“Ada apa, Ren? Apa sudah ada kabar baik?” tanya Alif.Usai makan malam, harusnya Alif menemani Dira di kamar, tapi ia terpaksa membelokkan kakinya menuju ruang kerja untuk menjawab panggilan Rendy.“Aku mendapat info dari polisi jika ada yang menyabotase rem mobil Disa, Lif. Itu juga sebabnya rem mobil tidak berfungsi saat digunakan.”Alif mendengkus. Ia sudah mendengar hal ini sebelumnya dari pembicaraan Fabian dan Dira tempo hari.“Lalu … kamu bisa cari tahu siapa pelakunya?”“Aku usahakan. Aku sudah mengerahkan orangku. Mungkin sedikit lebih lama, tapi aku janji pasti bisa mengungkap semua ini.”Alif manggut-manggut sambil mengurut dagunya.“Iya, lakukan semampumu. Soal biaya, kamu tidak perlu khawatir.”Rendy hanya mengangguk di seberang sana. Alif sudah mengakhiri panggilannya dan bersiap ke kamar saat ponselnya kembali berdering. Kali ini nama Widuri yang
“Iya, benar sekali,” jawab Alif.Harusnya pria itu menyangkal atau mengelak, tapi jawabannya benar-benar di luar dugaan Dira. Dira hanya terdiam sambil menelan saliva beberapa kali.“Kenapa tidak komentar? Atau jangan-jangan kamu berharap aku menjawab yang lain?”Dira mendengkus sambil memalingkan wajah, bahkan sudah duduk menyingkur Alif. Alif tersenyum masam melihat reaksi istrinya.“Itu memang syarat yang diajukan Ayah agar aku mendapat hak warisku. Meski awalnya aku tolak, tapi lama kelamaan aku tidak mempermasalahkannya.”Dira memutar tubuhnya dan kembali menghadap Alif.“Lalu apa yang kamu lakukan setelah anak ini lahir?”Alif tampak terkejut dengan pertanyaan Dira. Alisnya mengernyit dengan mata elangnya yang menyipit.“Aku siap jika kamu memintaku pergi. Toh, kamu sudah punya wanita lain yang akan segera kamu nikahi dalam waktu dekat ini.”Alif tidak men
“Lif, aku … bukan aku yang memasang berita itu. Sumpah, demi Tuhan.”Seketika Maura bersuara melakukan pembelaan. Alif hanya diam menatapnya tajam.“Aku … mana mungkin berani berkata bohong. Kamu suami Dira. Sungguh, bukan aku yang melakukannya, Lif.”Alif menghela napas panjang sambil mengurai lipatan tangannya. Ia meraih jus jeruknya dan menenggaknya habis.“Aku tidak bisa memastikannya. Toh, Firman masih menyelidikinya. Cepat atau lambat pasti juga ketahuan.”Mata Maura mendelik mendengar ucapan Alif, kemudian dengan tergesa dia menggeleng sambil mengangkat tangan seperti bersumpah.“Sumpah, Lif. Bukan aku yang melakukan. Aku sama sekali tidak tahu menahu tentang hal ini.”“Aku juga tidak tahu jika fotoku yang terpasang di sana. Tolong, Lif, percaya padaku!!!”Alif tersenyum masam mendengar ucapan Maura.“Aku lebih percaya pada bukti, Maur
“Tumben banget kamu ngajak aku makan di sini, Lif,” ucap Maura.Wanita berambut merah itu sangat senang saat dihubungi Alif satu jam yang lalu. Kekesalannya dengan Dira langsung menguap ke udara begitu menerima telepon dari Alif.Alif hanya tersenyum sekilas sambil menganggukkan kepala menatap Maura.“Aku hanya ingin mengajakmu bicara sebentar, Maura.”Sebuah senyum terkembang lebar di raut Maura yang full make up.“Lama pun gak masalah, Lif. Aku lagi free hari ini.”Alif manggut-manggut mendengarnya.“Ehmm … sebelum ngobrol, aku boleh pesan makanan dulu, kan?”Alif mengangguk, kemudian Maura sudah melambaikan tangan memanggil pelayan. Selanjutnya ia sudah memesan beberapa menu istimewa di sana. Sepertinya Maura sengaja memanfaatkan kesempatan.Resto tempat mereka makan merupakan resto terkenal, bahkan untuk makan di sana harus reservasi jauh hari dulu. Hanya orang t
Dira mendengkus sambil membalas tatapan Maura tak kalah tajam.“Kenapa harus berbagi? Kamu tidak ingin memiliki dia seutuhnya?”Bukannya marah mendengar ucapan Maura, Dira malah berkata seperti itu. Perlahan Maura mengubah posisi tubuhnya seperti awal. Sementara Dira hanya bergeming di tempatnya.“Jadi kamu pada akhirnya menyerah dan memberikan dia padaku?”Dira terdiam sesaat, menelan ludah beberapa kali sambil menatap Maura dengan saksama.“Ya … tentu saja.”Wajah Maura tampak berseri-seri mendengar jawaban Dira. Tidak disangka adik tirinya begitu mudah dilumpuhkan. Hanya karena beberapa kali intimidasi saja sudah membuat Dira menyerah.Padahal awalnya Maura menduga Dira lebih sulit dikalahkan daripada Disa, tapi dugaannya salah. Senyuman terukir indah di wajah Maura. Ia merasa kerja kerasnya tidak sia-sia.Namun, tiba-tiba Dira kembali bersuara.“Itu akan terjadi, jika
“Firman, bisa jemput aku satu jam lagi?”Alif langsung menghubungi Firman usai melihat berita di medsos. Tempo hari kedua orang tuanya sudah memberi tahu mengenai hal ini. Hanya saja Alif belum sempat menyelesaikannya.“Baik, Pak.”Alif langsung mengakhiri panggilan begitu Firman menjawab. Mobilnya sedang masuk bengkel usai tabrakan kemarin, itu sebabnya ia meminta Firman menjemputnya.“Kamu sudah bangun, Mas?”Suara Dira tiba-tiba menyeruak dari arah brankar. Wanita cantik berambut coklat itu menyipitkan mata melihat Alif.Tampangnya berantakan, rambut acak-acakan, belum lagi banyak tanda kepemilikan di leher peninggalan Alif.Alif tersenyum, berjalan menghampirinya.“Iya, aku mau ke kantor bentar. Ada sesuatu yang harus aku selesaikan.”Dira hanya mengangguk mendengar penjelasan Alif, kemudian dia sudah berjalan ke kamar mandi. Alif hanya diam memperhatikan hingga pintu k