Share

Ramalan Dan Kutukan

Arman masih saja tidak terima. Pandangannya lurus ke depan dengan tajam. Semua pengawal tidak ada yang berani mengatakan sesuatu kepadanya.

“Sialan. Wanita itu sudah mempermainkan aku. Ini menyangkut harga diriku.”

Tangan kuat dan kekar milik Arman menghentak keras. Membuat jok depan sedikit sobek. Dia masih mengatur napasnya. Kedua matanya memejam, sambil menekan jantungnya. Debaran itu semakin hebat saat mengingat Zulaika. Arman berusaha mengingkarinya. Dia tidak bisa terlihat lemah karena wanita!

“Siapkan salah satu istriku. Aku ingin dia menuju ke kamar saat aku pulang. Cepat!”

Pengawal di sebelah sopir hanya menganggukkan kepala tanpa berkata. Dengan cepat, dia menghubungi kepala pelayan untuk mempersiapkan keinginan Arman. Sementara, Arman terus menggelengkan kepala saat ingatannya dipenuhi senyuman Zulaika.

“Argh, tidak!” teriaknya tiba-tiba. “Aku ingin dua. Yah, kedua istriku akan memuaskanku malam ini. Cepat!”

Batinnya terus berteriak. Arman masih berusaha mengatasi dirinya sendiri. Selama ini dia tidak mengerti apa artinya cinta dan semua tanda itu. Dalam kehidupannya, hanya ada kekuasaan yang harus dia dapatkan. Bahkan, semua wanita dianggapnya sebagai busana. Jika kusam, maka akan dia buang dengan kejam.

Mobil sampai di kediaman megah Arman. Kediaman itu bernama Kerajaan Maulana. Dalam amarah, Arman berjalan cepat masuk ke dalam. Redrich sang ibu yang melihatnya, sangat cemas. Wanita itu berusaha mendekati Arman. Namun, sang anak hanya melewatinya saja tanpa menegur sama sekali.

Redrich hanya menarik napas panjang melihatnya. “Kenapa dengannya?” batinnya. Lamunan itu teralihkan saat dia mendengar Ardian juga masuk ke dalam rumah. Kedua alis Redrich semakin mengkerut dalam melihat Ardian menggunakan mobil lain.

“Ardian?” tegur Redrich. Kali ini dia semakin tidak mengerti. Ardian juga sangat berbeda. Tuan Muda tersenyum bahagia hingga masuk ke dalam kamarnya.

“Cari tahu apa yang terjadi,” ucapnya kepada kepala pelayan.

“Baik, Nyonya.”

**

Di dalam kamar, Arman berdiri tegak menatap tajam kedua istrinya yang sudah siap melayani. Mereka menggunakan pakaian bewarna putih menerawang, yang memperlihatkan lekukan tubuh seksi mereka. Perlahan mereka menanggalkan jubah Arman. Mereka melayani Arman dengan sebaik mungkin.

Arman memejam, menerima sentuhan kedua istrinya. Kepemilikannya yang sudah hangat di dalam salah satu bibir istrinya, masih saja tidak menegang. Dia sekuat tenaga untuk merasakan sentuhan itu. Namun, sia-sia.

“Kenapa aku sama sekali tidak bergairah?” Arman membalikkan tubuh istrinya. Dia mulai akan memasukkan miliknya kembali. Belaian salah satu istrinya dari belakang, juga tidak membuatnya merasakan apa pun.

“Aku … tidak bisa merasakannya. Kedua wanita ini sudah melakukan seperti biasanya. Tapi, aku masih tidak bisa. Ini tidak mungkin!” Arman menampis kedua istrinya. Dia memegang kepala, dan berusaha menenangkan dirinya.

“Suamiku, Arman. Apa sentuhan kami kurang? Kami akan memuaskan dirimu,” ucap salah satu istrinya yang mencoba mendekat.

Plak!

Tamparan Arman membuat wanita itu tersungkur ke lantai. “Kenapa kau kurang ajar? Jangan mendekatiku! Pergilah kalian. Keluar!” teriak Arman semakin kencang. Kedua istrinya dengan bergemetar, segera keluar dari kamar Arman. Mereka berjalan dengan ketakutan.

“Aku … tidak akan pernah mencarinya. Tidak pernah!”

“Biarkan aku yang mencarinya.”

“Apa?”

**

Zulaika semakin tidak mengerti. Mobil yang ditumpanginya terus melesat ke luar kota.

“Kita akan pergi ke mana?” tanya Zulaika. Kedua matanya mengedar ke semua jalanan dari jendela.

“Kita akan menemui peramal,” ucap lelaki yang berada di depannya. Dia melepaskan topeng dan jasnya. “Ini sangat gerah,” lanjutnya sembari mengusap wajahnya yang berkeringat.

“Kenapa kita menemui peramal?” Zulaika terkejut. Dia menatap tajam sosok lelaki di hadapannya. “Aku sudah berhasil memikat kedua tuan muda itu. Untuk apa ke sana? Aku selama ini tidak pernah percaya dengan ramalan. Perkataanmu dari wanita tua yang kau ceritakan itu, selalu salah. Kehidupan bahagia dan memiliki semuanya dengan mudah? Tapi, aku kehilangan keluargaku.”

“Jangan pernah salah paham dalam mengartikan sebuah kalimat. Kau akan tahu saatnya tiba.”

Zulaika spontan terdiam. Setelah sang lelaki kembali memeluknya. Zulaika merasa nyaman didekatnya. Dia sudah seperti ayah kandungnya sendiri.

Mobil telah sampai di sebuah kediaman dipenuhi dengan tanaman rambat. Tepatnya, di desa terpencil. Rumah itu cukup menyeramkan. Apalagi di sekitarnya dikelilingi hutan. Zulaika tidak hentinya mengedarkan pandangan ke semua arah sambil menarik napas panjang.

“Zulaika … sangat cantik dan kuat,” ucap seorang wanita berumur lebih dari setengah abad mengejutkannya. “Masuklah,” lanjutnya sambil tersenyum. Wanita tua itu berjalan dengan membungkuk. Zulaika mengikutinya dengan cemas.

Jemari dengan kulit yang sudah mengkerut, sedikit bergetar saat mengambil air bercampur bunga mawar di dalam kelapa yang sudah dikeringkan. Kedua matanya menatap kaku air itu. Kepalanya terus mengangguk, lalu kembali menatap Zulaika. Itu adalah media yang digunakan wanita tua itu untuk melihat sebuah ramalan.

“Jangan memiliki hati. Hatimu tidak untuk mereka, atau pun salah satunya. Hati itu akan mati dengan mengenaskan, dari tanganmu yang indah itu. Semuanya adalah kutukan. Setiap pembalasan, pasti ada bayarannya.”

Zulaika terpaku mendengarnya. Dia merasakan hatinya berdebar. Apakah kedua tuan muda itu akan mati? Jika dia memberikan hati kepada salah satu dari mereka? Napasnya terdengar keras saat memikirkan hal itu.

“Aku tidak akan memberikan hatiku. Aku … hanya ingin membuat mereka menerima semuanya,” balas Zulaika pelan, penuh tekanan.

Zulaika segera berjalan kembali menuju mobilnya meninggalkan wanita itu. Lelaki yang berada di sebelahnya, masih terdiam. Dia menerima jam pasir dari wanita tua itu.

“Hanya 90 hari saja. Dia … bisa menyelesaikannya,” ucap wanita tua itu sambil tersenyum.

Lelaki itu menganggukkan kepala, sebelum menyusul Zulaika yang sudah duduk dalam diam di mobil.

 Sepanjang perjalanan, Zulaika masih saja diam.

“Kau memikirkannya? Aku yakin kau tidak akan pernah memiliki hati salah satu dari mereka. Kau harus paham dengan tujuannmu.” Lelaki yang sedari tadi mengamati Zulaika, sedikit cemas. Saat gadis itu hanya terdiam sepanjang perjalanan.

“Aku mengerti,” jawab Zulaika pelan.

**

Sepanjang malam, Zulaika di dalam kamarnya terus berpikir. Kedua tuan muda terhebat sudah berada di tangannya. Ingin sekali dia menghancurkan mereka. Tapi, mereka sangat kuat. Apakah bisa, dia melakukannya? Dia seorang wanita. Hanya kecantikan yang bisa dia pertahankan untuk melawan semua. Namun, apakah bisa? Semua pertanyaan itu berkecamuk di dalam pikirannya.

“Kau bisa melakukannya.” Lelaki itu masuk ke dalam kamarnya. Menatap Zulaika, menyodorkannya jam pasir. “Sembilan puluh hari saja waktumu,” lanjutnya.

“Aku mengerti,” balas Zulaika. Dengan tegang, dia menatap jam pasir yang kini berada digenggamannya.

**

Waktu berjalan cukup singkat. Pagi yang sangat cerah, dalam sekejap kembali berganti malam. Zulaika kembali memakai busana merah terang, menjuntai sangat indah. Dia akan bersiap untuk menuju kediaman Maulana.

“Kau sudah siap?” Dia, lelaki yang mengasuh Zulaika mendekat. Kedua matanya menatap tegang. Dalam kecemasan, sudah waktunya dia harus melepas Zulaika.

“Aku tahu kau memendam amarah itu. Bercampur kecemasan dalam dirimu. Tapi, kau harus melawan itu semua. Ini waktu yang sudah kau tunggu selama ini. Aku sebenarnya juga cemas. Bagaimanapun juga, kau harus melakukannya. Kau memiliki alasan kuat untuk melakukan semua ini. Hanya wanita yang bisa menghancurkan Maulana.”

Zulaika masih menatap dalam diam. Dia mengingat kejadian lima tahun lalu. Kejadian tragis yang membuatnya tak berdaya sama sekali. Ingatannya sangat jelas dengan semua kejadian itu. Kedua tangannya mengepal, saat ingatan itu kembali hadir. Hati yang sebelumnya sedikit resah, kini menguat kembali. Dengan tekad kuat, dia akan menghabisi semua wajah yang berada di sana saat itu.

“Aku sudah siap. Kita akan berangkat.” Zulaika mulai berjalan, untuk masuk ke dalam mobil.

“Apakah Arman memang mencariku? Dia … lelaki yang memiliki harga diri sangat tinggi.”

Lelaki itu hanya tersenyum menatap Zulaika.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status