“Apa yang dikatakan oleh Najwa, Hamish?” tanya ibu Hamish pada Hamish. Hamish memandang wajah ibunya sejenak sebelum menggeleng ke arahnya.
“Nggak ada,” jawab Hamish.
“Kita jadi pulang hari ini, kan? Najwa ke sini dan bayar tagihan rumah sakit, kan?” tanya ibunya kembali. Hamish diam, ia masih bergeming. Sebenarnya ia memiliki uang, hanya saja ia tak mau menggunakannya lebih dulu jika bukan hal yang mendesak. Ia benar-benar heran dengan Najwa, kenapa istrinya itu menghabiskan limit kartu kreditnya?
“Iya, bu, sebentar Hamish ke bagian administrasi dulu lagi,” kata Hamish seraya beranjak dari kasurnya.
“Loh? Katanya Najwa ke sini dan bayar tagihannya?” tanya ibunya heran.
“Najwa sibuk beresin kamar, bu. Dia cuma transfer,” jawab Hamish berbohong pada ibunya. Ida mengangguk mengerti dan mendampingi sang putra berjalan ke bagian administrasi untuk melakukan pelunasan tagihan rumah sakit.
“Kamu gak jenguk anakmu dulu?” tanya sang ibu setelah Hamish selesai melakukan pelunasan pada tagihan rumah sakitnya.
“Bentar lagi kita kan pulang sama-sama, mending beres-beres di kamar dulu, bu,” kata Hamish.
“Untung saja Najwa cepet donor darah buat kamu, kalau enggak? Ibu gak bisa bayangin,” Hamish menoleh ke arah ibunya dengan tatapan bingung.
“Jadi Najwa yang donor darah buat Hamish?” tanya Hamish dan ibunya mengangguk.
“Ibu juga dengernya dari dokter, Najwa gak ngomong apa-apa pas pulang dari rumah sakit termasuk kalau Aisyah juga lahiran anak kamu,” kata ibunya. Membahas Aisyah lagi, membuat hati Hamish serasa dicubit. Perselingkuhannya kini sudah terbongkar.
“Maaf bu, bukannya Hamish mau sembunyikan Aisyah, tapi …”
“Tapi kamu bingung kan mau ngomong dari mana dulu?” tebak ibunya. Hamish diam, “nak, semuanya sudah terlanjur sekarang, yang ibu minta hanya satu,” kata ibunya seraya menatap Hamish lekat-lekat. Mereka berhenti di koridor rumah sakit lalu Ida mengajaknya anaknya duduk di salah satu bangku kosong di sekitar mereka.
“Apa, bu?” tanya Hamish.
“Berlaku adillah kepada Najwa dan Aisyah,” kata sang ibu. Hamish terkejut mendengarnya. Apa itu artinya Najwa menerima Aisyah? Pikirnya. Sejak siuman, ia dan ibunya tak pernah membahas perselingkuhannya sama sekali. Sepertinya sang ibu memberi ruang untuknya memulihkan keadaannya lebih dulu dan kini Hamish terlihat jauh lebih baik, maka itu sang ibu berani bicara soal Aisyah. Meski dokter melarangnya pulang hari ini, tapi Hamish ngotot ingin pulang karena ia ingin bicara dengan Najwa. Bagaimanapun Hamish tahu kalau ia telah melukai hati istrinya itu. Padahal sebelum ini sikapnya juga selalu tak menyenangkan kepada Najwa ditambah sekarang rahasia besarnya terbongkar, maka dari itu ia tak mendebat soal kartu kreditnya tadi ke Najwa. Hamish jadi makin merasa bersalah pada Najwa, apalagi Najwa menyelamatkan hidupnya dengan mendonorkan darahnya.
“Ibu bicara apa saja ke Najwa? Bagaimana reaksinya, bu?” tanya Hamish penasaran. Perempuan paruh baya itu menghela napas berat lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Hati perempuan mana yang tidak hancur kala mengetahui suaminya mempunyai wanita lain, Hamish? Kamu sendiri sudah melihat bagaimana ibu hidup, kan?” tanya sang ibu. Hamish tertunduk sejenak, ia sadar bahwa ia mewarisi sifat ayahnya yang mendua dan ia tak pernah menyangka kalau ia akan melakukan hal itu, hal yang dulu sangat dibencinya karena ayahnya menduakan ibunya. Tapi, kini ia malah menduakan Najwa.
“Maafkan Hamish, bu,” kata Hamish.
“Kamu sangat ingin memiliki anak?” tanya Ida lagi dan Hamish mengangguk, “tapi kenapa harus Aisyah? Kenapa kamu tidak jujur pada Najwa dulu?” tanya sang ibu padanya.
“Semuanya berjalan tanpa terduga, bu,” kata Hamish. Ida mengerutkan keningnya, “Aisyah sudah menikah, bu,” kata Hamish lagi.
“Kamu berselingkuh dengan istri orang?” tanya ibunya kaget dan tak percaya. Amarah mulai merayap ke hatinya saat Hamish mengatakan hal tadi.
“Bukan, Aisyah sudah bercerai dari suaminya. Maksud Hamish, Hamish tak menyangka kalau Hamish akan bertemu dengan Aisyah lagi padahal Hamish tahu dia sudah menikah,” jelas Hamish. Ibunya menarik napas lega, “Ibu ingat tahun lalu saat Hamish dapat proyek pembangunan dan irigasi di Kalimantan? Hamish sering ke sana, kan? Nah, di sana Hamish bertemu Aisyah, bu,” kata Hamish.
“Lalu?” tanya Ibunya lagi.
“Hamish yang salah di sini, Hamish tak bisa mengendalikan diri saat bertemu lagi dengannya. Hamish sadar kalau Hamish salah, tapi rindu dan cinta di hati Hamish sangat besar untuk Aisyah, jadi ketika Hamish bertemu dengannya, Hamish tak bisa membendungnya lagi,” papar Hamish.
Hamish mengingat pertemuannya dengan Aisyah di salah satu Superindo di Balikpapan. Saking kagetnya bertemu dengan Aisyah yang juga sedang berbelanja, Hamish sampai terbengong di tempatnya, tak mempercayai pengelihatannya sama sekali.
“Mas Hamish,” tegur Aisyah waktu itu. Rasa bersalah karena meninggalkan orang yang ia cintai demi menikahi pria kaya dari negeri seberang masih ada di hatinya. Jika saja waktu itu ia tak terlilit hutang, Aisyah akan menolak pernikahan itu. Beberapa tahun tinggal bersama suami tuanya, Asiyah tak betah karena sang suami sangat temperamental dan melakukan tindakan kekerasan padanya. Beruntunglah Aisyah bertemu dengan seorang pengacara perempuan yang mau membantunya lepas dari belenggu pernikahannya dan suaminya yang keras. Butuh waktu tiga tahun bagi Aisyah untuk lepas dari belenggu sang suami dan pulang kembali ke tanah air. Sayangnya, kekasihnya telah beristri dan ia memilih pergi merantau untuk menenangkan gejolak diri. Sialnya, baru enam bulan bekerja di perantauan ia malah bertemu dengan mantan kekasihnya yang hatinya telah ia patahkan.
“Aisyah,” panggil Hamish. Diperhatikannya Aisyah baik-baik. Perempuannya itu masih sama cantiknya hanya saja ia lebih kurus dari pada bersama dengannya dulu. Hamish melangkah mendekat ke arah Asiyah yang diam dan juga kaget. Serta merta Hamish memeluknya yang membuat Aisyah kaget bukan main.
“Aku merindukanmu, Aisyah,” kata Hamish yang membuat Aisyah syok dengan sikapnya itu.
“Mas, aku … kamu sudah beristri,” kata Aisyah sembari melepaskan diri dari Hamish yang langsung kikuk dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Aisyah itu padanya. Dua insan itu langsung sama-sama canggung.
“Maaf Aisyah, aku kelepasan,” kata Hamish sungkan.
“Kita bicara di luar saja, mas,” kata Aisyah pada Hamish. Aisyah mendorong trolinya dan Hamish mengikutinya dan meninggalkan troli kosongnya begitu saja. Sebenarnya ia juga berniat belanja, tapi karena bertemu Aisyah, pikirannya tak fokus dan ia hanya ingin bersama dengan perempuan itu, menanyakan apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu saat perempuannya pergi. Hati Hamish menuntut pertanggung jawaban dari Aisyah, belum lega rasanya jika ia ditinggalkan begitu saja tanpa alasan yang pasti.
Kasir mulai menghitung belanjaan Aisyah yang cukup banyak. Saat tiba giliran membayar, Hamish langsung mengeluarkan kartu platinumnya dan sang kasir menerimanya. Perbuatan Hamish itu membuat Aisyah kaget dan bertanya-tanya, apakah ekonominya sudah sangat baik sekarang? Pikir Aisyah.
“Sebenarnya gak perlu repot-repot bayarin, mas,” kata Aisyah sungkan.
“Anggap saja itu hadiah pertemuan kita kembali,” jawab Hamish seraya mengangkat belanjaan Aisyah dari meja kasir dan membawanya keluar, meninggalkan Aisyah yang tertegun dan tersipu dengan jawaban Hamish itu. Hati perempuan mana yang tak terenyuh dengan sikap manis Hamish?
Di luar Hamish bingung mau membawa kemana belanjaan Aisyah itu.
“Sini mas, biar aku yang bawa, kita minum di stan kopi itu saja,” kata Aisyah seraya menunjuk stan yang ada di pelataran Superindo itu.
“Kamu ke sini naik apa?” tanya Hamish.
“Taksi online, nanti pulangnya juga sama,” kata Aisyah.
“Aku antar ya, ini aku letakkan di mobil,” kata Hamish.
“Tapi, mas,-“ Aisyah yang merasa sungkan itu lantas berlari mengikuti langkah kaki Hamish menuju mobil Pajero Sport miliknya. Hamish bertindak tanpa menunggu persetujuan Aisyah, seolah-olah ia tak mau melepaskan Asiyah lagi. Lagi-lagi Aisyah dibuat tertegun dengan keberhasilan Hamish setelah melihat mobil Hamish.
“Nanti aku turunin dari jauh, biar suami kamu gak curiga,” kata Hamish agar Aisyah tak cemas.
“Aku sudah bercerai, mas,” jawab Aisyah serta merta. Entah mengapa ia mengatakan hal itu pada Hamish, padahal Hamish tak bertanya soal statusnya. Aisyah sengaja mengatakan hal itu pada Hamish dengan tujuan lain. Mungkinkah Aisyah juga masih berharap bisa bersama dengan Hamish?
“Kalau begitu, nanti aku bawain belanjaanmu ke dalam rumah sekalian bantuin menatanya,” kata Hamish dan Aisyah mengangguk tanpa membantah sama sekali. Masing-masing dari mereka tahu bahwa kalimat-kalimat yang mereka lontarkan barusan adalah bentuk undangan dari perasaan mereka masing-masing, sebuah pintu yang mereka buka sendiri meski sebenarnya pintu itu adalah pintu terlarang. Mereka berdua sadar bahwa bisa saja langkah mereka selanjutnya akan membawa mereka pada dosa. Tapi, mereka seolah tak peduli. Hamish yang masih mencintai Aisyah dan Aisyah yang membutuhkan sosok lelaki seperti Hamish, memenuhi kebutuhannya secara lahir dan batin.
Please subscribe cerita ini donk biar kalian bisa baca buku ini di pustaka terus dan tahu notiikasinya. Terima kasih. Jangan lupa tinggalkan jejak komentar ya
Mobil Hamish yang mengalami kecelakaan masih berada di polsek untuk diamankan. Mobil itu mengalami kerusakan yang cukup berat dan Najwa sama sekali tak berniat untuk memperbaikinya. Bukan tidak mau memperbaikinya, tapi hatinya masih sakit kala ia teringat bahwa mobil itu tak hanya suaminya saja yang naiki tapi juga madunya, Aisyah Rahmah.Terpaksa, Hamish memanggil taksi online untuknya dan Aisyah pulang. Untung saja barang bawaan ibunya tak banyak, hanya ada beberapa baju dan itu bisa ia bawa dengan sebelah tangannya yang baik-baik saja, sedangkan ibunya membantu membawa barang-barang Aisyah dan bayinya. Aisyah sendiri menggendong bayinya.“Kenapa gak ada yang jemput kita, mas?” tanya Aisyah berbisik pada Hamish. Hamish menoleh sejenak dan tak berniat sama sekali menjawab pertanyaan Aisyah itu, masalahnya adalah ia akan pulang ke rumah tapi entah mengapa perasaannya tak enak. Hamish sadar kalau rumah itu bukanlah rumahn
“Ibu,” sapa Najwa pada ibu mertuanya sembari mencium punggung tangan perempuan paruh baya tersebut saat menyambutnya datang. Ida tersenyum kepada Najwa, “masuk, bu,” ajak Najwa. Ia menoleh ke arah suaminya dan istri muda suaminya yang tertunduk tak berani menatap wajah Najwa.“Mas, ayo masuk,” ajak Najwa pada Hamish yang masih diam. Biasanya, Najwa juga akan menyambutnya dengan mencium tangannya, tapi kini sang istri tak melakukan hal itu. Membuat Hamish merasa ada yang hilang di sudut hatinya. Senyum Najwa juga terasa dingin.“Mas, aku langsung ke kamar aja,” bisik Aisyah yang terlihat sungkan. Najwa mendengar itu dan menoleh ke arah Aisyah yang langsung kembali menundukkan pandangannya, tak berani menatap wajah Najwa. Aisyah sendiri bingung harus menegur Najwa dari mana dulu, jadi ia memilih diam dan membiarkan suaminya bertindak, sedangkan Najwa seolah tak menganggapnya ada. Melihat sikap Najwa yang
Rasa bersalah kepada Najwa terus menggelayuti hati Hamish. Bahkan, sebenarnya ia enggan keluar dari kamar sang istri. Tujuh tahun ia tidur bersama Najwa, kini Najwa bahkan memalingkan wajah darinya. Hati Hamish terasa diremas, berulang kali ia menghela napas karena merasa bingung dan gelisah. Jujur saja, sejak mendapatkan donor darah dari Najwa, hati terdalamnya terenyuh dan semua kebaikan Najwa melambai dibenaknyaDengan langkah kaki goyah, Hamish turun ke bawah. Impiannya untuk memeluk sang istri, sirna dan entah mengapa itu menyurutkan semangatnya.“Kenapa, nak?” tanya Ida pada sang putra. Hamish mengangkat wajahnya, raut kebingungan tercetak jelas di wajah sang putra, membuat ibu merasa iba, apalagi kondisi Hamish masih belum baik betul.“Najwa memintaku keluar dari kamar, bu,” keluh Hamish yang membuat sang ibu kaget.“Kamu sudah jelaskan situasi kamu kepada Najwa dan meminta maaf padanya?” tanya sang
“Kamu sedang apa, mas?” tanya Aisyah selidik saat ia baru saja bangun karena suara keributan di dapur. Resiko memiliki kamar yang dekat dengan dapur kotor, belum juga matahari terbit dengan sempurna, tapi suara-suara berisik di dapur membuat anaknya susah terlelap dan akhirnya menangis lalu ia terpaksa bangun. Diperhatikannya baik-baik Hamish yang sedang sibuk berkutat di dapur dengan lihai, “tangan kamu bukannya masih cedera, ya, mas? Apa yang kamu lakukan di dapur sepagi ini sih?” tanya Aisyah heran. Tak pernah sama sekali ia melihat Hamish begitu sibuk di dapur, setahunya dia lelaki yang anti ke dapur, baginya dapur adalah tempat wanita yang menyajikan makanan buat suami, dan bukan malah sebaliknya.“Aku sedang buat nasi goreng, kamu mau, kan?” tanya Hamish. Hati Aisyah terenyuh mendengarnya. Siapa yang sangka bahwa Hamish benar-benar memerhatikannya sampai melewati batas yang ditetapkannya sendiri demi membuatkan sarapan untuknya.“Mau, mas,” kata Aisyah malu-malu. Hamish hanya te
Aisyah masih menangis di kamarnya setelah kepergian Hamish ke kamar Najwa seraya memberikan sarapan nasi goreng buat perempuan itu. Aisyah merasa Hamish berubah sejak pulang, diingatnya baik-baik sikap Hamish sejak kecelakaan itu. Hamish yang hanya menatap datar ke arahnya dan sang bayi yang ada di pangkuannya saat ia sadar. Hamish yang banyak melamun dan tak pernah menggendong bayinya.“Aisyah, apakah,-“ suara Ida, mertuanya yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya membuat Aisyah buru-buru menghapus air matanya. Ida mengerutkan kening melihat sikap Aisyah yang menyembunyikan air matanya itu. Ida mendekat dan duduk di samping Aisyah di sisi ranjang, “ada apa, Aisyah?” tanya Ida. Aisyah yang mudah menangis dan tak pandai menyimpan luka hati itu, langsung kembali menangis di hadapan Ida yang semakin membuat Ida menatapnya heran.“Mas Hamish, bu,” jawab Ida dengan air mata yang berderai.“Hamish, kenapa?” tanya Ida heran.“Mas Hamish ke kamar mbak Najwa sembari membawakan nasi goreng buata
Najwa berniat ke dapur untuk mengambil beberapa Loyang yang baru ia beli bersama Sarah kemarin dan akan ia bawa ke toko kue hari ini. Sepanjang jalan menuju dapur, hatinya yang gamang dan galau itu kini berangsur lega. Tak bisa dipungkiri bahwa ia masih mencintai Hamish dan menempatkan lelaki itu satu-satunya di hatinya hingga kini. Najwa sangat mencintai Hamish, sosok ayah yang selama ini dirindukannya ia temui dalam diri Hamish. Lembut dan pengertian, meski terkadang ucapan Hamish ada yang menusuk hatinya, ia bisa memakluminya.Pagi ini tak bisa dipungkiri kalau Najwa merasa tersanjung dengan perhatian Hamish yang tiba-tiba itu padanya. Najwa tahu bahwa Hamish tak suka berada di dapur, menyiapkan makanan seperti tadi benar-benar bukan seperti Hamish, itu kenapa Najwa merasa diratukan. Najwa terus melangkah, sesekali senyum terbit di wajahnya yang ayu itu. Gamis panjang dan kerudungnya yang berwarna pink itu seolah menegaskan bahwa hari ini hatinya sangat cerah seperti mentari pagi y
“Kasihan ya bu Najwa, kurang apa dia untuk pak Hamish?” bisik Widya pada Tuti. Tuti hanya mengangguk sembari menguleni adonan hingga kalis sebelum mendiamkannya, untung saja suhu malam ini terasa panas jadi semoga adonan yang ia buat nanti mengembang dengan sempurna seperti sebelum-sebelumnya.“Mbak,” tegur Widya karena Tuti hanya diam.“Aku gak bisa berkomentar apa-apa, Wid. Gimana, ya? Ujian tiap orang beda-beda. Dan kebetulan ujian bu Najwa soal suaminya,” kata Tuti.“Kalau bu Najwa ngajukan gugatan perceraian bisa, kan?” tanya Widya.“Bisa, apalagi pak Hamish itu menikah lagi tanpa sepengetahuan bu Najwa, jatuhnya kan berselingkuh dan undang-undang perselingkuhan itu ada, bisa diperkarakan,” kata Tuti.“Kenapa bu Najwa gak pilih jalur itu saja?” tanya Widya heran.“Kamu sendiri kenapa masih bertahan dengan suamimu yang katamu pemalas itu?” tanya Tuti. Widya terdiam, ia tak bisa menemukan jawaban yang pas untuk Tuti.“Karena dia gak mendua,” jawab Widya.“Mana ada perempuan yang ma
Jika tahu pulang ke rumahnya sendiri akan membuatnya terluka seperti ini, Najwa tak akan pulang ke rumah tadi dan memilih tidur di toko saja. Najwa sangat kecewa dengan sikap Hamish yang berat sebelah kepadanya, bahkan tak mempercayai ucapannya sama sekali.“Najwa, buka pintunya sayang,” suara Hamish masih terdengar di luar pintu kamarnya dengan ketukan pelan.“Sudah malam mas, aku lelah dan ingin tidur. Pergilah,” jawab Najwa.“Ijinkan aku tidur denganmu, sayang …” pinta Hamish memohon.“Setelah apa yang telah terjadi barusan?” tanya Najwa.“Aisyah tak pernah berbohong, Najwa,”“Jadi maksudmu aku yang berkata dusta?” sahut Najwa.“Bukan begitu, kupikir kamu pasti lelah dan memikirkan hal yang tidak-tidak,” kata Hamish mencari alasan.“Kembali saja kepada Aisyah, mas. Bukankah mas tadi bilang kalau Mufti sampai terbangun gara-gara aku?” tanya Najwa. Hamish menghela napas, ia benar-benar frustasi dan tak tahu lagi harus menghadapi Najwa bagaimana. Dia pikir memiliki dua istri akan sang