~Happy Reading All~
***
Tantri merasakan detak jantungnya berdegup hebat. Perasaan itulah yang harus ia tahan sekian lama, karena ia tak mau melanggar kata hati dan berujung menghambat masa depannya nanti.
Ia mencoba menetralkan detak jantungnya yang sedemikian kencang dengan memalingkan muka. Memilih menghadap ke sembarang arah demi menutupi rasa yang berkecamuk di hati.
Ia menggerakkan bungkusan plastik tersebut maju mundur sembari memilin anak rambutnya yang terurai dengan satu tangan yang lain.
"Buruan naik, yuk! Langitnya udah gelap, takutnya bentar lagi ujan gede," ajak Banyu pada Tantri. Tantri mengangguk mengiyakan.
Pemuda itu menunggu Tantri naik melewati pijakan footstep dan berpegangan pada pundaknya. Maklum, motor yang pemuda itu gunakan adalah sebangsa motor gede.
Motor pun melaju. Hati Tantri dan Banyu tampak berdesir hebat. Entah apa yang mereka saat ini rasakan?
Tantri menghela napas kasar, mengingat janjinya pada diri sendiri untuk tidak memiliki kekasih selama lima tahun ke depan. Setidaknya, setelah ia merasa dirinya sudah cukup mapan. Bukan hal baru atau rahasia umum jika sepasang sahabat ini memilih menghargai perasaan masing-masing.
"Hati-hati, jangan ngebut! Aku takut, Mas Banyu!" pekik Tantri.
"Siap, Nona cantik!"
***
Arsaka sudah sampai di pelataran parkir rumah sakit. Ia sengaja meletakkan kendaraannya di depan gedung besar enam enam lantai rumah sakit tersebut guna mempercepat langkahnya menemui sang ibu.
Hatinya tak tenang. Degub kencang di dalam sana. Itulah yang dirasakan Arsaka. Pria tampan dua puluh enam tahun itu sesaat tampak bimbang dengan perasaannya sendiri.
Ia berhenti sejenak. Mencoba mengatur ke luar masuk udara segar untuk mengisi rongga pernapasannya adalah hal yang ia lakukan saat ini. Ia menetralkan pikirannya sendiri, berharap hari ini akan baik-baik saja dan bisa melihat senyum hangat di wajah sang ibu tercinta.
Perlahan namun pasti, jemarinya mengetuk pintu berbahan kayu mahal di hadapannya. Berharap seseorang menjawab sapaannya dan berseru untuk mengijinkannya masuk.
Bukan jawaban, melainkan seseorang yang membukakan pintu. Yadi orangnya.
"Masuk, Den!" ajak Yadi pada anak majikannya tersebut.
Arsaka mengangguk sembari tersenyum samar.
"Mama!" seru Arsaka begitu melihat sang ibu membuka mata dari buaian mimpi barang sejenak.
Mona melengkungkan senyum tipis setipis kulit ari. Tatapannya penuh arti. Netra beningnya terus terarah pada wajah pemuda di sampingnya yang menggenggam erat jari jemarinya.
"Arsaka anakku…" lirih Mona.
"Iya, Ma!" sahut Arsaka cepat. Ia menunggu kelanjutan ucapan sang ibu.
"Maaf jika Mama tadi membentak atau terdengar mengintimidasi dengan ancaman, Mama sungguh tidak ada niat untuk membuat kita bertengkar," jelas Mona.
"Aku bisa mengerti maksud Mama. Aku juga tahu kalau tadi itu Mama hanya sedang merajuk sama Saka. Iya, kan? Mama bikin aku khawatir, tahu nggak, sih?" timpal Arsaka sembari terkekeh mengingat ucapan ibunya saat ada si gadis kumuh.
'Gadis kumuh? Astaga! Seharian ini sudah berapa kali aku menyebut namanya seperti ini? Bisa gila aku kalau di pikiranku ada dia terus menerus!' gerutu Arsaka dalam hati.
Mona menggelengkan kepala dan menampakkan senyum yang jauh lebih lepas dari sebelumnya.
"Mama tidak pernah seserius ini, Saka! Mengenai hal tadi sebenarnya yang akan kita bicarakan adalah menyangkut hal itu. Bisakah Mama menjelaskannya terlebih dahulu padamu, Saka?"
"Apa?! Ta-tapi Mama lagi bedrest, nggak boleh banyak mikir yang nggak-nggak dan buang tenaga. Ingat kata dokter, Ma," sanggah Arsaka tak terima. Ternyata dugaannya salah. Ia memilih membuang jauh-jauh pembicaraan mengenai hal itu bagaimanapun caranya.
"Saka! Tolong dengarkan Mama bicara dulu, bisa, 'kan? Berikan Mama waktu untuk bicara, sebentar saja!" pinta Mona dengan raut wajah serius tak mau dibantah. Tak menerima sebuah penolakan jika dilihat dari jarak amat dekat.
Melihat hal itu Arsaka spontan mengangguk pasrah. Ia biarkan sang ibu meluapkan apa yang mengganjal di hati beliau padanya.
"Mama merasakan nyaman saat melihat gadis kecil berhati malaikat bernama Tantri itu. Senyumnya, ketulusannya, kebaikannya yang spontan mau membantu Mama saat itu juga, membuat Mama yakin bahwa dia adalah calon menantu yang tepat untuk Mama. Dia juga bisa menjadi calon istri yang baik buat kamu. Mama bisa merasakan itu," jelas Mona.
Arsaka hendak menyanggah, namun, telapak tangan sang ibu yang dikibaskan sudah mengurungkan niatnya. Hal itu sudah menandakan bahwa Mona tak menerima bantahan saat dirinya sedang berbicara. Apa lagi yang mereka bahas saat ini begitu urgent bagi keduanya.
"Mama tahu kamu pasti menolaknya, karena kamu sudah memiliki Aleta. Hanya satu pinta wanita ini, Saka! Sungguh, baru kali ini pertama kalinya Mama meminta, tolong kabulkan permintaan Mama. Menikahlah dengan Tantri!" lirih Mona, ia tahu permintaannya terdengar konyol dan mustahil.
Di dalam relung hati terdalam, Mona baru kali ini menyukai seorang perempuan yang sekiranya pantas bersanding dengan putra tunggalnya saat melihat Tantri.
Berbeda dengan mantan-mantan Arsaka yang tak terhitung jumlahnya, termasuk Aleta yang telah dipacarinya selama kurang lebih lima tahun. Entah apa yang membuat dirinya begitu tidak menyukai Aleta. Padahal Aleta adalah pacar terlama sang putra. Hanya ia dan Tuhan yang tahu akan alasan itu.
"Kamu mau 'kan memenuhi permintaan Mama? Kalau nanti Mama sudah dipanggil Tuhan, Mama tidak akan merasa sedih," racau Mona yang kehilangan akal.
"Mama! Jangan pernah Mama mengatakan hal itu lagi! Hanya Mama yang aku miliki. Tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Mama di hidup Saka. Tolong, Mama jangan berkata hal yang tidak-tidak seperti ini. Jangan Ma…" seru Arsaka yang diakhiri dengan isakan tanpa ia sadari. Pria itu meremas jemari sang ibu, menyalurkan semua rasa di hatinya.
Sepasang ibu dan anak itu berderai air mata. Mona tampak mendongakkan kepala seolah menatap sesuatu yang berada di atasnya. Kelopak matanya terasa berat hingga tanpa hitungan detik wanita itu kembali memejamkan mata.
Yadi yang mau tak mau menjadi saksi pergulatan batin antara Mona dan Arsaka memilih diam di tempat. Ia bergeming. Tak berani menyela. Air mata haru tiba-tiba menetes di pipinya. Apakah ia terlalu mudah terbawa perasaan hingga hanya karena hal ini saja bisa membuatnya menitikkan air mata?
Kembali pada Arsaka dan Mona…
Arsaka masih diam sambil sibuk berpikir. Bayangan wajah sang kekasih dan gadis kumuh yang dilihatnya hari ini silih berganti mengisi kapasitas otaknya.
"Astaga!" pekik Arsaka tanpa sadar.
Begitu melihat sang ibu tertidur efek obat yang baru saja diminum sebelum kedatangannya, membuat ia mulai fokus menyiapkan jawaban saat ibunya tersadar nanti.
"Baiklah, inilah keputusanku…" gumam Arsaka lirih sambil terus menautkan jari jemarinya. Ia mengecup punggung tangan wanita yang begitu dicintainya tersebut dengan hati yang sulit diartikan.
To be continue...
***
Mohon dukungannya yaa readers, dari aku yang menantikan dukungan dari kalian... Babay..
~Happy Reading All~******Arsaka terdiam selama beberapa saat, membiarkan segenap pikirannya terfokus pada satu hal.Kebahagiaan ibunya yang lebih penting atau egonya untuk tetap bersama Aleta?Sebuah keputusan harus ia pilih saat ini juga.Arsaka menggeleng samar sembari tersenyum getir. Kenapa harus ada pihak yang tersakiti? Kenapa tidak dirinya saja yang harus menderita?Semua ini pasti akan menyakiti salah satu di antara dua wanita yang begitu berharga di dalam hidupnya. Aleta dan juga sang ibu.Pria itu menyandarkan kepalanya di atas bed pembaringan tubuh sang ibu yang terlelap, entah kenapa ia merasakan kantuk luar biasa dan tanpa sadar memejamkan mata.Sebelum benar-benar terbuai dalam arus mimpi, Arsaka sempat berucap, "Mama.. Aku sayang Mama, jangan tinggalkan aku sendiri…."******Sementara itu di sebuah apartemen mewah, seorang wanita cantik berhasil mem
~Happy Reading All~******"Sudah berapa kali Bapak dan Mama bertemu dengan gadis kumuh tadi?" tanya Arsaka tanpa meralat sebutan yang ia sematkan pada gadis tak bersalah tersebut.Yadi mengernyit. Beberapa garis horizontal tampak berjajar di kening menambah kesan tua pada dirinya.Diliputi tanda tanya besar di kepala, Yadi memilih bertanya langsung pada anak majikannya itu daripada salah menerka."Maksud den Saka bagaimana, ya? Jujur, Bapak kurang begitu menangkap pertanyaan dari den Saka. Bisa tolong dijelaskan secara detail? Maklum den, Bapak 'kan sudah tua, jadi harap sabar!" ungkap Yadi dengan raut wajah serius tak ada selintas pun ia sengaja melakukan hal itu.Bukan bermaksud menguji kesabaran sang majikan muda, melainkan pertanyaan Arsaka begitu membingungkan dan wajar saja jika ia bertanya. Seperti sebuah pepatah yang mengatakan malu bertanya sesat di jalan menjadi pedoman Yadi mengatakan hal tersebut.
~Happy Reading All~*******"Apakah benar itu rumahnya?" tanya Arsaka di seberang rumah Tantri pada Yadi.Yadi mengangguk mantap sambil menjawab, "Benar sekali, Den! Kan tadi saya yang mengantar ke rumahnya."Arsaka hanya memindai ke sekeliling rumah tersebut. Dari samping kiri sampai samping kanan. Rumah yang dipagari susunan kayu dipoles warna putih itu membuat Arsaka bimbang.Masuk atau mengamati dari jauh saja? Arsaka begitu sibuk berpikir."Kita mau di sini sampai kapan, Den? Apa tidak lebih baik kita bertamu secara sopan saja daripada mengintai dari kejauhan seperti ini? Saya takut nanti dikira mau maling sama orang-orang yang lewat, Den!" tanya Yadi serius yang seolah bisa membaca suasana hati sang majikan tampan.Arsaka belum menjawab, namun pemandangan di mata sungguh mengusik indera penglihatannya, di mana saat ini sebuah motor gede berhenti tepat di depan pintu pagar rumah gadis kumuh itu.
~Happy Reading All~******"Waduh, gawat!" pekik Yadi sedikit panik melihat wanita bernama Yusti terus mengamati kendaraan yang dikemudikannya."Buruan jalan, Pak! Ada apa memangnya sama mobil ini?" desak Arsaka yang mengamati keanehan pada diri Yadi."Nggak tahu juga nih, Den! Tadi Sakti ngasih mobil yang ini, kayaknya karena belum diservice, kalau dilihat dari tanda-tandanya! Nyonya juga jarang minta diantar pakai mobil ini. Saya periksa dulu ya, Den!" ijin Yadi pada Arsaka sambil membuka pintu mobil dan segera keluar usai menjelaskan sekenanya.Yadi sudah berada di luar dan membuka kap mobil yang ia kemudikan. Tidak ada yang aneh. Ada apa ini?Arsaka melihat seorang wanita paruh baya mendekati mobil yang ditumpanginya.Satu pertanyaan kecil di dalam benaknya, siapa dia?Kini, seseorang yang ia maksud mulai mendekati sang supir. Ia tidak tahu apa yang mereka berdua bicarakan. Netra hitamnya
~Happy Reading All~******Arsaka belum melanjutkan ucapannya begitu melihat Yadi memalingkan muka menatap rumah yang berada di seberang sana. Di mana pemiliknya tadi sempat berseteru dengan sopir pribadi sang ibu.Sepertinya hari ini banyak pertanyaan berkerumun di dalam otaknya.Arsaka mendengkus kesal. Ia memilih tak melanjutkan pertanyaan yang membuatnya semakin ingin tahu dengan banyak hal. Satu masalah belum terselesaikan, sudah bertambah lagi masalah baru."Ayo Pak, antar aku pulang! Aku mau ambil baju buat berangkat ke kantor besok, Pak!" ajak Arsaka mengalihkan topik."Kenapa tidak dititipkan saja pada Sakti atau Mira, Den? Nanti den Saka capek mondar-mandir ke sana kemari," bujuk Yadi yang tak mau melihat majikannya kelelahan."Nggak apa-apa, Pak. Lagipula cuma ambil beberapa helai doang, nggak bikin capek. Masih capek Pak Yadi yang mengalami kecelakaan dan malam ini masih sibuk antar aku sampai di sin
~Happy Reading All~******Pagi telah menyambut. Hari baru telah tiba dan menyapa indera penglihatan setiap manusia yang masih terlelap dalam buaian mimpi.Jarum jam menunjukkan angka lima. Bunyi jam beker mengganggu telinga seorang gadis yang masih memimpikan seseorang di alam bawah sadarnya. Banyu tengah bertandang dan sesaat kemudian berubah menjadi Arsaka.Tantri terkejut dalam mimpinya. Ia seketika terbangun. Deru napas memburu membuatnya merasa bak mendapat mimpi buruk dan teguran lewat bunga tidurnya."Astaghfirullah, kok bisa aku mimpiin manusia es kayak dia! Ya Allah, semoga hari ini dan seterusnya hamba tidak berurusan dengan orang sepertinya. Aamiin.." doanya pada sang pemilik kehidupan. Ia meraup wajah lusuhnya sehabis bangun tidur berharap semesta mengamini doanya.Mengelus dada sambil mengisi rongga pernapasannya dengan udara segar adalah cara jitu melepaskan efek mimpi buruk yang baru saja ia alami.&nbs
~Happy Reading All~******"Sepertinya dia udah punya pacar! Itu buktinya!" pekik Yadi sambil menunjuk ke arah Banyu yang datang dari arah berlawanan dengan motor sport berwarna hitam.Banyu yang kala itu tampak terlihat macho dan menawan di balik helm, kini membuka penutup kepala lalu menyunggingkan senyum pada Tantri."Aku nggak ngurusin itu, Pak! Bapak tahu 'kan aku di sini hanya untuk cari tahu siapa sebenarnya dia bukan mengurusi kisah hidupnya. Peduli amat, Pak!Punya pacar atau nggak, nggak ngaruh ke dalam hidupku. Aku nggak habis pikir aja, kenapa Mama bersikeras buat nyuruh aku nikahin anak nggak jelas kayak dia!" terang Arsaka di kursi penumpang sembari menyandarkan kepalanya yang sedikit pening karena tidur di sofa rumah sakit demi menjaga sang ibu.Yadi mengangguk paham daripada bernasib buruk apabila menyanggah perkataan sang bos muda. Di saat majikan utama terbaring lemah di bed rumah sakit, Yadi diminta menja
~Happy Reading All~******"Oke, tanyakan saja apa yang kamu mau!" balas Josh, manager personalia di gedung miliknya.Arsaka menghempaskan tubuh lelahnya di atas kursi seberang Josh tanpa dipersilakan lebih dulu. Josh bisa memaklumi atasannya mau berbuat apa pun di dalam ruangannya.Josh memilih menunggu dengan sabar."Bagaimana caramu menerima karyawan yang masuk ke RR Grup?" tanya Arsaka serius."Dengan interview lebih dulu, Bro. Hanya orang-orang terpilih dan memenuhi kualifikasi bisa masuk ke dalamnya. Aku tidak pernah memakai jalan belakang pada siapa pun untuk menerima mereka. Aku bersumpah!" yakin Josh karena ia memang selalu jujur dalam melakukan pekerjaannya."Tidak usah seserius itu bicara padaku! Aku hanya ingin kamu melakukan hal kecil untukku!" ucap Arsaka seraya menyeringai. Tampak sedikit.. Menakutkan.Ada apa ini?"Baiklah, apa yang kamu mau aku lakukan untukmu?"&