Mobil Hamish yang mengalami kecelakaan masih berada di polsek untuk diamankan. Mobil itu mengalami kerusakan yang cukup berat dan Najwa sama sekali tak berniat untuk memperbaikinya. Bukan tidak mau memperbaikinya, tapi hatinya masih sakit kala ia teringat bahwa mobil itu tak hanya suaminya saja yang naiki tapi juga madunya, Aisyah Rahmah.
Terpaksa, Hamish memanggil taksi online untuknya dan Aisyah pulang. Untung saja barang bawaan ibunya tak banyak, hanya ada beberapa baju dan itu bisa ia bawa dengan sebelah tangannya yang baik-baik saja, sedangkan ibunya membantu membawa barang-barang Aisyah dan bayinya. Aisyah sendiri menggendong bayinya.
“Kenapa gak ada yang jemput kita, mas?” tanya Aisyah berbisik pada Hamish. Hamish menoleh sejenak dan tak berniat sama sekali menjawab pertanyaan Aisyah itu, masalahnya adalah ia akan pulang ke rumah tapi entah mengapa perasaannya tak enak. Hamish sadar kalau rumah itu bukanlah rumahn
“Ibu,” sapa Najwa pada ibu mertuanya sembari mencium punggung tangan perempuan paruh baya tersebut saat menyambutnya datang. Ida tersenyum kepada Najwa, “masuk, bu,” ajak Najwa. Ia menoleh ke arah suaminya dan istri muda suaminya yang tertunduk tak berani menatap wajah Najwa.“Mas, ayo masuk,” ajak Najwa pada Hamish yang masih diam. Biasanya, Najwa juga akan menyambutnya dengan mencium tangannya, tapi kini sang istri tak melakukan hal itu. Membuat Hamish merasa ada yang hilang di sudut hatinya. Senyum Najwa juga terasa dingin.“Mas, aku langsung ke kamar aja,” bisik Aisyah yang terlihat sungkan. Najwa mendengar itu dan menoleh ke arah Aisyah yang langsung kembali menundukkan pandangannya, tak berani menatap wajah Najwa. Aisyah sendiri bingung harus menegur Najwa dari mana dulu, jadi ia memilih diam dan membiarkan suaminya bertindak, sedangkan Najwa seolah tak menganggapnya ada. Melihat sikap Najwa yang
Rasa bersalah kepada Najwa terus menggelayuti hati Hamish. Bahkan, sebenarnya ia enggan keluar dari kamar sang istri. Tujuh tahun ia tidur bersama Najwa, kini Najwa bahkan memalingkan wajah darinya. Hati Hamish terasa diremas, berulang kali ia menghela napas karena merasa bingung dan gelisah. Jujur saja, sejak mendapatkan donor darah dari Najwa, hati terdalamnya terenyuh dan semua kebaikan Najwa melambai dibenaknyaDengan langkah kaki goyah, Hamish turun ke bawah. Impiannya untuk memeluk sang istri, sirna dan entah mengapa itu menyurutkan semangatnya.“Kenapa, nak?” tanya Ida pada sang putra. Hamish mengangkat wajahnya, raut kebingungan tercetak jelas di wajah sang putra, membuat ibu merasa iba, apalagi kondisi Hamish masih belum baik betul.“Najwa memintaku keluar dari kamar, bu,” keluh Hamish yang membuat sang ibu kaget.“Kamu sudah jelaskan situasi kamu kepada Najwa dan meminta maaf padanya?” tanya sang
“Kamu sedang apa, mas?” tanya Aisyah selidik saat ia baru saja bangun karena suara keributan di dapur. Resiko memiliki kamar yang dekat dengan dapur kotor, belum juga matahari terbit dengan sempurna, tapi suara-suara berisik di dapur membuat anaknya susah terlelap dan akhirnya menangis lalu ia terpaksa bangun. Diperhatikannya baik-baik Hamish yang sedang sibuk berkutat di dapur dengan lihai, “tangan kamu bukannya masih cedera, ya, mas? Apa yang kamu lakukan di dapur sepagi ini sih?” tanya Aisyah heran. Tak pernah sama sekali ia melihat Hamish begitu sibuk di dapur, setahunya dia lelaki yang anti ke dapur, baginya dapur adalah tempat wanita yang menyajikan makanan buat suami, dan bukan malah sebaliknya.“Aku sedang buat nasi goreng, kamu mau, kan?” tanya Hamish. Hati Aisyah terenyuh mendengarnya. Siapa yang sangka bahwa Hamish benar-benar memerhatikannya sampai melewati batas yang ditetapkannya sendiri demi membuatkan sarapan untuknya.“Mau, mas,” kata Aisyah malu-malu. Hamish hanya te
Aisyah masih menangis di kamarnya setelah kepergian Hamish ke kamar Najwa seraya memberikan sarapan nasi goreng buat perempuan itu. Aisyah merasa Hamish berubah sejak pulang, diingatnya baik-baik sikap Hamish sejak kecelakaan itu. Hamish yang hanya menatap datar ke arahnya dan sang bayi yang ada di pangkuannya saat ia sadar. Hamish yang banyak melamun dan tak pernah menggendong bayinya.“Aisyah, apakah,-“ suara Ida, mertuanya yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya membuat Aisyah buru-buru menghapus air matanya. Ida mengerutkan kening melihat sikap Aisyah yang menyembunyikan air matanya itu. Ida mendekat dan duduk di samping Aisyah di sisi ranjang, “ada apa, Aisyah?” tanya Ida. Aisyah yang mudah menangis dan tak pandai menyimpan luka hati itu, langsung kembali menangis di hadapan Ida yang semakin membuat Ida menatapnya heran.“Mas Hamish, bu,” jawab Ida dengan air mata yang berderai.“Hamish, kenapa?” tanya Ida heran.“Mas Hamish ke kamar mbak Najwa sembari membawakan nasi goreng buata
Najwa berniat ke dapur untuk mengambil beberapa Loyang yang baru ia beli bersama Sarah kemarin dan akan ia bawa ke toko kue hari ini. Sepanjang jalan menuju dapur, hatinya yang gamang dan galau itu kini berangsur lega. Tak bisa dipungkiri bahwa ia masih mencintai Hamish dan menempatkan lelaki itu satu-satunya di hatinya hingga kini. Najwa sangat mencintai Hamish, sosok ayah yang selama ini dirindukannya ia temui dalam diri Hamish. Lembut dan pengertian, meski terkadang ucapan Hamish ada yang menusuk hatinya, ia bisa memakluminya.Pagi ini tak bisa dipungkiri kalau Najwa merasa tersanjung dengan perhatian Hamish yang tiba-tiba itu padanya. Najwa tahu bahwa Hamish tak suka berada di dapur, menyiapkan makanan seperti tadi benar-benar bukan seperti Hamish, itu kenapa Najwa merasa diratukan. Najwa terus melangkah, sesekali senyum terbit di wajahnya yang ayu itu. Gamis panjang dan kerudungnya yang berwarna pink itu seolah menegaskan bahwa hari ini hatinya sangat cerah seperti mentari pagi y
“Kasihan ya bu Najwa, kurang apa dia untuk pak Hamish?” bisik Widya pada Tuti. Tuti hanya mengangguk sembari menguleni adonan hingga kalis sebelum mendiamkannya, untung saja suhu malam ini terasa panas jadi semoga adonan yang ia buat nanti mengembang dengan sempurna seperti sebelum-sebelumnya.“Mbak,” tegur Widya karena Tuti hanya diam.“Aku gak bisa berkomentar apa-apa, Wid. Gimana, ya? Ujian tiap orang beda-beda. Dan kebetulan ujian bu Najwa soal suaminya,” kata Tuti.“Kalau bu Najwa ngajukan gugatan perceraian bisa, kan?” tanya Widya.“Bisa, apalagi pak Hamish itu menikah lagi tanpa sepengetahuan bu Najwa, jatuhnya kan berselingkuh dan undang-undang perselingkuhan itu ada, bisa diperkarakan,” kata Tuti.“Kenapa bu Najwa gak pilih jalur itu saja?” tanya Widya heran.“Kamu sendiri kenapa masih bertahan dengan suamimu yang katamu pemalas itu?” tanya Tuti. Widya terdiam, ia tak bisa menemukan jawaban yang pas untuk Tuti.“Karena dia gak mendua,” jawab Widya.“Mana ada perempuan yang ma
Jika tahu pulang ke rumahnya sendiri akan membuatnya terluka seperti ini, Najwa tak akan pulang ke rumah tadi dan memilih tidur di toko saja. Najwa sangat kecewa dengan sikap Hamish yang berat sebelah kepadanya, bahkan tak mempercayai ucapannya sama sekali.“Najwa, buka pintunya sayang,” suara Hamish masih terdengar di luar pintu kamarnya dengan ketukan pelan.“Sudah malam mas, aku lelah dan ingin tidur. Pergilah,” jawab Najwa.“Ijinkan aku tidur denganmu, sayang …” pinta Hamish memohon.“Setelah apa yang telah terjadi barusan?” tanya Najwa.“Aisyah tak pernah berbohong, Najwa,”“Jadi maksudmu aku yang berkata dusta?” sahut Najwa.“Bukan begitu, kupikir kamu pasti lelah dan memikirkan hal yang tidak-tidak,” kata Hamish mencari alasan.“Kembali saja kepada Aisyah, mas. Bukankah mas tadi bilang kalau Mufti sampai terbangun gara-gara aku?” tanya Najwa. Hamish menghela napas, ia benar-benar frustasi dan tak tahu lagi harus menghadapi Najwa bagaimana. Dia pikir memiliki dua istri akan sang
Najwa berusaha menyibukkan diri dengan fokus pada adonan kue pesanan yang diterimanya, meski tanpa dipungkiri, ia kepikiran terus akan Mufti.“Bu Najwa kenapa?” tanya Tuti pada Najwa.“Pak Hamish menitipkan Mufti padaku, Ti, saat aku menaruhnya di atas tempat tidur untuk mencari mainan di kamar mandi, tiba-tiba Mufti menangis, aku berlari keluar dan melihat dia sudah di lantai,” kata Najwa.“Astaghfirulloh,” ucap Tuti sangat kaget dengan apa yang barusan dikatakan oleh Najwa tersebut.“Dia guling-guling sampai jatuh, bu?” tegas Tuti, Najwa menggeleng.“Memangnya bayi hampir dua minggu bisa tengkurap?” tanya Najwa dan Tuti menggeleng.“Terus kenapa bisa jatuh?” tanya Tuti bingung.“Itulah yang aku bingungkan serta cemaskan, Tut. Pak Hamish marah besar dan gak percaya sama aku. Aku juga cemas sama Mufti,” kata Najwa.“Bukankah di kamar bu Najwa ada cctv?” Widya nyeletuk obrolan, membuat Najwa dan Tuti saling memandang dengan tatapan kaget dan baru sadar apa yang dikatakan oleh Widya ada