Share

Menuju Kediaman Maulana

Ardian tiba-tiba masuk ke dalam kamar Arman. Dia mendengar kakaknya bergumam cukup keras, membuat dia menawarkan diri untuk mencari Zulaika.

"Biarkan aku yang mencarinya," kata Ardian dengan cukup tegas. Dia kali ini berani memandang sang kakak. Walaupun Arman sudah memasang wajah angker.

"Apa?" tanya Arman dengan singkat. Dia berjalan perlahan mendekati sang adik. Kedua mata mereka yang sangat tajam, saling menatap. Persaingan kini sudah dimulai.

"Aku, akan mencarinya."

Ardian selama ini selalu saja diam. Bahkan, tidak pernah merebut apa pun milik sang kakak. Namun, kini berubah. Membuat Arman sangat terkejut. “Aku … akan mencarinya!” lanjutnya tegas.

"Sejak kapan kau berani mengatakan ini kepada kakakmu? Bukankah kau tahu peraturanku? Tidak ada yang bisa menyela pembicaraan Tuan Besar," ucap Arman pelan namun menekan. Pandangan itu masih menyorot tajam, hingga kedua mata hitam itu tidak berkedip sama sekali.

Ardian masih tidak menyerah. Dia malah mengangkat wajahnya.

"Kau sudah memiliki istri yang cukup banyak. Bukankah mereka sudah memuaskanmu? Sedangkan kau, tidak mau mencari wanita itu. Kali ini, berikan dia kepadaku. Aku tidak akan pernah mengganggu apa pun yang kau kerjakan." Balasan dari Ardian yang cukup mengejutkan sang kakak sekali lagi.

Wajah Arman yang semula tegang, kini perlahan memperlihatkan senyuman. Dilanjut dengan tawaan yang cukup keras. "Hahaha. Aku tidak akan pernah membiarkan seseorang mengambil milikku. Kau tahu sendiri. Wanita itu menginginkan aku."

"Aku sangat heran. Kenapa kakakku yang sama sekali tidak pernah seperti ini, akhirnya luluh dengan seorang wanita. Makhluk yang sangat lemah. Bukankah itu sangat memalukan?"

Tawaan itu kembali lenyap. Wajah angker semakin terlihat. Arman mendekati Ardian, menarik kerah kemejanya.

"Aku akan menemukan wanita itu dan membawanya ke sini. Tanpa harus menjemputnya." Arman kini melepaskan jemarinya dengan keras. Dia mendekati meja dan meminum anggur mahal.

"Kak, berikan dia!" pinta Ardian berteriak.

"Sadarlah!” balasnya dengan suara lebih keras. “Dia tidak menginginkan kamu. Sekarang, keluar! Sebelum aku sangat marah dan menghabisimu!"

Arman menunjukkan jemarinya tepat ke pintu kamar. “Pergilah,” ucapnya sekali lagi. Kedua mata itu menunjukkan penolakan.

Ardian perlahan membalikkan tubuhnya, dan melangkah. Mendadak, dia menghentikan langkah sebelum benar-benar keluar.

"Kali ini aku tidak akan pernah melepaskannya, atau memberikan kepadamu. Aku akan merebutnya!" Kedua mata Ardian memicing dengan tajam, sebelum dia akhirnya keluar dari kamar.  Dengan amarah, Ardian terus berjalan. Dia melewati semua istri siri Arman yang mengamatinya dalam diam.

"Siapa wanita itu? Yang sudah diperebutkan oleh kedua tuan muda? Dia pasti benar-benar sangat hebat. Kenapa mereka memperebutkan seperti itu?" ucap salah satu istri siri Arman yang bernama Melia. Dia adalah istri siri pertama Arman.

"Aku sendiri tidak tahu. Hah, suamiku sendiri sudah menamparku dengan sangat keras, hingga aku tersungkur ke lantai. Pasti gara-gara wanita itu. Jika memang dia benar-benar ke sini, kita akan menghabisinya. Dia tidak boleh merebut suami kita," ucap istri siri ketiga Arman bernama Paula. Dia adalah wanita blasteran Inggris yang membuat Arman menikahinya. Kedua matanya sangat indah berwarna biru.

"Biasanya kita bersaing. Tapi, kali ini kita harus bekerja sama. Tidak ada yang boleh menjadi istri sah Arman Maulana, selain salah satu dari kita." Dengan tegas Melia mengatakan hal itu kepada Paula.

Sementara, istri siri kedua Arman hanya menatap mereka dari kejauhan.

**

Di dalam kamarnya, Arman masih saja sangat resah. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Tetapi, harga dirinya sangat tinggi. Tidak mungkin bagi dirinya, menjemput seorang wanita untuk dia miliki. Biasanya, dia hanya berdiam di dalam rumah. Beberapa pengawal membawa wanita yang diinginkannya.

"Apa yang sudah aku pikirkan? Aku tidak akan pernah membiarkan dia mempermainkan aku. Aku tidak akan pernah menjemputnya!"

Walaupun mulut Arman mengatakan hal itu, dia tetap ingin sekali menemui Zulaika. Memiliki gadis itu seutuhnya. Hatinya benar-benar gundah. Sama sekali tidak tenang. "Argh!" Arman keluar dari kamar. Dia berjalan cepat menuju ke kediaman yang dikhususkan untuk para wanita.

"Paula! Di mana dirimu? Cepat lah masuk ke dalam kamarku! Aku menginginkan dirimu!" ucapnya dengan keras. Dia kembali berbalik dan menuju kamarnya.

Dengan sangat percaya diri, Paula tersenyum. Membuat ke-9 istri siri Arman sangat iri kepadanya. Mereka semua saling berlomba untuk memikat hati Arman. Walaupun tidak ada yang berhasil di antara mereka.

Di dalam kamar Arman, Paula segera menunjukkan tubuhnya yang sangat seksi. Kulitnya mulus berwarna putih kemerahan. Kedua mata birunya yang sangat indah, membuat Arman sedikit merasakan hasratnya.

Paula mulai memuaskan Arman. Dia membasahi kepemilikan Arman dengan bibirnya. Sang Penguasa terus menikmati dengan memejamkan kedua matanya. Hingga selang beberapa menit, ia masih sangat gundah. Arman mendadak menampar Paula kembali sampai tersungkur ke lantai.

Plak!

"Ini tidak mungkin. Aku tidak mungkin seperti ini! Jantungku ... kenapa berdebar!" teriaknya sambil mengamati jam dinding yang masih setia berdetik.

"Pergilah Paula. Ada sesuatu yang harus aku lakukan."

"Suamiku. Aku bisa memuaskan dirimu di sini. Izinkan aku melakukannya sekali lagi. Jangan pernah mempermalukan aku di depan semua istrimu."

Plak, plak!

Dua tamparan melayang di pipi Paula. Seketika itu juga Paula terpaku. Melihat apa yang Arman lakukan kepadanya.

"Jangan pernah memerintahkan apa pun kepadaku. Aku tidak menyukainya. Sekarang, keluar!" teriaknya dengan sangat keras.

Paula segera berjalan keluar kamar. Sambil memegang pipi kanannya yang sangat merah dan sedikit bengkak. Dia berjalan menahan rasa malu, saat semua istri siri Arman tersenyum melihat dia diperlakukan seperti itu.

"Ini benar-benar tidak bisa aku terima. Dia sudah terpikat dengan gadis itu dan ingin menjemputnya. Aku tidak akan pernah memaafkan gadis itu saat berada di sini," ucap Paula sambil menatap Melia yang menganggukkan kepala.

"Kau benar. Kita akan membuat gadis itu sangat sengsara."

**

Arman masih berdiri tegak di depan jubah naga merah yang sangat berharga itu. Dia mengepalkan kedua tangannya. Berusaha mengatasi hatinya yang sama sekali tidak pernah dia rasakan. Hingga dia benar-benar menyerah. Dia akan menjemput Zulaika.

"Aku akan menjemputnya. Aku tidak peduli. Dia harus tetap menjadi milikku," gumamnya sembari mengambil jubah naga itu dan memakainya.

Arman keluar dari kamarnya, berjalan dengan terburu-buru menuju ke halaman untuk menaiki mobilnya.

Redrich sedikit tersenyum ketika melihatnya. Dia lega, akhirnya Arman bisa jatuh cinta.

“Ardian?” Lamunan itu teralihkan saat melihat Ardian melewatinya. Dengan sigap Redrich menarik lengan Ardian.

"Jangan! Biarkan saja kakakmu yang memilikinya. Kau ... jangan masuk ke dalam kemarahannya."

"Lepaskan aku, Ibu! Aku ... akan memiliki gadis itu!" Ardian menampis tangan Redrich dengan keras.

"Ardian! Jangan!" teriak Redrich sama sekali tidak membuat Ardian menurut. Kini Redrich hanya bisa pasrah, melihat kedua anaknya jatuh cinta dengan gadis yang sama.

**

Arman mengarahkan tangannya, membuat beberapa pengawal mendekat.

"Cepat! Kita akan memeriksa semua rumah. Mencari gadis itu!”

Hati itu kini meluap-luap. Rasanya akan terbakar. Arman bertekad akan menanggalkan harga dirinya, demi seorang wanita yang sangat membuatnya penasaran.

Mobil melesat cukup kencang sampai ke perumahan warga. Tanpa menunggu pengawal membuka pintu mobil, Arman segera keluar.

“Periksa semua rumah itu. Cepat!” teriaknya sekali lagi.

Semua pengawal berjalan cepat. Memeriksa semua rumah warga dengan mendadak. Mereka memeriksa puluhan rumah, dan masih saja tidak menemukan Zulaika.

"Di mana dia?" Arman berdiri tepat di tengah jalanan dengan hati yang cukup terkejut.

"Kenapa gadis itu tidak ada di mana pun!" teriaknya sangat keras. Semua pengawal segera berlari dan memutari tubuh Arman. Mereka segera melindunginya dari warga yang semakin mendekat.

"Tuan, gadis itu tidak ada. Sebaiknya kita mencari di tempat lain. Semua warga sudah mengamati Anda. Sebaiknya kita pergi dari sini. Ini menyangkut harga diri Anda."

"Argh! Ini benar-benar tidak bisa aku biarkan. Dia sudah mempermainkanku seperti ini. Aku benar-benar akan mencarinya. Dan ... memberikan dia pelajaran!" gumam Arman sembari mengepalkan kedua tangannya. Bahkan, kedua tangan itu bergetar. Menahan amarah yang sebenarnya tidak bisa ditahannya.

Arman kembali menuju mobil dan menutup pintu itu dengan sangat kencang. Dia masih saja menatap tajam ke depan.

“Kita akan tetap mencarinya. Pergilah ke semua desa.”

Pengawal semakin melesatkan mobil. Mereka terus berupaya untuk mencari keberadaan Zulaika. Hingga waktu sangat larut malam, Arman masih saja tidak menemukannya.

Ardian yang juga berada di semua sudut kota, sama-sama tidak menemukan. Dia tidak mengerti. Kenapa Zulaika benar-benar menghilang?

"Dia seperti hantu. Ke mana dia? Hah, dia sudah berhasil mempermainkan Maulana. Dia memang hebat," batinnya sambil tersenyum. Dia kembali menyalakan mesin mobil dan melesat pergi.

**

Di dalam mobil, Arman masih saja memendam amarah. "Dia ... wanita yang sudah membuatku seperti ini untuk pertama kalinya. Aku tidak akan pernah membiarkannya. Aku akan mencarinya, kemanapun dia bersembunyi," ucapnya dengan obsesi yang semakin meluap. Dia menghentakkan tangannya yang mengepal kuat ke depan sekali lagi.

"Argh!" teriaknya keras

Mobil itu terus melaju kencang hingga sampai di depan gerbang hitam yang sangat tinggi kerajaan Maulana.

"Dia ...."

Lampu mobil terus menyorot ke depan untuk menerangi sosok makhluk hawa yang paling cantik. Zulaika ternyata berdiri di sana dengan jubah merahnya yang sangat indah. Rambutnya terurai dan bergelombang terkena semilir angin. Menambah kecantikan Zulaika yang tidak tertandingi.

"Dia ... ternyata berada di depan rumahku?" ucap Arman dengan terkejut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status