Share

Bab 6: Awal Mula Pertemuan

“Apa yang dikatakan oleh Najwa, Hamish?” tanya ibu Hamish pada Hamish. Hamish memandang wajah ibunya sejenak sebelum menggeleng ke arahnya.

“Nggak ada,” jawab Hamish.

“Kita jadi pulang hari ini, kan? Najwa ke sini dan bayar tagihan rumah sakit, kan?” tanya ibunya kembali. Hamish diam, ia masih bergeming. Sebenarnya ia memiliki uang, hanya saja ia tak mau menggunakannya lebih dulu jika bukan hal yang mendesak. Ia benar-benar heran dengan Najwa, kenapa istrinya itu menghabiskan limit kartu kreditnya?

“Iya, bu, sebentar Hamish ke bagian administrasi dulu lagi,” kata Hamish seraya beranjak dari kasurnya.

“Loh? Katanya Najwa ke sini dan bayar tagihannya?” tanya ibunya heran.

“Najwa sibuk beresin kamar, bu. Dia cuma transfer,” jawab Hamish berbohong pada ibunya. Ida mengangguk mengerti dan mendampingi sang putra berjalan ke bagian administrasi untuk melakukan pelunasan tagihan rumah sakit.

“Kamu gak jenguk anakmu dulu?” tanya sang ibu setelah Hamish selesai melakukan pelunasan pada tagihan rumah sakitnya.

“Bentar lagi kita kan pulang sama-sama, mending beres-beres di kamar dulu, bu,” kata Hamish.

“Untung saja Najwa cepet donor darah buat kamu, kalau enggak? Ibu gak bisa bayangin,” Hamish menoleh ke arah ibunya dengan tatapan bingung.

“Jadi Najwa yang donor darah buat Hamish?” tanya Hamish dan ibunya mengangguk.

“Ibu juga dengernya dari dokter, Najwa gak ngomong apa-apa pas pulang dari rumah sakit termasuk kalau Aisyah juga lahiran anak kamu,” kata ibunya. Membahas Aisyah lagi, membuat hati Hamish serasa dicubit. Perselingkuhannya kini sudah terbongkar.

“Maaf bu, bukannya Hamish mau sembunyikan Aisyah, tapi …”

“Tapi kamu bingung kan mau ngomong dari mana dulu?” tebak ibunya. Hamish diam, “nak, semuanya sudah terlanjur sekarang, yang ibu minta hanya satu,” kata ibunya seraya menatap Hamish lekat-lekat. Mereka berhenti di koridor rumah sakit lalu Ida mengajaknya anaknya duduk di salah satu bangku kosong di sekitar mereka.

“Apa, bu?” tanya Hamish.

“Berlaku adillah kepada Najwa dan Aisyah,” kata sang ibu. Hamish terkejut mendengarnya. Apa itu artinya Najwa menerima Aisyah? Pikirnya. Sejak siuman, ia dan ibunya tak pernah membahas perselingkuhannya sama sekali. Sepertinya sang ibu memberi ruang untuknya memulihkan keadaannya lebih dulu dan kini Hamish terlihat jauh lebih baik, maka itu sang ibu berani bicara soal Aisyah. Meski dokter melarangnya pulang hari ini, tapi Hamish ngotot ingin pulang karena ia ingin bicara dengan Najwa. Bagaimanapun Hamish tahu kalau ia telah melukai hati istrinya itu. Padahal sebelum ini sikapnya juga selalu tak menyenangkan kepada Najwa ditambah sekarang rahasia besarnya terbongkar, maka dari itu ia tak mendebat soal kartu kreditnya tadi ke Najwa. Hamish jadi makin merasa bersalah pada Najwa, apalagi Najwa menyelamatkan hidupnya dengan mendonorkan darahnya.

“Ibu bicara apa saja ke Najwa? Bagaimana reaksinya, bu?” tanya Hamish penasaran. Perempuan paruh baya itu menghela napas berat lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.

“Hati perempuan mana yang tidak hancur kala mengetahui suaminya mempunyai wanita lain, Hamish? Kamu sendiri sudah melihat bagaimana ibu hidup, kan?” tanya sang ibu. Hamish tertunduk sejenak, ia sadar bahwa ia mewarisi sifat ayahnya yang mendua dan ia tak pernah menyangka kalau ia akan melakukan hal itu, hal yang dulu sangat dibencinya karena ayahnya menduakan ibunya. Tapi, kini ia malah menduakan Najwa.

“Maafkan Hamish, bu,” kata Hamish.

“Kamu sangat ingin memiliki anak?” tanya Ida lagi dan Hamish mengangguk, “tapi kenapa harus Aisyah? Kenapa kamu tidak jujur pada Najwa dulu?” tanya sang ibu padanya.

“Semuanya berjalan tanpa terduga, bu,” kata Hamish. Ida mengerutkan keningnya, “Aisyah sudah menikah, bu,” kata Hamish lagi.

“Kamu berselingkuh dengan istri orang?” tanya ibunya kaget dan tak percaya. Amarah mulai merayap ke hatinya saat Hamish mengatakan hal tadi.

“Bukan, Aisyah sudah bercerai dari suaminya. Maksud Hamish, Hamish tak menyangka kalau Hamish akan bertemu dengan Aisyah lagi padahal Hamish tahu dia sudah menikah,” jelas Hamish. Ibunya menarik napas lega, “Ibu ingat tahun lalu saat Hamish dapat proyek pembangunan dan irigasi di Kalimantan? Hamish sering ke sana, kan? Nah, di sana Hamish bertemu Aisyah, bu,” kata Hamish.

“Lalu?” tanya Ibunya lagi.

“Hamish yang salah di sini, Hamish tak bisa mengendalikan diri saat bertemu lagi dengannya. Hamish sadar kalau Hamish salah, tapi rindu dan cinta di hati Hamish sangat besar untuk Aisyah, jadi ketika Hamish bertemu dengannya, Hamish tak bisa membendungnya lagi,” papar Hamish.

Hamish mengingat pertemuannya dengan Aisyah di salah satu Superindo di Balikpapan. Saking kagetnya bertemu dengan Aisyah yang juga sedang berbelanja, Hamish sampai terbengong di tempatnya, tak mempercayai pengelihatannya sama sekali.

“Mas Hamish,” tegur Aisyah waktu itu. Rasa bersalah karena meninggalkan orang yang ia cintai demi menikahi pria kaya dari negeri seberang masih ada di hatinya. Jika saja waktu itu ia tak terlilit hutang, Aisyah akan menolak pernikahan itu. Beberapa tahun tinggal bersama suami tuanya, Asiyah tak betah karena sang suami sangat temperamental dan melakukan tindakan kekerasan padanya. Beruntunglah Aisyah bertemu dengan seorang pengacara perempuan yang mau membantunya lepas dari belenggu pernikahannya dan suaminya yang keras. Butuh waktu tiga tahun bagi Aisyah untuk lepas dari belenggu sang suami dan pulang kembali ke tanah air. Sayangnya, kekasihnya telah beristri dan ia memilih pergi merantau untuk menenangkan gejolak diri. Sialnya, baru enam bulan bekerja di perantauan ia malah bertemu dengan mantan kekasihnya yang hatinya telah ia patahkan.

“Aisyah,” panggil Hamish. Diperhatikannya Aisyah baik-baik. Perempuannya itu masih sama cantiknya hanya saja ia lebih kurus dari pada bersama dengannya dulu. Hamish melangkah mendekat ke arah Asiyah yang diam dan juga kaget. Serta merta Hamish memeluknya yang membuat Aisyah kaget bukan main.

“Aku merindukanmu, Aisyah,” kata Hamish yang membuat Aisyah syok dengan sikapnya itu.

“Mas, aku … kamu sudah beristri,” kata Aisyah sembari melepaskan diri dari Hamish yang langsung kikuk dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Aisyah itu padanya. Dua insan itu langsung sama-sama canggung.

“Maaf Aisyah, aku kelepasan,” kata Hamish sungkan.

“Kita bicara di luar saja, mas,” kata Aisyah pada Hamish. Aisyah mendorong trolinya dan Hamish mengikutinya dan meninggalkan troli kosongnya begitu saja. Sebenarnya ia juga berniat belanja, tapi karena bertemu Aisyah, pikirannya tak fokus dan ia hanya ingin bersama dengan perempuan itu, menanyakan apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu saat perempuannya pergi. Hati Hamish menuntut pertanggung jawaban dari Aisyah, belum lega rasanya jika ia ditinggalkan begitu saja tanpa alasan yang pasti.

Kasir mulai menghitung belanjaan Aisyah yang cukup banyak. Saat  tiba giliran membayar, Hamish langsung mengeluarkan kartu platinumnya dan sang kasir menerimanya. Perbuatan Hamish itu membuat Aisyah kaget dan bertanya-tanya, apakah ekonominya sudah sangat baik sekarang? Pikir Aisyah.

“Sebenarnya gak perlu repot-repot bayarin, mas,” kata Aisyah sungkan.

“Anggap saja itu hadiah pertemuan kita kembali,” jawab Hamish seraya mengangkat belanjaan Aisyah dari meja kasir dan membawanya keluar, meninggalkan Aisyah yang tertegun dan tersipu dengan jawaban Hamish itu. Hati perempuan mana yang tak terenyuh dengan sikap manis Hamish?

Di luar Hamish bingung mau membawa kemana belanjaan Aisyah itu.

“Sini mas, biar aku yang bawa, kita minum di stan kopi  itu saja,” kata Aisyah seraya menunjuk stan yang ada di pelataran Superindo itu.

“Kamu ke sini naik apa?” tanya Hamish.

“Taksi online, nanti pulangnya juga sama,” kata Aisyah.

“Aku antar ya, ini aku letakkan di mobil,” kata Hamish.

“Tapi, mas,-“ Aisyah yang merasa sungkan itu lantas berlari mengikuti langkah kaki Hamish menuju mobil Pajero Sport miliknya. Hamish bertindak tanpa menunggu persetujuan Aisyah, seolah-olah ia tak mau melepaskan Asiyah lagi. Lagi-lagi Aisyah dibuat tertegun dengan keberhasilan Hamish setelah melihat mobil Hamish.

“Nanti aku turunin dari jauh, biar suami kamu gak curiga,” kata Hamish agar Aisyah tak cemas.

“Aku sudah bercerai, mas,” jawab Aisyah serta merta. Entah mengapa ia mengatakan hal itu pada Hamish, padahal Hamish tak bertanya soal statusnya. Aisyah sengaja mengatakan hal itu pada Hamish dengan tujuan lain. Mungkinkah Aisyah juga masih berharap bisa bersama dengan Hamish?

“Kalau begitu, nanti aku bawain belanjaanmu ke dalam rumah sekalian bantuin menatanya,” kata Hamish dan Aisyah mengangguk tanpa membantah sama sekali. Masing-masing dari mereka tahu bahwa kalimat-kalimat yang mereka lontarkan barusan adalah bentuk undangan dari perasaan mereka masing-masing, sebuah pintu yang mereka buka sendiri meski sebenarnya pintu itu adalah pintu terlarang. Mereka berdua sadar bahwa bisa saja langkah mereka selanjutnya akan membawa mereka pada dosa. Tapi, mereka seolah tak peduli. Hamish yang masih mencintai Aisyah dan Aisyah yang membutuhkan sosok lelaki seperti Hamish, memenuhi kebutuhannya secara lahir dan batin.

Anisa Swedia

Please subscribe cerita ini donk biar kalian bisa baca buku ini di pustaka terus dan tahu notiikasinya. Terima kasih. Jangan lupa tinggalkan jejak komentar ya

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status