Busana merah dengan sangat seksi telah Zulaika gunakan. Ditambah polesan sedikit tebal, membuat kecantikannya terlihat tajam. Kini dia memandangi dirinya sendiri di depan cermin. Memperlihatkan senyuman yang menjadi pesona tanpa batas dalam dirinya. Kaki jenjangnya terlihat sangat indah saat busana itu membelah ketika dia berjalan. Memperlihatkan kedua pahanya yang sangat mulus.
“Kau siap?” Dia, lelaki yang selama ini mengasuhnya. Menatap Zulaika yang terlihat tegang. Dia sekali lagi memeluk gadis itu, mengelusnya perlahan. “Jangan menyerah dalam hal apa pun. Selama ini aku sudah mengajarimu semuanya. Ingatlah pesanku. Sembilan puluh hari saja, sudah cukup untuk membuatmu memenangkan kedua hati itu,” lanjutnya sembari menarik napas panjang. Tidak dipungkiri, batin itu sebenarnya sangat resah.
“Ini hari yang aku tunggu. Mereka akan menerima semuanya.”
Zulaika mulai masuk ke dalam mobil bersamanya. Menuju pesta yang selalu Arman Maulana adakan dengan semua bangsawan lainnya.
**
Jubah bergambar naga disulam dengan indah. Menggunakan benang emas di atas kain sutra berwarna merah itu, melambangkan pemiliknya memiliki martabat dan kekayaan tertinggi di antara lainnya.
Arman memandang jubah naga itu yang tergantung di dinding. Dia adalah anak laki-laki pertama dari istri sah Malik Maulana. Tuan Besar pemilik perusahaan tersohor di seluruh dunia.
Alis yang lurus, hidung mancung, bibir licin, serta garis rahang yang lancip. Pesona itu selalu saja membuat semua wanita terpana dengannya. Sifatnya yang dingin, serta arogan, membuat dia sangat ditakuti siapa pun. Apalagi lelaki kuat itu memiliki kekuasaan tiada tara. Dia kini berkuasa setelah menggantikan Malik Maulana sang ayah, setelah meninggal akibat keracunan. Sifatnya sangat dingin dan kejam. Dia selalu saja menghukum, bahkan menghabisi siapa saja yang membuatnya kesal.
“Tuan, kami tidak bisa menemukan gadis itu. Kami sudah menelusuri pelosok kota. Gadis itu tidak ada di mana pun.”
Kedua mata Arman masih menatap jubah yang akan dipakainya. Dia tidak berkata apa pun. Kedua pelayan yang berada di sebelahnya, bergemetar saat mulai mendekati Arman untuk bersiap.
“Jika kalian tidak menemukan gadis itu. Aku akan menghabisi nyawa kalian!” bentaknya cukup keras. Dengan kasar dia mengambil jubah itu tanpa menunggu pelayan melakukannya. Arman memakainya dalam sekejap. Dia keluar begitu saja, melewati semua pelayan dan pengawalnya yang menundukkan kepala.
Bahkan, kesepuluh istri sirinya tidak dipandang sama sekali. Termasuk ibunya yang bernama Redrich. Sementara, Ardian di halaman rumah, menyandarkan tubuh di mobil sambil menikmati rokoknya. Dia akan memasuki mobil setelah Arman melakukannya.
“Jika kita terlambat, kau yang akan bersalah,” ucap Arman dengan dingin kepada sang adik. Sebelum membuka pintu mobil dan masuk, Ardian kembali membuang putung rokok dan menginjaknya. Dia segera menyusul Arman.
Mobil melesat cukup kencang, diikuti lima mobil pengawal. Semua tamu undangan segera menepi ketika mobil sang penguasa datang. Semua menundukkan kepala saat Arman memasuki gedung megah dengan ukiran naga merah.
“Tuan Arman. Semua sudah kami siapkan,” ucap salah satu manajer pelaksana.
“Aku tahu,” balas singkat Arman.
Dia duduk tepat di depan semua tamu bangsawan dengan kursi berbahan emas. Ardian yang berada di sebelahnya, selalu saja terdiam. Dia adalah tipe orang yang jarang sekali berbicara. Sosok Ardian tidak pernah memandang seseorang jika berbicara. Apalagi bersama wanita.
Lantai dansa mulai dipenuhi para pasangan. Arman yang ditemani dua wanita di sebelahnya, mulai sangat kesal. Dengan mendadak, dia menghentakkan tangan di atas meja.
“Kenapa pesta ini sangat membosankan?!” teriaknya keras.
Saat suasana hati Arman memanas, suara biola dengan merdu memasuki ruangan. Kedua mata sang penguasa terpaku melihat sosok wanita. Dia menggunakan topeng, berjalan dengan sangat anggun di antara semua orang di lantai dansa. Saat berada tepat di tengah, sang wanita membuka topengnya. Melemparkan begitu saja. Ardian yang semula selalu cuek dengan sekitar, ikut terpaku melihatnya.
“Dia …,” ucap kedua Tuan Muda bersama-sama.
Senyuman dengan lesung pipi terlihat sangat cantik. Ditambah gaun bewarna merah menyala menjuntai panjang dengan gemerlap berlian. Membuat kecantikan itu tiada tara. Lekukan tubuh Zulaika terlihat sempurna, saat dia mulai berjalan. Arman tanpa sadar berdiri dari duduknya. Semakin memandang kecantikan tanpa tandingan di hadapannya.
“Ternyata memang dia,” batin Ardian. Kedua matanya tidak teralihkan sama sekali. Senyuman terpampang jelas di wajahnya.
Semua mata memandang Zulaika tanpa berkedip. Dewi kayangan telah hadir, membuat pesta itu hening. Bahkan, pemain musik ikut menghentikan gerakan. Kemunculan Zulaika, membuat semua mata takjub saat melihatnya.
“Dia … apakah itu dia?” Arman masih saja berdiri dari duduknya. Kedua mata itu tidak mengedip sama sekali. Sang tuan muda penguasa pertama kalinya merasakan detakan luar biasa. Iris hitamnya masih saja terpaku.
“Dia ternyata muncul. Di mana asalnya?” Setumpuk tanya ada di dalam pikiran Arman.
“Dia memang wanita itu. Aku tidak percaya dia muncul.”
Ardian semakin tersenyum saat Zulaika sedikit meliriknya. Selama ini dia tidak pernah memandang seorang wanita. Hingga malam ini, pertama kalinya kedua mata hitam tegas itu menyorot tajam sosok hawa.
“Senyuman itu sangat indah. Dia … memang wanita laki-laki itu,” gumam Ardian tiada henti.
Spontan Arman menolehkan pandangan ketika sang adik mengatakan itu. Dia mengkerutkan kedua alisnya dengan dalam.
“Ardian? Kenapa dia mengenalnya?” batinnya tidak percaya. Apalagi dia semakin heran melihat Ardian pertama kalinya tersenyum saat melihat seorang wanita. Begitu juga dengan dirinya.
“Aku menginginkanmu. Aku akan membayarmu berapa pun. Temani aku malam ini.”
Salah satu tamu undangan berjalan mendekati Zulaika. Dia menarik lengan Zulaika dengan kasar. Ardian spontan berlari menghampirinya. Semua orang di sana terheran. Terutama Arman. Dia masih menahan kakinya untuk tidak ikut campur. Harga diri Arman sangat tinggi untuk memperebutkan seorang wanita.
“Lepaskan. Dia milikku!” teriak Ardian.
Zulaika menampis tangan Ardian. Dia hanya ingin Arman Maulana. Telunjuk jemarinya mengarah tepat ke arah Arman dengan tegas. Ardian terpaku melihatnya. Sementara, Arman tersenyum. Dia mulai perlahan berjalan menuju lantai dansa. Semua orang yang semula akan memperebutkan Zulaika menepi, kecuali Ardian. Tuan Muda kedua itu masih saja tidak percaya dengan penglihatannya.
“Aku tahu. Kau … pasti menginginkanku,” ucap Arman pelan, tepat di hadapan Zulaika.
Senyuman menawan Zulaika kembali hadir. Dia perlahan mendekati Arman, sedikit berjinjit. Bibir kemerahannya, mendekati daun telinga Arman. Dia berbisik, “Aku akan menjadi milikmu. Jika … kau berhasil menemukanku. Bukankah kau seorang penguasa? Tentu saja menemukanku tidak akan sulit kau lakukan.” Arman terpaku mendengarnya. Tidak ada yang bisa memerintahkan dirinya! Apalagi, dia memang sebelumnya tidak bisa menemukan Zulaika. Ini adalah tantangan menghina pertama kali untuknya.
“Kau … tidak bisa memerintahku!” teriaknya keras.
Zulaika mundur dengan cepat. Dia sejenak menatap Ardian yang masih bergeming. Lirikan itu menghilang saat Zulaika dengan cepat membalik. Ardian semakin terpaku melihatnya. Namun, tidak dengan Arman. Dia sangat marah!
“Kau, tidak bisa pergi!”
Arman berjalan cepat akan menangkap Zulaika. Dengan amarah dia mengulurkan tangannya. Sedikit lagi dia akan menyentuh lengan Zulaika, beberapa pria bertopeng dengan memakai jas hitam berdatangan. Mereka masuk dengan tiba-tiba. Zulaika lenyap begitu saja.
Arman dan Ardian hanya bergeming kaku. Semua pria bertopeng itu memutari mereka. Namun, kedua mata Tuan Muda penguasa itu masih saja tidak beralih dari pintu keluar ruangan.
“Aku akan mendapatkannya, bagaimanapun caranya!” teriak Arman sebelum meninggalkan acara dalam amarah. Dia berjalan melewati semua orang dan masuk kembali ke dalam mobilnya.
“Senyuman itu .... Dia sangat cantik.” Ardian masih saja tersenyum. Dia tidak peduli pengawal sudah berada di belakang untuk membawanya pergi. Kakinya masih tidak bisa beranjak.
“Dia, harus menjadi milikku,” batin Ardian.
Redrich sadar. Dia harus merelakan ini semua. Zulaika hanya menatap Redrich saat semakin mendekatinya."Aku memang sudah salah. Tapi kini aku sadar. Ya, paling tidak aku berterima kasih kepada Agung yang sudah membiarkan salah satu anakku hidup. Walaupun aku tidak akan pernah tahu kapan bisa menemuinya. Berhati-hatilah, dan kembalilah dengan cucuku. Karena aku akan menunggumu selama itu. Aku meminta izin untuk menjaga Agung. Apa kau akan mengabulkan permintaanku? Kami akan menikah," ucap Redrich dengan menangis. Zulaika mengganggukan kepala kemudian memeluk sang mertua."Aku percayakan semuanya kepadamu, Ibu. Tunggulah aku saatnya tiba," ucapnya kemudian melepaskan pelukannya. Dia kembali akan memasuki mobil. Hingg dia tersenyum saat melihat Melia ternyata berada di depan pintu mobil dan membukakan untuknya."Jangan lupakan aku. Pergilah, dan bawalah kembali sang penguasa yang sangat hebat. Aku akan menunggumu," ucap Melia dengan tersenyum dan membiarkan Zulaika memeluknya."Aku akan
Zulaika mengusap air mata di wajahnya. Dia mengkerutkan alis sangat dalam. Apalagi melihat Melia tertawa kecil saat menatapnya."Apa maksud Ayah?" tanya Zulaika masih mengernyit.Agung mendekatinya dan memberikan sepucuk surat yang ditulis Ardian untuknya. Zulaika segera berdiri, menerima surat itu. Dia membuka lebar kedua matanya yang sembab, dan segera membacanya. Zulaika masih tidak percaya. Namun, hatinya merasa lega. Ternyata Ardian masih hidup."Zulaika bidadariku. Kau adalah yang terindah. Permata hatiku. Aku sangat bahagia bisa menjadi bagian dari hidupmu. Tapi aku harus pergi. Kita akan bertemu saatnya nanti. Satu hal yang aku ingin katakan, aku sangat mencintaimu. Jagalah hatimu untukku. Ardian, cintamu."Agung saat itu menemui Ardian yang selalu menjaga Zulaika saat pingsan di kamar Arman setelah tragedi makan malam.Ardian tidak hentinya menatap sendu Zulaika dan menggenggam telapak tangannya. Bahkan, tuan muda itu tak kuasa menahan air matanya. Ardian memantapkan hatinya
Lesatan peluru membuat Ardian kehilangan nyawa. Zulaika menatap tubuh Ardian dengan tegang. Wajahnya kaku. Dia menarik napas panjang sebelum menurunkan tangannya.Salah satu bos besar tersenyum. Dia bertepuk tangan, diikuti yang lainnya."Tidak aku sangka. Melihat wanita seperti dirimu. Baiklah, ternyata kau memang pantas menjadi pengganti Arman. Aku tidak yakin dia mengalami kecelakaan. Tapi," ucapnya terhenti dan berjalan mendekati Zulaika. "Aku senang jika memang ada wanita yang menghabisinya. Haha. Tidak aku sangka lelaki seperti Arman akan mati di tangan wanita sepertimu," lanjutnya kemudian menatap Ardian yang tergeletak di lantai tanpa nyawa."Yah, ditambah kau menghabisi adiknya," sela bos besar lainnya. "Kami tidak bodoh, Zulaika. Tapi ... kami senang. Akhirnya ada yang berhasil menghabisi dua penguasa kejam itu. Dan, aku tidak menyangka seorang wanita yang menghabisinya," lanjutnya kemudian kembali bertepuk tangan diikuti lainnya."Agung, selamat datang kembali. Aku lebih su
Zulaika terbangun. Dia terkejut berada di dalam kamar Arman yang kini berubah. Tanpa sadar Zulaika sudah tertidur selama 1 hari. Dia segera beranjak dari ranjang kemudian keluar dari kamar. Dia benar-benar terkejut melihat kediaman Maulana sangat berbeda. Semua perabotan, bahkan hiasan dinding yang berada di sana tidak sama dengan sebelumnya."Akhirnya kau sadar juga. Sebaiknya kau beristirahat dulu dan jangan seperti ini," ucap Melia mengejutkan Zulaika dari belakang. Dia segera menangkap tubuh Zulaika yang sangat lemah itu dan segera mengajak duduk di kursi sofa."Sudah 1 hari kau tidak sadar. Kau mengalami depresi yang sangat berat dan ternyata membuatmu seperti itu. Untung saja kau sekarang sadar. Karena aku benar-benar menunggumu," lanjut Melia kemudian memberikan minuman hangat kepada Zulaika."Bagaimana dengan Arman? Bagaimana dengan semuanya? Kejadian malam itu benar-benar sangat mengerikan dan aku sedikit tidak mengingatnya. Lalu, bagaimana dengan Ardian. Di mana Ema? Apakah
Zulaika hanya menatap Arman. Dia semakin terkejut Arman mendadak menangis. Dia tidak mengerti kenapa Arman bersikap seperti itu."Suamiku. Apa yang kau lakukan? Kenapa kau seperti itu? Apa ada masalah? Apa yang terjadi? Katakan kepadaku." Zulaika segera beranjak dari duduknya dan mendekati Arman."Kenapa wajahmu?" Zulaika terkejut. Arman mendadak pucat sekali."Kepalaku." Arman sendiri tidak mengerti kenapa dirinya seperti itu. Dia melotot melihat Zulaika yang masih saja segar bugar. Padahal dirinya sudah memberikan racun di semua makanan itu. Bahkan minuman yang berwarna biru itu adalah racun yang sangat mematikan dan bisa membuat Zulaika binasa dalam sekejap. Arman sangat membenci Zulaika. Makan malam romantis yang semula akan dia sajikan dengan indah, Arman urungkan. Dia memutuskan untuk menghabisi Zulaika dan Ardian. Hati Arman diselimuti kebencian. Arman memerintahkan pelayan wanita menaburkan racun mematikan di semua makanan Zulaika, kecuali minuman anggur kesukaannya. Arman m
Zulaika berusaha mengatasi dirinya. Dia tidak akan pernah memperlihatkan kecemasan sama sekali. Perasaannya benar-benar tidak tenang. Bahkan dia tidak melihat Melia dan Ema di sana. Namun Zulaika terus tersenyum dan mengikuti apa pun yang Arman lakukan untuknya.Arman membawanya menuju ke halaman belakang. Sebuah meja sudah tertata sangat indah di sana. Sarapan sudah disiapkan. Arman memberikan satu mawar putih kepada Zulaika yang masih saja berusaha memperlihatkan senyumannya. Dengan perlahan Zulaika menerima mawar itu dan duduk tepat di sebelah sang suami."Ini adalah makanan yang sangat aku sukai dan aku ingin kau memakannya." Arman memotong sedikit roti yang sudah diberi selai strawberry. Dia menyuapkan ke Zulaika dengan tersenyum. Kemudian mengambil satu gelas jus jeruk dan meminumkan ke bibir Zulaika."Kau pasti sangat lelah sekali. Terlihat dari wajahmu. Apa yang kau lakukan di sana? Kau sangat berkeringat," ucap Arman kemudian mengambil satu lembar tisu dan mengusap keringat y