Hayo ... kira2 Alif melihat tulisan siapa di sana?? Boleh banget komen di bawah, ya!!
Usai makan siang, Alif kembali lagi ke kantornya. Sedangkan Dira memilih beristirahat di kamar. Ia masih kepikiran dengan tulisan di buku harian Disa. Sepertinya ada yang disembunyikan saudari kembarnya itu.Beberapa saat kemudian, Dira tampak sedang terhubung dalam sebuah panggilan. Ia sengaja menghubungi Fabian untuk mengetahui penyelidikan mengenai kematian Disa.“Ada apa, Dira?” Suara Fabian sudah terdengar di seberang sana.“Gak papa, Pa. Aku hanya mau tanya kabar Papa sekaligus tanya mengenai penyelidikan kematian Disa.”“Papa jadi menyewa orang untuk menyelidiki itu semua, kan?”Terdengar hening sejenak, entah mengapa Fabian tiba-tiba tak bersuara. Malah Dira mendengar suara lain yang sedang berbincang di belakang Fabian.“Pa, Papa sedang ngomong ama siapa?” tanya Dira penasaran.“Eng … kabar Papa baik, Sayang. Bagaimana dengan kandunganmu, baik saja, kan?”
“Ibu masih di ruang kerja, Pak. Nanti segera saya beritahu,” jawab Bi Rahmi.Wanita paruh baya itu tampak terkejut saat mendapat panggilan dari Alif. Ia tidak menduga, Alif akan pulang untuk makan siang hari ini. Untung saja Bi Rahmi sudah memasak banyak.Sementara itu, Alif langsung menyimpan ponsel dan menegak habis minuman pesanannya. Kemudian matanya tampak melihat Vania yang sedang menikmati makanannya dengan ogah-ogahan.“Van, biar aku yang bayar bill-nya. Aku mau langsung balik dulu, ya!!”Vania sontak tercengang, menatap Alif dengan bingung. Ia pikir Alif akan pergi setengah jam lagi, tapi nyatanya tidak.“Kamu langsung pulang?”Alif bangkit dari duduknya sambil menganggukkan kepala berulang.“He-em. Aku gak mau buat Dira kelaparan karena menungguku. Udah dulu, ya!!!”Tanpa menunggu jawaban Vania, Alif langsung berlalu pergi meninggalkan kafe tersebut. Ia sudah tidak sabar
“Pak, saya sudah berhasil mencari tahu siapa yang memasang berita gosip Bapak di medsos,” ujar Firman pagi itu.Asisten Alif itu segera masuk ke ruangan begitu melihat Alif sedikit senggang. Alif tampak terkejut, matanya menyipit dengan wajah yang tampak tegang.“Siapa?”Firman menarik napas kemudian duduk di kursi depan meja Alif.“Dia sering menggunakan nama anonym. Tidak hanya sekali saja dia melakukan ini. Banyak berita gosip dan berita yang belum pasti kebenaran tayang di medsos karena ulahnya.”“Tujuannya tak lain karena uang dan banyak yang sering menggunakan jasanya untuk tujuan tertentu.”Alif menarik napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Jadi menurutmu, ada orang lain yang menyuruh si Anonym ini memposting berita di medsos?”Firman menganggukkan kepala.“Lalu kamu tahu siapa yang menyuruh si Anonym untuk memasang berita tentang aku?”
“Karena aku suka kamu,” batin Alif.Ia tidak bisa mengucapkan kalimat itu dengan lantang di depan Dira. Ada satu sisi hatinya yang masih angkuh mengakui perasaan itu. Alif sendiri tidak tahu, mengapa dia seperti ini?“Ya sudah kalau gak mau jawab. Aku mau mandi.”Dira langsung bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Alif hanya bergeming di tempatnya sambil menatap pintu kamar mandi yang sudah tertutup rapat.“GOBLOK!! Sulit banget sih ngomong kayak gitu,” umpat Alif sambil memukul keningnya berulang.Beberapa kali helaan napas bersesakan keluar masuk dari mulutnya. Entah sampai kapan ia menutupi perasaannya. Yang pasti ia sudah tergila-gila pada istrinya dan tidak bisa jauh darinya.Pukul delapan saat Alif hendak berpamitan kerja.“Aku sudah menghubungi Linda jika hari ini kamu kerja dari rumah. Mungkin dia nanti akan ke sini membawa beberapa berkas yang dibutuhkan.”Dira mengang
Pukul sepuluh malam saat Alif menguap lebar. Matanya berair dan sudah berkabut menatap layar laptop di depannya.Perlahan Alif melirik makhluk cantik yang sedang duduk di pangkuannya. Dira tampak sudah terlelap. Kepalanya bersandar di dada Alif dengan tangannya memeluk perut Alif.Alif mengulum senyum sambil mulai mematikan laptopnya. Kerjaannya banyak dan sudah diselesaikan semua hari ini.Perlahan Alif menggerakkan tangan dan kakinya. Terasa mati rasa, tapi ia sama sekali tidak keberatan. Belakangan ini, dia semakin suka jika direpoti Dira tidak seperti sebelumnya.“Eng … jam berapa, Mas?”Tiba-tiba Dira menggeliat dan membuka mata. Matanya sayu dan terlihat masih mengantuk.“Jam sepuluh. Kita pindah ke kamar, ya?”Dira melirik meja kerja Alif yang sudah rapi, kemudian mengangguk. Bukannya turun dari pangkuan Alif, Dira malah memeluk erat tubuh Alif.Ia bahkan tidak sadar saat suaminya sudah mem
“Ya … seperti itulah,” jawab Kevin singkat.Alif hanya diam. Ia tampak melamun menatap kosong ke depan, tapi semua cerita Dira dan saran yang baru saja dikatakan Kevin ada benarnya.“Lif, kamu masih di sana, kan?”Alif mengangguk tanpa menjawab. Ia masih mencerna semua ucapan Kevin barusan.“Aku harap kamu jangan menyalahartikan ucapanku tentang Vania. Aku sudah temenan ama dia sejak SD. Kebetulan orang tua kami berteman akrab, jadi aku tahu betul siapa Vania itu.”Jakun Alif naik turun menelan saliva dengan kepala yang terus mengangguk.“Aku hanya tidak mau melihat rumah tanggamu berantakan. Apalagi istrimu kelihatan baik banget gitu. Kasihan kalau disakiti.”Alif tidak bisa menjawab hanya diam mengatupkan rapat bibirnya. Andai Kevin tahu, kalau dia selama ini sudah menyakiti Dira lebih dulu. Hanya beberapa bulan terakhir ini saja, sikapnya sudah melunak.“Iya, Vin.