Share

Bab 3, Menjemput Dika di Bar

"Ma, Pa, kami pulang dulu ya,” pamit Dika yang sudah memenuhi undangan kedua orang tuanya.

“Ya sayang, kalian hati-hati ya, sebentar lagi rumah kalian berdua selesai di renovasi, dan kalian akan tinggal satu atap di sana,” ucap Riri melempar senyum, merasa yakin bahwa anaknya itu akan cocok dengan Tasya.

“Iya.” Singkat Dika menjawab, lalu pergi.

Tibanya di hotel, Dika berhenti di parkiran, lalu meminta Tasya untuk keluar dari mobilnya.

“Turun lah, aku akan pergi.” titah Dika masih menatap lurus ke arah depan.

“Mas mau ke mana malam-malam begini?” tanya Tasya penasaran.

“Bukan urusan mu, sekarang turun lah dan istirahat.” Jawab Dika singkat.

Mau tidak mau Tasya harus melakukan apa yang diminta oleh Dika. Saat itu ia melihat mobil mewah berwarna hitam milik suaminya pergi lagi meninggalkannya, Tasya pun kembali masuk ke kamar hotel dengan perasaan yang semakin hampa.

Beberapa hari menjadi istri dari pria kaya tak membuat hidup Tasya berubah, mungkin lantaran memang tidak saling mencintai, dan komunikasi yang sangat kurang, hingga membuat Dika memutuskan untuk selalu pergi ketika malam hari.

Saat tiba di suatu bar, Dika terduduk seorang diri dengan minuman yang sudah ia pesan sebelumnya. Malam itu Dika minum sepuasnya, berharap bahwa apa yang ia lakukan itu dapat menghilangkan stres di kepalanya.

“Kau sangat jahat sekali Zahra, kau pergi dan menikah dengan Cahyo, pria yang selama ini menjadi musuhku, aku seharusnya tidak mempercayai mu yang berjanji akan setia padaku, agar hatiku tidak terluka seperti ini, kau membiarkan aku terjebak dengan pernikahan yang sama sekali tidak aku kehendaki, benar-benar sialan!” rancau Dika sambil terus meneguk minuman di tangannya.

Hingga larut malam, Dika tertidur di sofa itu seorang diri. Tempat itu sudah sepi dari pengunjung dan hendak tutup, namun Dika masih tak kunjung beranjak hingga mengundang salah satu pekerja untuk menegurnya.

“Maaf Tuan, bar kami akan segera tutup, kami harap Tuan bisa meninggalkan tempat ini,” ucap seorang wanita itu.

“Aa.. Baik lah, aku akan pergi dari sini, tapi berikan aku satu botol Wine lagi,” pinta Dika yang sudah sempoyongan kala itu.

“Maaf Tuan, kau sudah banyak sekali minum, kau tidak bersama siapa pun di sini, kami tidak bertanggung jawab atas keselamatan Anda,” tolak wanita itu.

“Ayolah, aku memiliki banyak uang, aku bisa membeli waktu agar kau tetap membuka bar ini untukku, aku hanya membutuhkan Wine saat ini.” Seru Dika yang terus meminta.

Wanita itu menggelengkan kepala, lalu memutuskan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh Dika, lalu beberapa menit kemudian wanita tersebut kembali lagi untuk memberikan peringatan bahwa ia akan benar-benar menutup barnya.

Namun saat ia kembali Dika sudah tidak sadarkan diri, wanita itu terlihat bingung, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mencari sesuatu di saku Dika, ia pun meraih ponsel milik Dika yang kebetulan sedang berdering.

“Halo,” wanita itu bersuara.

“H-halo, ini siapa? Mas Dika di mana?” Tasya bertanya bingung.

“Kau kekasihnya? Tolong Nona, kekasihmu sedang berada di bar kami, dia tidak sadarkan diri lantaran terlalu banyak minum,” ucapnya memberitahu.

“Apa, baik lah, aku akan segera ke sana, tolong berikan aku alamat tempatnya.” Tasya segera bergegas keluar dari kamar hotel.

Setelah setengah jam ia mencemaskan Dika, akhirnya ia menemukan di mana pria dingin itu berada, lima belas menit kemudian, Tasya tiba di tempat itu dan membawa Dika ke mobil taksi yang ia minta menunggu di luar.

Setelah itu ia membawa Dika ke kamar hotel dengan sedikit kesulitan, karena saat ini Dika masih dalam keadaan mabuk.

Bruk!

Tasya menghempaskan tubuh kekar suaminya itu ke atas ranjang, dengan nafas yang tersengal ia pun duduk istirahat sejenak.

“Dasar laki-laki kaya, apa kalau sedang banyak masalah harus menyelesaikannya dengan cara seperti ini!” gerutu Tasya menatap kesal pada Dika.

Setelah beberapa saat ia menetralisir nafas yang tersengal, Tasya pun kembali mengurus Dika. Membuka sepatu dan melepaskan kaus kakinya, lalu melonggarkan kancing kemeja agar ia dapat istirahat dengan nyaman.

“Zahra.... Kenapa kau meninggalkan aku, dan menikah dengan pria lain.”

Dika mengigau, memanggil nama wanita yang pernah Tasya dengar sehari setelah ia menikah dengan Dika, Tasya terdiam, dan ia pun mulai memahami perbuatan Dika malam ini.

‘Mungkin sedalam itu mas Dika mencintai wanita yang bernama Zahra, dan kini hatinya sangat hancur karena ternyata ia ditinggal kan olehnya, bahkan saat dia tidur pun, mas Dika masih teringat dengan perbuatannya.’

Batin Tasya memperhatikan pria di sampingnya. Saat sedang hanyut dalam ketidaksadaran, tiba-tiba tangan Dika menyergap pundak Tasya dan membuat Tasya terjatuh di sampingnya.

“Mas, ini aku Tasya,” ucapnya yang berusaha menyadarkan Dika.

“Tolong temani aku,” pinta Dika yang langsung mendekap Tasya.

“T-tapi Mas, aku belum siap.” Tolak Tasya.

Dika tak bersuara, ia telah tertidur setelah tangan kanannya melingkari pinggang Tasya, Tasya pun membuka mata dan melihat pria di sampingnya itu sudah tidak bergerak lagi.

‘Duh, kenapa jadi kayak gini si, aku nggak siap kalau harus tidur satu ranjang seperti ini dengan pria ini, aku belum menerima pria ini sepenuhnya.’ Batin Tasya risau.

***

“Astaga! Apa yang terjadi?!”

Dika terkesiap ketika ia merasa berat di salah satu tangannya yang menjadi bantal Tasya sejak semalam, Tasya terpaksa harus tidur bersama Dika karena keinginannya. Dan pagi ini Dika terbangun dengan perasaan bingung.

Dika menyenggol pundak Tasya yang saat itu sedang menghadapnya, berharap bahwa ia akan segera bangun. Dan saat Tasya menyadari sentuhan tersebut, Tasya pun membuka kedua matanya.

Aaaaaa!!

Tasya berteriak ketika menatap wajah Dika yang kala itu membangunkannya, dengan cepat Tasya bangkit dan merapikan rambutnya. Begitu juga dengan Dika yang ikut duduk sedikit berjarak dengan Tasya.

“Kenapa tiba-tiba aku ada di sini, dan kau, tidur di ranjang ini?” tanya Dika.

“Kau mabuk semalam, aku menjemputmu di bar dan membawamu pulang,” ucap Tasya memberitahu.

“Lalu, kenapa kau tidur di ranjang ku?” Dika tak menatap Tasya kala ia bertanya hal itu.

“Kau yang memintanya, bukan aku sengaja memanfaatkan mu ketika kau sedang mabuk.”

Cetus Tasya menjawab, lalu ia beranjak pergi.

Dika memperhatikan Tasya yang masuk ke kamar mandi, ia merebahkan kembali tubuhnya. Ia percaya dengan yang dijelaskan oleh Tasya, karena ia ingat bahwa semalam ia minum terlalu banyak, setelah Tasya keluar Dika pun bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Tring.. Tring...

Ponsel Tasya berdering dengan cepat Tasya meraih dan mengangkat panggilan dari nomor yang tidak asing baginya.

Sambungan telepon pun dimatikan oleh Tasya begitu saja, ia panik. Tasya terhenti di depan kamar mandi, namun karena mendengar suara shower masih menyala, akhirnya Tasya memutuskan untuk pergi tanpa pamit pada Dika.

“Halo... Apa? Baik, saya akan segera ke sana!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status