Share

Istri Pilihan Untuk CEO Arogan
Istri Pilihan Untuk CEO Arogan
Author: berymatcha_

Kabar Buruk untuk Adira

Adira Darsa Rajendra, lelaki berusia 30 tahun yang mempunyai paras wajah tampan serta lesung pipit yang tersembunyi di balik pipi kanannya. Adira merupakan anak pertama dari keluarga konglomerat di Indonesia. Anak dari Jayantaka Kresna Rajendra ini sangat berpengaruh dan di segani oleh negaranya, karena mereka mampu membawa dampak begitu baik untuk kemajuan rakyat dan negara tempat tinggalnya.

Adira mempunyai tanggung jawab besar sebagai pemegang perusahaan pusat milik ayahnya yang berjalan di sector properti. Ia harus bisa memimpin dan menghandle semua kegiatan, serta ia harus memberikan dampak besar untuk masyarakat sekitarnya. Tidak sulit untuk Adira melakukan itu semua, karena sejak kecil Adira sudah disibukkan dengan urusan masa depannya.

Hari ini adalah Hari Kamis, di mana Adira sedang duduk di kursi kekuasaannya untuk memimpin rapat guna membahas evaluasi perusahaan selama tiga bulan terakhir. Wajahnya tampak dingin, sorot matanya melihat dengan tajam kearah layar proyektor yang menampilkan data perkembangan perusahaan selama berada dikekuasaannya. Tak lupa telingannya juga menangkap dengan cepat setiap suara yang penyaji keluarkan untuk menjelaskan setiap detailnya.

Baik, itu adalah penjelasan dari penyaji kami untuk laporan perkembangan perusahaan setiap tiga bulan sekali. Bapak Adira, dipersilahkan untuk memberikan komentar. Ujar moderator si pemimpin presentasi.

            Adira mengetukkan jari telunjuknya beberapa kali diatas meja, membuat suara bising yang menggema seantero ruangan rapat yang tertutup. Mata tajamnya terus menyusuri setiap detail laporan dan pikirannya berkelut pada penjelasan yang telah dipaparkan oleh penyaji.

            Semua orang tampak diam dan saling tatap karena Adira tidak kunjung mengeluarkan suara untuk memberikan komentar. Perasaan khawatir mulai muncul di setiap anggota rapat, karena melihat reaksi yang Adira keluarkan menunjukkan bahwa ia tidak puas dengan hasil yang sudah ada di depan mata.

Siapa yang hanya menggunakan ide turun di jalanan untuk pemasaran? tanya Adira setelah diam sekian lama.

Itu adalah ide promosi team kami pak, dan sudah kami sepakati bersama, jawab Ketua Team Pemasaran di perusahaan.

            Adira menghela, ia menunjuk kearah data berwarna merah yang berarti grafik perusahaan sedang menurun pada laporan perusahaan tersebut. Lihat, apakah efisien ide yang anda gunakan? Bukankah ide itu semakin membuat team kelelahan saat bekerja? Saat ini sosial media sudah berkembang pesat. Adira menatap tajam Ketua Departemen Pemasaran.

            Adira mengangguk, Ide mu sudah bagus, tapi jika team kalian hanya mengandalkan pemasaran tatap muka secara langsung, itu akan menghambat kinerja perusahaan. Pikirkan dan perbaiki lagi kinerja team anda, saya tunggu laporannya. Sambung Adira yang langsung diangguki oleh yang bersangkutan.

            Rapat sudah berjalan selama tiga jam penuh tanpa adanya istirahat. Kini rapat pun selesai, dan semua orang meninggalkan ruangan untuk bersiap pulang karena malam sudah tiba.

            Adira berjalan menuju ruang kerjanya. Suasana tenang mendominasi ruangan minimalis milik Adira. Ia kini berjalan menuju kursi kekuasaannya yang tertata rapi untuk merenggangkan otot-ototnya karena merasa lelah.

            Ponselnya berberunyi dengan tiba-tiba membuatnya sempat terkejut. Adira pun meraih ponselnya dan menemukan panggilan masuk dari Ayahnya, Jayantaka.

“Halo Nak, apa pekerjaanmu sudah selesai?”

Aku belum menyelesaikannya. Ada apa?

“Datang ke rumah sekarang, ada yang ingin Ayah sampaikan,”

Maaf aku tidak bisa. Pekerjaanku sangat menumpuk,

“Apa kamu menolak perintah Ayahmu sendiri? Cepat datang dan jangan terlambat.”

            Adira menghela napas kesal saat telepon di putus sepihak oleh Ayahnya. Ia tahu kemana arah pembicaraan ayahnya, hal itulah yang membuat Adira sangat malas jika berkunjung ke rumah orang tuanya.

-

            Adira melangkah masuk kedalam rumah besar milik kedua oarang tuanya. Ia berjalan menuju ruang keluarga, di mana mereka suka berkumpul dulu, saat ia masih tinggal di rumah ini. Di sana sudah ada keluarganya yang menunggu kedatangan Adira untuk berkunjung ke rumah.

            Adira tampak memberi salam pada kedua orang tuanya itu. Sudah empat bulan, terakhir kali ia menghampiri rumah kedua orang tuanya ini karena Adira disibukkan dengan pekerjaan dan ia juga sudah pindah di rumah yang dibelinya sendiri menggunakan uangnya.

Kenapa Ayah menyuruhku datang? Bukankah Ayah biasanya berbicara padaku melalui telepon? tanya Adira tanpa basi-basi.

            Jayantaka mengangguk dan tersenyum hangat kearah putra sulungnya. Ia memaklumi sikap Adira yang sedari dulu tidak berubah, persis sepertinya.

Apa kamu tidak merindukan Ayah dan Ibumu? tanya Jayantaka lagi mengulur waktu.

            Adira menghela napas berat, ia menatap ayahnya seolah memohon untuk tidak mengulur waktu. Jayantaka paham dengan tatapan putra sulungnya itu. Ia tersenyum seraya menyuruh Adira  untuk duduk terlebih dahulu. Adira diam dan menuruti perintah Ayahnya untuk duduk tepat di hadapan Ibunya.

Menikah lah Nak dengan putri tunggal keluarga Wangsa, ucap Jayantaka disela keheningan yang dirasakan keluarganya ini.

            Adira menatap kesal Ayahnya. Ia menggeleng dengan cepat untuk menolak permintaan sang Ayah. Maaf Ayah, Adira tidak akan melakukannya, jawab Adira dengan tegas.

Nak, kamu juga harus bahagia, sahut Sarah dengan suara lembut yang selalu dapat menenangkan Adira di saat ia sedang kalut.

            Adira menatap lembut Ibunya, ia menggeleng tegas menolak perkataan Sarah.

Ayah menyuruhku menikah hanya untuk keperluan perusahaan, itu tidak akan membuatku bahagia sama sekali, balas Adira dengan mimik wajah tegas dan suara yang berat.

            Adira berdiri, ia menatap kearah Jayantaka sebentar sebelum ia benar-benar pergi dari sana. Adira tidak akan pernah mau untuk melakukannya Ayah, setidaknya Ayah bisa menikahkan dia dengan Nata sebagai gantinya, ucap Adira.

            Jayantaka menggebrak meja, ia berdiri dan menghentikan Adira yang terus berjalan meninggalkan mereka dengan tidak sopan.

Kamu harus membalas jasa orang tuamu yang sudah mendidik dan membesarkanmu Adira. Kamu juga harus membayar kesalahan yang telah kamu perbuat karena merosotnya saham selama setahun terakhir akibat kelalaianmu menjalankan bisnis, tegas Jayantaka dengan napas memburu karena amarah.

            Adira mengepalkan kedua tangannya kuat dibalik saku Jas yang ia kenakan. Napasnya mulai memburu karena ia merasa kesal, hatinya merasa sakit akibat perkataan Jayantaka yang menyinggungnya.

Jemput dia besok jam sebelas siang, di Universitas Internasional Indonesia. Besok adalah hari wisudanya, lanjut Jayantaka.

            Adira tidak menghiraukannya, melainkan ia melangkah untuk keluar dari rumah yang membuatnya sangat tidak nyaman jika berada di dalamnya.

            Adira memasuki mobilnya setelah berhasil keluar dari rumah orang tuanya. Ia memukul setir dengan keras, meluapkan amarahnya pada Jayantaka karena terus mengatur hidupnya meski ia sudah menginjak usia dewasa sekalipun.

Arrgghhh, teriak Adira lepas setelah menahan amarah saat berhadapan dengan Jayantaka.

            Bahkan ia dijodohkan dengan gadis muda yang baru lulus kuliah. Itu malah membuatnya merasa tersiksa, karena ia harus menjaga dan merawat gadis itu yang usianya jauh lebih muda darinya.

berymatcha_

Halo readers. semoga kalian suka dengan cerita Ayana dan Barra. Jangan lupa untuk menambahkan cerita ini ke daftar pustaka kamu yaa ^^

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status