Share

Secangkir Racun

Penulis: Fredelina Putri
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-15 17:30:49

~Happy Reading All~

***

Wanita paruh baya yang tersenyum di ambang pintu itu membuat Mona seketika merasa malas dan risih berurusan dengannya. 

"Kenapa kamu diam saja dan tak menyambut kedatanganku, Mona? Kita sudah lama tak berjumpa, loh!" sapanya basa-basi. Senyumnya mengembang sempurna saat mendekati Mona di atas bed rumah sakit yang didominasi warna putih tersebut. 

"Aku ingin tidur, tolong jangan menggangguku!" sahut Mona dengan ketus. 

"Mana mungkin aku ingin mengganggumu? Aku datang karena ingin berkunjung karena kita sudah lama sekali tak berbincang santai," kilahnya memberi alasan yang sekiranya masuk akal. Ia berusaha mengajak berdamai dengan Mona. 

Mona tersenyum sinis dan berkata, "Wah, artis besar sepertimu masih punya waktu untuk menemuiku, baik sekali, ya! Ck! Ck!" sindir Mona. 

"Mona! Bisakah kita kembali seperti dulu? Bukankah kita bersahabat baik? Kenapa kamu tega sekali mendiamkanku setelah sekian lama. Masalah yang telah lalu, biarlah berlalu. 

Mari kita buka lembaran baru dengan hidup yang lebih baik. Bagaimana?" tawarnya begitu santai dan lembut. Tampak sekali wanita ini memaksakan menyunggingkan senyum di kedua sudut bibirnya pada Mona yang terbaring lemah di atas ranjang terlapisi seprei putih. 

"Apa aku tak salah dengar? Oh iya, terima kasih sudah menengok aku di sini…" ucap Mona tampak jengah. 

"Ini ada sedikit buah-buahan kesukaanmu. Pisang ambon yang sangat manis. Kamu pasti akan menyukainya," ucap Debora, artis senior yang telah lama berkecimpung dengan dunia peran itu pada Mona, sahabatnya dulu. Entahlah kalau sekarang? 

Sekeranjang buah-buahan itu Debora letakkan di atas nakas samping tempat tidur Mona. Ia berharap usahanya itu membuahkan hasil. 

Mona memalingkan muka, ia sudah tak tahan lagi berdekatan dengan Debora. Masalah di masa lalu tampaknya masih menjadi alasan Mona berbuat demikian pada wanita yang datang mengunjunginya tersebut. 

"Permisi, Nyonya!" sela Yadi yang telah berada di ambang pintu memecah kesunyian di antara dua wanita di dalam ruangan itu. 

Yadi tampak bingung kala mendapat sorotan tajam dari sang tamu yang tampak tak suka dengan kehadirannya.

Mona mengalihkan pandangan ke arah sopir pribadinya yang telah mengabdi pada keluarganya selama lebih dari dua puluh tahun tersebut. 

"Yadi! Masuklah!" titah Mona yang menyurutkan niat Debora untuk berbaikan dengannya. 

Yadi mengangguk patuh dan tak menggubris tatapan tajam dari salah satu artis kenamaan yang ada di samping sang majikan. Ia lebih memilih menuruti perintah Mona dan menunjukkan loyalitasnya. Tak peduli apa yang dipikirkan tamu angkuh dan terlihat sombong itu. 

"Yadi, tolong bilang sama tamu saya ini kalau saya mau istirahat! Saya masih harus bedrest begitu kata dokter, semoga tamu saya bisa mengerti!" ucapnya yang menganggap Debora tak ada di sana. 

Rahang Debora mengetat menahan kekesalan dalam diri. Ia merasa terhina. Tanpa pikir panjang, Debora mengayunkan kaki ke luar. Sebelum benar-benar pergi, ia menoleh ke belakang dan berkata, "Aku akan tetap kekeuh untuk perdamaian kita! Lebih baik sekarang kamu beristirahat. Maaf telah mengganggu waktumu!" 

Setelah mengucapkan hal itu, dengan berat hati Debora pergi dari sana, meninggalkan dua manusia berlawanan jenis di dalam ruangan berpenyejuk di dalam salah satu rumah sakit terbaik tersebut. 

***

"Sayang, akhirnya kamu datang! Aku tuh masih kangen banget sama kamu," ucap Aleta dengan manjanya. Ia menggelayuti lengan kekar Askara yang selalu rutin menjaga kebugaran tubuhnya dengan berolahraga. 

Tampak bersandar di bahu Askara yang membuatnya nyaman, Aleta berkeluh kesah. 

"Sayang, kok kamu diam aja, sih? Habis pulang dari rumah sakit nemuin Tante Mona kok mukanya ditekuk gitu? Ada apa sebenarnya? Tante baik-baik aja, 'kan?" berondong pertanyaan keluar dari bibir Aleta yang saat ini terpoles lipstick berwarna peach. 

Askara menjatuhkan pantatnya tepat di sofa empuk yang ada di ruang tamu, tentu saja ada Aleta di sampingnya. Perempuan itu belum juga melepaskan lingkaran tangannya di lengan kekar miliknya. 

Pria itu tampaknya belum ingin menjawab sejumlah pertanyaan yang berjejal terlontar di bibir tipis kekasihnya tersebut. Ia mulai memikirkan ucapan sang ibu hingga ia tak sadar bahwa kekasihnya menatapnya penuh selidik. 

"Sayang? Sepertinya kamu haus deh, nggak konsen gitu diajak ngomong. Sebentar, ya!" ucap Aleta seraya beranjak dari sofa dan melepaskan lengan sang kekasih yang sesaat membuatnya nyaman tak mau pisah. 

Arsaka mengangguk pelan dengan senyum tipis terulas dari kedua sudut bibir merah kecokelatan miliknya. Lagi-lagi bayangan perempuan yang ia temui di rumah sakit kembali terlintas. 

"Astaga! Ada apa dengan pikiranku saat ini? Dia masih kecil, Saka! Kenapa Mama bela-belain ngambek sama aku hanya gara-gara bocah ingusan kayak dia?" gerutu Arsaka sambil menepuk paha. Tangannya refleks mengepal kesal. 

Sementara itu di dapur minimalis milik Aleta. Perempuan itu hendak mencampurkan sesuatu ke dalam minuman yang telah ia buat. Namun, sejenak perasaan bersalah membayangi pikirannya. Ia menggeleng samar. 

"Nggak! Ini nggak benar! Kalau aku ngelakuin ini yang ada Saka malah anggap aku cewek murahan karena jebak dia. Aku harus gimana? Ini semua aku lakuin supaya kamu bisa jadi milikku, Saka," gumam Aleta yang tampak meragu hendak melanjutkan rencananya atau mengurungkan. 

Teringat ucapan sang ibu padanya bahwa cara ini satu-satunya demi mendapatkan Arsaka seutuhnya. Cara ampuh yang diyakini sang ibu kini benar-benar ia praktekkan. 

Aleta membubuhkan serbuk berwarna putih ke dalam secangkir teh hangat. Serbuk tersebut memiliki kandungan untuk melemahkan pikiran, merangsang hasrat seseorang, dan membuat orang tersebut lupa barang sejenak apa yang mereka lakukan nantinya. 

"Aku terpaksa melakukan ini, Saka. Sungguh aku melakukan ini demi kita. Demi penyatuan cinta kita. Ibumu tidak akan mengganggu hubungan kita berdua. Mulai malam ini kamu akan menjadi milikku seutuhnya…" yakin Aleta sembari tersenyum licik. 

Sebagai seorang artis pemeran protagonis di layar kaca, hal semacam berakting atau bersandiwara di depan kamera sudah biasa ia lakukan. Kali ini ia harus bersandiwara di depan Arsaka. Berpura-pura manis dan memasang wajah polos tanpa dosa. 

Demi semua harapan dan angan mempersatukan cinta keduanya di hadapan Tuhan serta mendapat restu Mona Rosalie, ia rela menjebak sang kekasih. Bukankah ini bisa dibilang cinta yang penuh ambisi? Tidak mungkin bukan jika ini adalah cinta tulus dan sejati? 

Dua cangkir teh hangat telah berada di sebuah nampan kayu kecil dalam genggamannya. Ia tersenyum puas karena trik ini pasti akan berhasil. 

Pasti! 

Ia yakin Arsaka pasti akan segera menandaskan cairan bening ini ke dalam tenggorokannya. 

Tak mau buang waktu, ia mempercepat langkahnya menuju ruang tamu di mana Arsaka berada. 

"Maaf ya, Sayang. Lama, ya?" ucap Aleta basa-basi. 

Arsaka menggeleng tanpa sebuah jawaban yang keluar dari bibirnya. Aleta menatap heran, lalu bersikap biasa-biasa saja. 

"Diminum dulu, Sayang! Kamu pasti haus, 'kan?" titah Aleta sembari menyodorkan secangkir teh hangat ke tangan sang kekasih. 

"Makasih, ya…" ucap Arsaka sembari tersenyum simpul. 

Satu

Dua 

Tiga

' Ayo, buruan diminum, Sayang!' pekik Aleta dalam hati penuh kegirangan. 

Sebentar lagi… 

***

To be continue.. 

Hai kakak bagi yang suka dengan cerita ini jangan lupa masukkan ke dalam rak, ya! Mohon dukungannya… Terima kasih semuanya… semoga suka dan terhibur dengan cerita recehku… 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Pilihan Mama   Kan Sudah Halal (TAMAT)

    Kedua mata Tantri terbuka lebar. Ia menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arah pria muda yang pernah singgah di hatinya selama bertahun-tahun lamanya. Tantri menahan tangis dan amarah di saat bersamaan. Ia terlanjur kecewa dan terluka. Baik Tantri dan Banyu, mereka sama-sama terluka. Namun luka yang dialami Tantri kali ini bertambah dengan ucapan Banyu barusan. Perempuan itu menghela napas berat sebelum akhirnya memberanikan diri kembali mendekati Banyu."Mas…"Banyu menatap dalam kedua mata Tantri dengan hati yang terluka sekaligus penuh harap akan perpisahan perempuan itu yang baru saja menikah dengan Arsaka. "Bagaimana bisa kamu mendoakan aku untuk berpisah dengan laki-laki yang baru beberapa hari menikahiku? Apakah itu adalah doa terbaik darimu atau kutukan darimu? Aku tahu Mas Banyu bukan laki-laki pendendam yang sanggup mengatakan hal-hal semacam itu. Mas, ingat kata-kata itu termasuk doa. Jaga lisan kamu, Mas! Aku tahu kamu itu orang baik. Jangan pernah mengatakan hal

  • Istri Pilihan Mama   Kutunggu Jandamu!

    "Saya nggak keberatan kalau kamu mau menyelesaikan urusan kamu dengan dia. Saya akan menunggu kamu di mobil." Arsaka mengatakan hal itu dengan tenang sebelum akhirnya mantap melangkahkan kaki menuju ke dalam kendaraan roda empatnya yang terparkir di halaman Rumah Sakit.Tantri mengangguk pelan menanggapi pemberian izin suaminya. Ia terus mengarahkan pandangannya pada laki-laki yang semula ia benci dan kini telah menjadi suami sahnya hingga tak lagi terjangkau sepasang mata indahnya.Sepeninggal Arsaka, Banyu menatap wajah ayu Tantri yang kini tampak bersalah kepadanya. Suasana mendadak sendu. Rasa kecewa dan terluka bercampur aduk di sekitar mereka berdua."Bagaimana kabarmu setelah melakukan ini padaku, Tantri?" tanya Banyu dengan ekspresi terluka yang begitu kentara."Mas Banyu, aku minta maaf," ucap Tantri seraya menundukkan kepalanya."Minta maaf dalam hal apa, Tantri? Minta maaf karena kamu menikah secara tiba-tiba dengan mantan atasan kita tanpa sepengetahuanku atau karena meny

  • Istri Pilihan Mama   Apa Kabarmu, Tantri?

    Yusti tersenyum teduh pada lelaki yang pernah menjadi cinta pertamanya saat duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ia pun memantapkan hati dan pikirannya mengenai keputusan yang sesaat lagi harus ia ungkapkan di depan orang-orang ini. "Bu Mona, saya tidak mau jadi orang munafik," kata Yusti sembari tersenyum malu beberapa detik kemudian."Maksudnya?" "Saya bersedia menghabiskan sisa hidup saya bersama laki-laki ini," ucap Yusti kemudian sambil meruncingkan jari telunjuknya ke arah Yadi. Yadi masih tak menyangka akan mendapat durian runtuh seperti ini. Ia masih mengira semua ini adalah halusinasi yang ditimbulkan olehnya efek bius yang sempat bertengger di tubuhnya. Nyatanya, senyum manis mengembang sempurna di wajah ayu Yusti yang tak lagi muda. "Kamu serius mau menikahi laki-laki seperti aku, Yusti?" Yadi bertanya dengan tatapan yang semakin lama semakin blur. Rupanya air matanya menggenang di sana membuat penglihatannya sedikit terganggu."Kenapa nggak, Yadi? Semula aku selal

  • Istri Pilihan Mama   Menolak Atau Menerima?

    Empat orang berkumpul di kamar inap Yadi. Semua orang memiliki buah pemikiran mereka sendiri. Arsaka diam-diam mencuri pandang pada istri kecilnya lalu perlahan-lahan melarikan pandangan pada Yusti yang sedang menunggu penjelasan baik darinya ataupun Tantri. "Sebenarnya tadi itu saya sudah mengetuk pintu. Tapi tidak ada jawaban. Melihat Bi Yusti dan Pak Yadi masih sama-sama terlelap, saya tidak berani membangunkan kalian. Jadi, saya memutuskan meletakkan makanan di atas meja. Setelah itu saya juga ingin meminta maaf karena kami diam-diam mencuri dengar apa yang tadi kalian bicarakan. Untuk yang terakhir ini memang kami akui kami sudah kelewat batas. Tolong maafkan kami, Bi Yusti." Arsaka membela sang istri di garda depan agar tak mendapat amukan Yusti yang sedari tadi memberengut kesal. "Tapi kan kalian ini sudah sama-sama dewasa, masa iya ada orang tua lagi bicara serius eh malah kalian nguping? Malu ah sama umur," Yusti masih terlihat merajuk.Yadi yang ada di sebelahnya tertawa

  • Istri Pilihan Mama   Sejak Kapan?

    Kedua mata Arsaka membola. Ia sudah membayangkan yang tidak-tidak. Ia begitu khawatir dan juga panik kalau sampai aksinya saat ini tertangkap basah oleh pasangan paruh baya di sekelilingnya. Eh tunggu dulu? Memangnya mereka adalah pasangan kekasih? Astaga! 'Fokus, Saka! Fokus! Nggak usah mikirin hal lain. Lebih baik kamu berdoa supaya bisa tetap aman dan bisa cepat kabur dari sini. Bi Yusti, aku mohon tolong jangan bangun dulu,' ucap Arsaka dalam hati seraya menyemangati diri sendiri supaya situasi tetap aman terkendali.Entah semesta merestui niat baiknya atau tidak. Bukan Yusti yang membuka mata atau menangkap basah dirinya di ruangan itu, melainkan pasien yang terbaring lemah bernama Yadi yang kini membuka mata. Pandangan Yadi sepertinya masih blur dan pria itu sedang berusaha sekuat tenaga beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Hal itu dimanfaatkan oleh Arsaka untuk berjongkok dan berjalan mengendap-endap hingga pintu keluar. Sumpah demi apa pun, Arsaka tidak pernah melakuka

  • Istri Pilihan Mama   Gawat! Bagaimana Ini?

    Selang infus masih terpasang di punggung tangan Yadi. Yusti menatap iba pada lelaki yang seringkali ia maki jika mereka berjumpa. Dan sekarang ia merasakan kesepian sepertinya ada yang kurang di dalam hatinya.Bukan ini yang Yusti inginkan. Ia ingin melihat Yadi dalam keadaan baik-baik saja. Walau kata dokter barusan Yadi akan baik-baik saja usai mendapatkan penanganan, hal itu tidak lantas membuat kecemasannya mereda. Ia masih tetap merasakan hal itu mengganggu ketenangan jiwanya. "Yadi, ayo bangun! Kamu nggak kangen berantem sama aku? Kalau kamu berani sama aku, ayo ladeni kata-kataku! Jangan cuma tidur terus! Payah ah kamu, masa begitu saja kamu belum bangun juga. Ayo bangun! Kita lanjutkan perseteruan kita lagi dan lagi," tantang Yusti sambil menahan tangis. Air matanya kembali tumpah membasahi pipi. Ia kesal sekali. Menurutnya, ia bukan tipikal wanita yang cengeng. Tapi kenapa ia malah menangis hanya karena ini? "Ayo bangun, Yadi! Katanya kamu mau nikah sama aku? Jadi apa ngga

  • Istri Pilihan Mama   Permintaan Bibi

    Arsaka diam. Pria itu bergeming di posisinya. Ia melirik sekilas ke arah Yadi. Tak lama kemudian Arsaka menghela napas panjang sebelum berucap pada sang mantan. "Silakan lakukan apa pun yang kamu mau. Aku nggak akan menghentikan atau melarang kamu untuk menyakiti dirimu sendiri. Kalau kamu sakit, yang rugi itu bukan aku. Melainkan kamu. Sekarang kamu mau melakukan apa pun, semuanya juga akan kembali ke kamu. Kamu sudah dewasa dan bisa berpikir jernih. Kalau kamu merasa menyakiti diri sendiri akan menjadi jalan terbaik untuk kamu, ya itu hak kamu. Kamu dan aku sudah tidak seperti dulu. Kamu adalah kamu. Dan aku adalah aku dengan seseorang yang telah menjadi masa depanku. Sekarang yang bisa aku katakan ke kamu adalah berhentilah bersandiwara! Kamu adalah seorang artis dan model. Tidak bersamaku tidak akan membuat kamu menderita atau merugi. Seharusnya kamu bersyukur karena sudah tidak lagi berhubungan dengan aku. Kamu bisa mencari atau menemukan seseorang yang jauh lebih tepat darip

  • Istri Pilihan Mama   Ancaman Sang Mantan

    Tepat sebulan setelah kejadian di mana Tantri dilamar secara pribadi dan mendadak oleh Arsaka, saat ini kedua insan manusia yang sempat dijodohkan oleh Mona beberapa bulan lalu duduk bersisian di hadapan sang penghulu."Nak Arsaka sudah siap?" tanya sang penghulu sebelum memulai prosesi ijab kabul."Saya siap, Pak," tegas Arsaka tanpa ragu."Wah pengantin laki-lakinya sudah nggak sabaran rupanya menjadi suami sah dari Mbak Tantri! Kalau begitu tanpa mengulur waktu lagi, mari kita mulai prosesi pengucapan janji suci antara Mas Saka dan Mbak Tantri!" ajak sang penghulu yang berusaha mencairkan suasana yang sempat terasa kaku di sekelilingnya.Dan dimulailah pengucapan ijab kabul…Arsaka mengucap janji suci pernikahan dengan tegas, lantang dan "Bagaimana saksi? Sah?" tanya bapak penghulu pada para saksi yang duduk mendampingi sepasang pengantin tersebut. "Sah!" pekik para saksi dengan penuh semangat. Arsaka melirik Tantri yang ada di sampingnya yang kini tersipu malu usai mendengar pe

  • Istri Pilihan Mama   Kita Nikah Bulan Depan!

    "Lepaskan ibuku!" teriak Arsaka sambil mendorong tubuh Debora hingga terjatuh di paving block. BruggSuara tubuh wanita itu "Aaaakkh, sakit!" Debora meringis kesakitan. Ia mengangkat tangannya meminta pertolongan suaminya. "Papa, tolong!" Guntur yang merasa bersalah usai mendengar pengakuan Mona hanya bisa diam dan perlahan-lahan membantu istrinya untuk bangun dari posisi memalukan itu."Papa, jangan tinggal diam! Mereka berdua sudah melakukan kejahatan sama Mama. Ayo buruan lapor polisi, Papa!" Debora mengemis iba pada Guntur. Ia mencoba mengompori sang suami agar mau menuruti permintaannya. Bukan ekspresi marah yang kini terlihat di wajah Guntur. Wajahnya masih menunjukkan perasaan bersalah pada semua orang yang ada di sekelilingnya terutama pada gadis cantik yang diakui Mona sebagai calon menantu."Apakah benar kamu adalah anaknya Sekar?" tanya Guntur usai membantu sang istri berdiri di sampingnya dengan lebih baik. Ia melepaskan gelayutan tangan Debora dan mendekati Tantri. "

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status