Share

Mulai Mendapat Serangan

Zulaika tidak percaya. Dia melihat Tuan Muda kedua berada di depan jendela kamarnya. Pemuda itu menaiki pohon, merayap seperti maling haus akan hasratnya.

"Berikan aku kebahagiaan. Senyuman itu sangat indah. Aku ingin kau memberikannya kepadaku," ucap Ardian.

Pandangan wanita yang di hadapannya, tidak berubah. Zulaika menatap kaku Ardian. Dia mencengkeram dadanya. Ada sesuatu yang sangat aneh di sana. Getaran yang sama sekali tidak pernah dia rasakan. Namun, Zulaika berusaha menutupinya.

"Untuk apa kau ke sini?" tanya Zulaika. Walaupun pandangan yang dia berikan sangat tajam, Ardian tetap saja tersenyum. Dia semakin menaiki pohon itu hingga berada di ujungnya. Zulaika mengernyit dalam. Dia spontan menyingkir saat Tuan Muda melompat dan memasuki kamarnya.

"Keluarlah. Tidak baik kau berada di sini. Aku ini calon istri kakakmu."

Zulaika mundur saat langkah lelaki tegap dan tinggi 190cm itu semakin melangkah mendekatinya. Zulaika berhenti saat punggungnya menabrak meja. Pandangannya tetap lurus ke depan. Menatap Ardian yang kini mengunci tubuhnya dengan pelukan. Wajahnya semakin mendekat.

"Sangat indah. Akan aku dapatkan wajah ini. Siapakah namamu?" bisik Ardian.

Ingatan itu mulai hadir. Zulaika bernapas panjang. Sementara, Ardian memejamkan kedua matanya. Menghirup napas itu yang sudah menelisik masuk ke dalam hidung mancungnya.

"Bahkan, napasmu pun sangat harum. Siapakah namamu, bidadari?" tanyanya semakin mendekatkan wajahnya.

"Pentingkah sebuah nama? Untuk apa aku memberitahukan nama itu kepada pemuda yang sangat tidak sopan. Bahkan melecehkanku sudah kedua kalinya."

Jawaban Zulaika membuat Ardian tertawa. "Hahaha. Justru dengan sikapmu yang seperti ini. Aku semakin menyukaimu. Kau ... sangat indah. Ibarat lautan dua warna dengan cahaya sinar matahari yang menerangi warna biru itu. Semakin berwarna dan cerah."

Rayuan puitis Ardian membuat Zulaika terkekeh. Dia mendorong tubuh Ardian yang kini membebaskannya. Tuan Muda itu mengalah. Membiarkan tubuh yang semula di dalam dekapanya kini terlepas.

"Nama itu sangat penting. Aku ingin mengetahuinya." Ardian masih tidak mendapat jawaban dari Zulaika. "Mendapatkan sebuah nama saja sangat sulit. Tapi ... aku menyukainya," lanjutnya tersenyum.

"Zulaika! Kau bersama siapa?" Suara teriakan seorang wanita terdengar cukup kencang. Ardian tersenyum, berjalan cepat mendekati Zulaika yang hanya berdiri tegak. Dia tidak ingin kepergok dengan Ardian di dalam kamar. Zulaika sedikit cemas. Namun, dia berusaha tenang dan mencari cara untuk terbebas.

"Kau ingin kakakmu membunuhku? Jika melihatmu berada di dalam kamar ini. Dia pasti salah satu istri siri kakakmu yang mengetahui keberadaanmu di sini. Pergilah, atau aku ...."

Ardian tidak peduli. Dia masih terhanyut dengan wajah Zulaika. Perlahan dia mendekatinya, dan kembali menatapnya hangat. Jemari kuat itu mengelus dagu Zulaika dan mengangkatnya, agar dia lebih jelas melihat wajah secantik bidadari itu. Zulaika spontan menghentikan ucapannya. Tidak dia pungkiri, dia terhanyut dengan Ardian.

"Zulaika. Nama yang indah. Secantik orangnya," bisik Ardian.

Tok!Tok!

Suara ketukan terdengar semakin keras. Kali ini beberapa suara memanggil namanya.

"Zulaika. Kami tahu kau bersama seseorang berada di dalam. Kau akan menerima akibatnya!" Melia sangat kencang berteriak. Sementara, Paula mengetuk pintu dengan kasar. Mereka berdua adalah wanita yang sangat berkuasa di sana. Semua istri siri Arman tidak ada yang bisa melawan mereka. Memang, mereka berdua paling cantik di antara yang lainnya walaupun umur mereka lebih tua. Hanya saja, sosok Arman tidak akan pernah puas dengan hal itu. Dia tidak pernah puas menerima semua istrinya saat melakukan hubungan dengannya.

"Kau masih di sini? Aku akan mati setelah ini, begitu juga denganmu. Jika kau ingin melihatku. Pergilah seperti hantu."

Zulaika masih menatap dengan tajam. Berbeda dengan Tuan Muda yang selalu saja tak bergeming. Kedua mata hitam tegas miliknya hanya memandang wajah wanita impiannya. Tidak peduli keributan sudah terdengar memekakkan telinga.

"Senyuman Zulaika. Itulah julukanmu untukku. Sangat indah. Aku akan kembali lagi melihat senyuman itu. Kau ... hanya milikku, Zulaika."

"Aku bukan milik siapapun," balas Zulaika tegas. "Pergilah," lanjutnya. Dia menarik tubuh Ardian. Membawanya menuju jendela kamar. Jemari lentiknya menunjuk pohon yang harus kembali dia naiki.

Zulaika tidak menyangka. Ardian tidak tahan dengan bibir kemerahan yang sangat basah itu. Dia menarik dan mendaratkannya. Kedua mata Zulaika melotot tajam. Secepatnya jiwa Zulaika marah. Dia mendorong tubuh Ardian.

PLAK!

Tamparan keras dia berikan. "Pergilah. Kau akan membuat kita celaka. Pergi!"

Di luar kamar. Semua penghuni wanita sangat kesal. Zulaika tidak juga membuka kamar.

"Ini tidak bisa dibiarkan. Kita akan melaporkannya kepada Arman. Aku melihat Ardian. Yah, Tuan Muda kedua naik ke kamarnya. Saat itu aku akan mengambil bunga di taman seperti biasanya," ucap istri kedelapan Arman yang masih sangat muda dan berumur dua puluh tahun. "Aku menghentikan langkah saat melihat dia seperti itu," lanjutnya.

"Dia sudah sangat kurang ajar. Kenapa dia sampai membohongi Arman? Aku yakin dia sudah berselingkuh dengan Tuan Muda kedua. Kita akan melaporkannya. Cepat, bangunkan Arman. Dia harus mengusir Zulaika sialan itu." Paula sangat puas jika ada yang membuat Zulaika akan celaka.

Nama Zulaika mereka ketahui saat pelayan yang membersihkan kamar Arman keluar dari sana. Arman mendapat nama itu dari para pengawalnya yang mencari tahu. Mereka tidak sengaja, bertemu seseorang yang mengenal Zulaika dan memberitahukan namanya. Pelayan segera menuju kediaman para wanita, mengabarkan hal itu kepada Melia. Tentu saja Melia dengan sekejap menyebarkannya.

Arman dengan sangat marah datang. Apalagi dia terganggu dengan kedatangan pelayan yang nekat menuju kamarnya. Namun, Arman terkejut saat pelayan itu dengan bergemetar mengatakan Zulaika menerima Tuan Muda kedua.

Hati Arman bagai tertusuk sepuluh pedang. Dia sangat marah, dan akan menghabisi Zulaika bersama Ardian saat itu juga.

"Arman suamiku. Dia bersama dengan Ardian. Aku mendengar mereka berbicara di dalam." Paula terus meyakinkan Arman yang semakin mengepalkan kedua tangannya. Menatap pintu kamar Zulaika yang masih tertutup rapat.

"Cepat dobrak kamar ini!" teriak Arman. Beberapa pengawal segera melakukannya.

"Apa kau sudah gila? Kakakmu akan segera masuk. Kau ... akan membuat kita terbunuh! Kau sudah mengetahui namaku. Sekarang pergilah!" ucap Zulaika pelan namun sangat menekan, sambil menunjukkan jemarinya tepat ke wajah Ardian yang malah tersenyum.

"Aku tidak akan pernah pergi. Aku sudah mengatakan kepada kakakku jika aku akan ... mendapatkanmu. Aku tidak peduli dengan kematian. Aku ... akan tinggal!" balas Ardian semakin membuat Zulaika tidak percaya. Dia tidak mau Ardian seperti ini. Dia akan gagal dalam misinya selama 90 hari. Zulaika harus mencari cara.

"Baiklah. Apa maumu?"

Ardian tersenyum puas. Dia bisa membuat Zulaika mengatakan itu sesuai rencananya.

Sementara, pengawal sudah membuat pintu kamar yang kokoh dan tidak pernah terbuka itu menjadi rusak pertama kalinya. Paula dan Melia tersenyum. Namun, tidak dengan Ema. Istri kedua Arman itu mendekati Melia dan berbisik, "Kau ... yang akan mati. Wanita itu sangat cerdas. Kalian tidak akan pernah bisa mengalahkannya ...."

Melia menatap Ema. Kini dia semakin cemas. Apalagi melihat pintu itu sudah semakin terbuka. Dia baru sadar. Kenapa Zulaika tidak segera membukanya? Untuk membuat Ardian pergi dari sana tidak sulit. Melia baru sadar. Zulaika memiliki rencana!

"Aku ... aku akan mendapat ...."

BRAK!

Pintu terbuka lebar. Semua mata memandang dalam kamar. Mereka tidak percaya dengan penglihatan mereka.

"Dia ...," batin Paula.

Arman semakin tersenyum.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status