Share

Skandal Perselingkuhan

'Seniman berinisial AD booking kamar hotel bersama selingkuhan?!’ batin Anais terkejut.

Maniknya berubah selebar cakram begitu mengetahui tajuk berita di surat kabar tersebut. Wajahnya semakin tegang kala menemukan potret dirinya tengah bercumbu dengan pria asing di depan pintu kamar hotel.

Sungguh sial, semesta benar-benar menumpahkan kemalangan tanpa ampunan pada Anais. Rupanya malam itu ada paparazi yang membuntuti dan mengambil gambar dirinya, kala masuk ke dalam kamar Jade. Namun, bagaimana bisa dia tidak menyadarinya?

“I-ini … ini tidak benar!” sungut Anais menelan salivanya dengan getir.

Dia tahu betul, bahwa mustahil untuk mengelak. Meski sang pria tampak diburamkan, tapi jelas-jelas wujud dirinya yang tercetak di surat kabar itu. Anais merasa payah, tapi dia tak ingin mengakuinya.

“Hah ... apanya yang tidak benar? Kakak tidak buta, jadi jangan menghindarinya. Bahkan semua orang bisa melihatnya jika wanita menjijikkan ini adalah Kak Anais!” sergah Aretha kian memperkeruh suasana.

Hawa panas sudah merayapi leher hingga pipi Anais. Giginya menggertak ingin mengunyah adiknya itu hidup-hidup.

Namun, belum sempat dirinya menyahut, Aretha kembali menimpali, “Bagaimana bisa Kak Anais mengkhianati Kak Denver, sampai menghancurkan harga diri keluarga Devante? Bukankah ini sangat memalukan, Ayah?”

Wanita licik itu menautkan sepasang alisnya sembari melirik ke arah Tigris.

‘Ah, jadi jalang ini berkoar karena Denver?’

Dari kalimat Aretha, Anais bisa langsung menerka niat busuk adiknya itu.

Namun, tanpa Anais duga, Aretha tiba-tiba menarik syal yang menutupi leher dan bagian atas dadanya. Seketika, semua pasang mata membelalak mendapati bercak kemerahan di kulit putihnya.

“Astaga!”

Bola mata Aretha membesar, kedua tangannya pun menutup mulutnya. Namun, siapa sangka bahwa wanita itu menyembunyikan seringai miringnya?

“Apa yang kau lakukan, Aretha?” dengus Anais dengan wajah menegang.

“Kakak benar-benar berselingkuh dari Kak Denver! Bagaimana mungkin Kak Anais tega berkhianat saat akan menikah dengannya?!”

Sungguh, mulut pedas Aretha semakin membara.

Namun, Anais yang sudah gatal ingin menjambaknya tak kuasa berbuat apa-apa, saat ayah dan ibu Aretha memicingkan tatapan tajam padanya.

“Apa yang kau pikirkan sampai berbuat sesuatu yang memalukan seperti ini, Anais?”

Pineti-ibu kandung Aretha yang sedari tadi berusaha keras menahan emosi, langsung melibatkan diri. Kerutan di sekitar keningnya terlihat jelas begitu memindai penampilan Anais yang berantakan.

“Apa kau sadar, bahwa kau telah melempar kotoran ke wajah keluarga Devante? Kau adalah tunangan Denver Herakles dan sebentar lagi akan menikah dengannya. Tuan Hans bisa membatalkan kerja sama dengan DV Group, hanya karena kau telah berselingkuh dari Cucunya!” Nyonya Devante tersebut menyentak dengan nada lebih tinggi.

Detik itu juga, Anais seperti dikuliti hidup-hidup. Siapa yang berselingkuh, siapa pula yang menjadi korban? Buana ini sungguh tidak adil padanya.

“Ibu, jika bicara tentang Denver dan perselingkuhan, bukankah lebih tepat bertanya pada Aretha?” sahut Anais menggulir irisnya pada sang Adik.

Dirinya yang kian tersudut, tentu saja tak ingin jatuh begitu saja.

Aretha pun tersentak dan lekas menyela, “Mengapa Kakak membawa-bawa diriku? Di sini Kak Anais yang salah, tapi kenapa malah menyeretku?!”

“Kau menyukai Denver dan kau merebutnya dariku!”

Anais menyergah dengan tedas, sampai-sampai membuat wajah adiknya berubah kaku karena kelakuan busuknya terungkap.

“Jaga ucapan Kakak!” Aretha yang geram pun melayangkan tamparan ke wajah sang kakak.

Namun, Anais yang menatap tajam, berhasil menahan lengan adiknya sebelum telapak itu meninggalkan bekas di pipinya.

“Cukup! Apa yang kalian lakukan?!”

Tigris yang sedari tadi bungkam, akhirnya nyaris meledak ketika dua anak perempuannya beradu fisik.

“Apa kalian bocah kecil? Sekarang bukan saatnya untuk bertengkar. Tuan Hans ingin mengadakan pertemuan malam ini. Jadi bersiaplah untuk menghadapi kemarahannya!” dengusnya melanjutkan.

Lelaki yang memimpin DV Group itu pun mangkir setelah berdecak murka. Dia tak tahan melihat tampang Anais yang sudah menempatkannya di jurang masalah. Namun, meski amarah Tigris memuncak, dia tidak bisa mendepak Anais keluar dari ranah keluarga Devante.

“Dan kau, Anais, lepaskan Aretha! Apapun yang terjadi, malam ini kau harus menjelaskan pada Tuan Hans bahwa rumor ini tidak benar. Membungkuk dan berlututlah jika perlu. Kita tidak boleh kehilangan kerja sama dengan Hera Group!” Pineti kembali membentak saat sang suami telah berlalu.

Anais yang mendapat sorot lebih dingin itu, terpaksa menghempas lengan adiknya.

Aretha yang kegirangan melihat Anais terjebak masalah pun membatin, ‘Tamatlah riwayatmu, Anais Devante!’

Dia lekas menggayut lengan Pineti dengan sudut bibir melengkung ke bawah, seolah mengadu bahwa dirinya begitu tersiksa karena perbuatan sang kakak.

Ketika Aretha dan Pineti berlalu, Anais juga segera naik ke kamarnya.

“Benar-benar melelahkan!” keluhnya hampir frustasi.

Sepertinya langit sedang murka padanya, hingga beragam masalah menimpa dalam waktu bersamaan.

‘Ini semua karena alkohol sialan!’

Anais tak mampu berkata-kata, rumor perselingkuhan sangat buruk bagi citranya sebagai seniman yang sudah bertunangan. Lantas bagaimana tanggapan rekan-rekan, apalagi seniman senior yang mengenalnya?

Selagi tenggelam dalam pikirannya, mendadak Anais dikejutkan dengan dering nyaring dari dalam tas tangannya. Dahinya mengernyit ketika merogoh benda yang terus saja berteriak itu.

“Ini bukan ponselku!” pekiknya tertegun.

Ya, tentu saja, sebab gawai itu milik Jade Herakles. Anais yang kalang kabut tak menyadari kecerobohannya dan malah membawa ponsel Jade, yang mempunyai design serupa dengan miliknya.

“Argh! Mengapa aku sangat sial?!” tambahnya ingin mengumpat.

Dunia seolah menertawakan kebodohannya. Anais menyibak belahan rambutnya dengan netra terpejam rapat.

***

Sampai malam di mana Anais harus bersimpuh di hadapan keluarga Herakles, wanita itu pun keluar dengan gaun hitam sebatas lutut yang sederhana, tapi tentunya tampak elegan di tubuhnya. Sesungguhnya dia tidak sudi melihat tampang Denver, tapi dirinya tak bisa menghindari situasi ini.

Keluarga Devante tiba lebih awal dari waktu yang ditentukan. Anais duduk di bangku paling ujung, di sebelahnya ada Aretha dan disusul kedua orang tuanya.

“Selamat datang, Tuan Hans!”

Tigris yang baru saja mendapati Hans masuk ruangan, langsung berdiri tegak. Dia memberi isyarat pada keluarganya untuk turut memberi hormat.

Pria lanjut usia itu tampak tegas untuk orang seumurannya. Diikuti Denver dan Leah-putrinya, Hans pun duduk di hadapan Tigris.

‘Denver, dasar pria sialan. Rupanya kau sama rendahannya seperti Adikku!’ sengit Anais membatin.

Tangannya mengepal saat menatap mantan tunangannya dan Aretha saling melempar pandangan. Namun, dia tak bisa menggila, atau harga dirinya akan lebih hancur.

“Mengapa Anda tidak bisa mengurus putri Anda, Tuan Tigris?”

Belum ada satu menit berlalu, Hans sudah melayangkan sindrian tedas pada Tigris Devante.

“Ah, mohon maaf, Tuan Hans. Saya rasa ada kesalahpahaman. Mengenai berita yang tengah beredar, semua itu tidak benar. Putri saya—”

“Bagaimana bisa Anda menganggap perjodohan ini sebagai lelucon?! Tindakan tercela putri Anda telah mencoreng kehormatan keluarga Herakles juga. Bagaimana Anda akan bertanggung jawab?” Hans segera memotong ucapan Tigris yang terdengar basa-basi di telinganya.

Saat itu juga, Pineti melirik ke arah Anais. Nyonya Devante itu seolah memberi kode pada Anais untuk bersimpuh memohon ampunan Hans.

Namun, belum sempat Anais membuka suara, Denver lebih dulu menginterupsi.

“Kakek, saya mengerti perjodohan ini demi bisnis kedua perusahaan. Namun, Anais telah berlaku buruk dengan bermain api di belakang saya. Dengan ini saya rasa Anais tidak pantas menjadi istri saya!” tukas Denver yang lantas membuat Hans berpaling.

“Tunggu dulu, Tuan Denver. Menurut Anais, semua ini hanya—”

“Jadi, maksudmu kau ingin membatalkan pertunangan?” Hans segera menyahut saat Tigris berupaya menyela.

Denver yang menjadi pusat perhatian saat ini tersenyum lembut, tapi Anais bisa melihat bahwa itu hanyalah topeng belaka. Karena sesungguhnya Anais tahu, bahwa pria tersebut lebih buruk dari anjing-anjing liar di luaran sana.

“Benar, Kakek. Saya ingin memutus pertunangan dengan Anais. Namun, saya tidak mau membatalkan perjodohan. Saya ingin Aretha menggantikan Anais menikah dengan saya!”

“Apa?!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status