuuiih..!"

Tuan Arnold meludah ke lantai dan matanya menyipit namun pandangannya membara. Namun itu hanya beberapa detik saja. 

"Hm.. hehhe... Perempuan ini terlalu pandai memainkan hasrat lelaki. Ohh.. aku suka permainan ini. Teruslah berpura-pura sayang.. Aku suka dengan destinasi baru seperti ini." desah Tuan Arnold kembali bahagia. 

Dengan perlahan ia gendong tubuh Aina yang lunglai tiada berdaya ke atas pembaringan. Dengan tiada sabar kemudian lelaki itu menyentakkan tirai jendela yang sedikit terbuka hingga kini kamar itu terhindar dari cahaya matahari yang mulai datang mengintip.  Dan di dalam kamar yang kini temaram Tuan Arnold melepaskan hasrat birahinya yang sudah tiada terbendung lagi. 

Aina yang juga terbuai di dalam ilusinya terus pula melayani permainan Tuan Arnold. Nafas mereka berpacu dan menderu tanpa menghiraukan mentari yang semakin memperlihat diri di ufuk timur. Kicauan burung-burung di pagi itu membuat percintaan dua insan yang tiada saling kenal itu semakin memanas. 

"Zanooo... ah.. mengapa tidak pulang semalam sayaang... Uuh.. tiba-tiba pulang seperti ini.. uuh.. nikmatnya Zaan.." Aina terus saja mengerang diantara dua alam yang menjepit alam sadarnya. 

Tuan Arnold yang telah siap untuk melakukan penetrasi ke liang peranakan Aina semakin beringas. 

"Oh sayang.. terimalah kenikmatan ini. Maaf aku terlambat datang untuk memenuhi hasratmu sayang.." desah Tuan Arnold dan kini sibuk meraup kenikmatan dari liang peranakan Aina. Tubuhnya yang sudah tiada berbusana bergoyang naik turun di atas tubuh Aina yang berbalut gaun yang sudah centang perenang tak beraturan. Hanya bagian rok gaun itu yang tersibak ke atas dan disanalah Tuan Arnold menimba kenikmatan yang tiada taranya. Mata lelaki itu kadang terpejam dan tangannya sibuk menggerayangi gunung kembar milik Aina yang menyembul dari balik gaun bermodel dada rendah yang dikenakannya. 

Sekitar dua puluh menit mendesah, berpagutan bahkan menjerit perlahan, akhirnya tubuh Tuan Arnold dan Aina terdiam keletihan. Hanya nafas keduanya yang terdengar bersahutan lalu kemudian Tuan Arnold mengangkat tubuhnya dari tubuh Aina yang masih tergolek dengan mata terpejam entah terlelap entah belum siuman dari alam bawah sadarnya. 

Dengan sedikit mengekeh Tuan Arnold memakai pakaiannya kembali lalu merapikannya. Sebelum meninggalkan Aina yang terlelap Tuan Arnold berkata, sayang.. aku pasti akan datang kembali..!"

Setelah mengucapkan kalimat itu, lelaki tampan pemilik beberapa bisnis kelam tersebut berlalu meninggalkan rumah yang di huni Aina dengan mengendarai kendaraan mewah seharga milyaran rupiah. Ia bernyanyi kecil sambil memacu mobilnya itu ke sebuah apartemen. 

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status