Share

Gigitan Maut Dari Istri

"Sean, hari ini Mommy dan Daddy yang akan mengantar ke sekolah, tidak apa-apa, kan?" tanya Ibu Stela.

Ibu stela hanya takut sang cucu akan keberatan karena biasanya Sean selalu menolak jika sang Daddy yang mengantarnya dan lebih memilih diantar oleh pak supir di rumah.

Sean yang menyelesaikan dulu kunyahan makanan dalam mulutnya barulah ia menjawab. "No problem, Oma. Sean, tidak keberatan karena sekarang ada Mommy juga. Sebenarnya, Sean ingin Daddy menikahi Mommy bukan karena Sean yang mau punya Mommy saja, tapi ... Sean juga ingin Daddy bahagia. Daddy sudah punya semuanya, tapi tidak dengan istri. Sekarang karena semuanya sudah lengkap, Sean sangat bahagia."

Ibu Stela seketika dibuat terpaku mendengar pengakuan dari sang cucu, termasuk tiga orang dewasa itu juga.

Usia Sean sebentar lagi akan menginjak lima tahun, tapi pria kecil itu seolah sudah mengerti dengan keadaan disekitarnya saja hingga berkata demikian.

Tumbuh tanpanya sosok ibu membuat Sean lebih peka dan menyadari apa yang kurang dalam hidupnya, meski sudah dikelilingi oleh orang-orang yang sangat menyayanginya.

Setelah selesai dengan sarapannya, Sean membuka kotak bekal buatan sang Mommy, sedari tadi dia sudah menahan-nahannya untuk melihatnya karena penasaran.

"Wah! lucunya, Mommy pintar sekali membuat makanan menjadi karakter beragam seperti ini." Puji Sean dengan mata berbinar pada makanan buatan Hanum.

"Mommy, terima kasih untuk bekalnya. Rasanya Sean sampai tidak rela memakannya nanti," ucap Sean tersenyum bahagia pada Hanum di sampingnya.

"Harus dimakan. Besok Mommy buatkan lagi," ucap Hanum.

"Um!" Anggukkannya dengan semangat.

*****

Mobil yang dikendarai oleh Arkan memasuki kawasan sekolah Sean. Hanum keluar dari mobil dengan Sean digandengnya, dan disusul oleh Arkan.

Hanum berjongkok dihadapan anak sambungnya. "Belajar yang rajin dan hormati guru. Jangan nakal atau bertengkar dengan teman."

"Baik, Mommy!" Jawab Sean dengan semangatnya. Dia memeluk Hanum sesaat, lalu tertawa cekikikan setelah mencuri kecupan di pipi Mommy-nya.

Arkan yang melihat interaksi keduanya ada perasaan hangat yang menjalar dalam hatinya, sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman kecil.

"Daddy, peluk juga." Suara Sean mengagetkan Arkan dari lamunannya.

"Ah, boleh?"

Sean tidak menjawab dan langsung memeluk Daddy-nya, kedua tangan mungilnya melingkar erat pada leher Arkan.

"Dengarkan apa kata Mommy mu. Jangan mencari masalah dengan temanmu, jika bukan mereka yang mulai lebih dulu. Seorang pria harus menjunjung tinggi kebenaran, dengan itu gunakan otakmu sebaik mungkin. Paham?"

"Baik! Sean paham, Daddy." Sean menjawab dengan lantangnya.

"Sekarang masuklah, lonceng masuk kelas sudah berbunyi." Arkan sedikit meremas lengan Sean sebelum membiarkan anak itu berlalu.

Arkan baru menyadari jika anak laki-lakinya semenggemaskan itu dengan tubuh berisi. Ia ingin mencoba gigit pipi bulat itu.

Sean berlari masuk ke dalam sekolah dengan sesekali menoleh ke belakang dan melambaikan tangan pada Arkan juga Hanum yang telah memasuki mobil.

Setelah Sean tidak lagi terlihat, Arkan segera menjalankan kembali laju mobilnya untuk pulang ke rumah.

*****

Siang hari di dalam ruangan kerja Arkan, Hanum tengan berkutat dengan laptop dipangkuannya. Tadi saat pulang mengantar Sean, ia langsung ditarik oleh Arkan dan diminta untuk membantu mengerjakan sesuatu yang dari kampus.

Sepertinya Arkan benar-benar ingin mengerjainya, karena sejak tadi apapun yang dia kerjakan selalu saja salah atau ada yang kurang.

"Pak, ini kapan selesainya? Perut ku lapar dan terus berbunyi," ucap Hanum.

Arkan yang sedang sibuk di belakang meja kerjanya beralih sebentar, memandangi Hanum yang duduk lesehan diatas karpet bulu. "Lima menit dari sekarang."

"Hah?!" Hanum sampai terperangah dengan nafas naik turun karena terlalu kesal dengan tingkah dan perilaku Arkan.

"Bapak waras? Jarak dari sini ke dapur aja itu bisa tiga atau empat menit, dengan sisah waktu satu menit saya harus makan. Bapak mau saya mati keselek, ya?!" ucap Hanum dengan mata mendelik tajam ke arah Arkan.

Arkan berdiri dari posisi duduknya, menghampiri Hanum yang terlihat kesal padanya. "Itu namanya disiplin waktu. Kamu itu mahasiswi kedokteran, melakukan pekerjaan atau hal lain itu harus terjadwal. Jangan hanya taunya rebahan dan bermalas-malasan."

Tangan Arkan bergerak mengapit pipi Hanum dengan tangannya. "Mulutmu yang cerewet ini, seharusnya lebih bisa mengunyah dengan cepat tanpa harus keselek. Hahaha!"

Hanum mendengus dengan kesal saat dengan seenaknya, Arkan menekan pipinya dengan tangan besar dan kekarnya.

Arkan belum selesai dengan tawanya hingga tiba-tiba Hanum meraih pergelangan tangannya dan langsung digigit sekuat tenaga oleh Hanum.

"Aaakkh!" pekik Arkan saat merasakan sakit dibagian telapak tangannya.

Hanum segera melepas tangan Arkan, lalu bergegas melangkah pergi keluar menuju dapur.

"Hey! Mana bisa kamu pergi begitu saja setelah menyakiti tangan suamimu?!"

Langkah Hanum terhenti sesaat, dia berbalik memandangi Arkan dengan jarak hingga satu meter. "Saya sangat kelaparan sampai lupa kalau yang saya gigit itu tangan suami gilaku."

Hanum kembali melanjutkan langkahnya hingga menghilang dari balik pintu. Arkan masih terdiam di sana sembari melihat jejak gigitan Hanum.

"Dia benar-benar gadis aneh. Di depan Sean dia selalu bersikap lembut dan penuh keibuan, tapi di depan ku malah seperti kucing liar."

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status