Barra masih menunggu jawaban dari Ayang. Apalagi yang dia mau katakan. Ayang yang takut melihat gestur Barra hanya bisa meremas ujung bajunya dan telapak tangannya saat ini berkeringat dan dingin. Entah kenapa, saat Barra memandangnya dengan raut wajah seperti itu, membuat suasana menjadi horor.
"Kalau tidak mau bicara, ya sudah, merepotkan saja!" ketus Barra segera pergi. Ayang terdiam mendengar jawaban dari Barra, sebenarnya dia ingin meminta izin kepada Barra untuk bertemu ibunya dan menjaganya. Tapi, rasa takut membuat Ayang mengurungkan niatnya. Ayang merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan saat ini. Air matanya mengalir mengingat ibunya. "Ibu, maafkan Ayang. Ayang tahu perbuatan Ayang ini salah dan melanggar agama kita, tapi Ayang tidak punya pilihan lagi. Ayang harus melakukan ini demi pengobatan Ibu. Ayang, nggak mau ibu pergi tinggalkan Ayang. Ayang takut sendiri, Bu!" tangis Ayang pecah saat mengingat ibunya dan apa yang dia lakukan saat ini. Sedangkan, Barra yang mendapat telpon dari manajer sang istri bergegas pergi ke tempat yang dituju. Yaitu, Club malam. Istrinya berada di sana dan dia mabuk-mabukan hingga dirinya harus pergi menjemput istrinya. "Kenapa dia mabuk, apa yang membuat dia seperti itu, aku tidak habis pikir kebebasan sudah aku berikan, tapi dia masih saja seperti itu. Kapan dia berubah," omel Barra dengan wajah kesal. Barra segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil menuju club malam dimana istrinya berada. Setengah jam, Barra pun sampai di club dan segera memarkirkan mobil. Barra segera keluar dari mobil menuju pintu masuk club, asisten Barra menyusul dari belakang mengikuti tuannya. Saat Barra masuk club, suara dentuman musik terdengar, seorang pria mendekati Barra dan menunduk ketakutan. "Tuan Barra, Nona ada di sana," ucap manager sang istri menunjuk ke arah ruangan privat dimana istrinya berada. Pria itu manajer istrinya yang menghubungi Barra. Barra dengan rahang mengeras langsung melangkahkan kaki panjang menuju ke ruangan tersebut. Saat pintu terbuka, terlihat istrinya sedang berjoget dengan pakaian yang jauh dari kata sopan. Barra mengepalkan tangannya dengan erat, dia tidak menyangka istri yang dia banggakan di depan keluarga besar bisa melakukan ini. Asisten Barra tidak masuk ke dalam hanya menunggu di luar. Tidak pantas untuk dia masuk dan melihat istri dari tuannya seperti itu. Barra dengan langkah tegap menarik tangan istrinya dengan kasar hingga sang istri terhuyung dan masuk dalam pelukannya. "Hei, kenapa menarikku. Kamu tidak tau kalau aku ini artis terkenal, hahh? Tidak tau diri, lepaskan aku!" pekiknya dengan kencang. Barra segera melepaskannya hingga wanita itu terjatuh ke bawah. "Auch, sakit!" Tatapan tajam dilayangkan tepat di hadapan Barra. Dirinya terkejut melihat Barra ada di depannya wajahnya langsung berubah pias. "Sayang, ka-kamu di sini. Maaf, Sayang, aku hanya menghibur diri saja. Aku mau merayakan kesuksesan aku. Kamu tau, aku masuk nominasi artis terbaik, aku senang sekali, besok kamu bisa ikut dengan aku, aku mau kamu temani aku. Aku mau tunjukkan kepada mereka kalau aku mempunyai suami yang baik, tampan dan selalu support aku. Kamu tau, Sayang, aku bahagia sekali. Sini, Sayang, peluk aku. Kamu harus merayakan keberhasilan ini bersama aku," ucapnya sambil merentangkan tangannya ingin memeluk Barra. Barra menarik paksa istrinya yang bernama Zanna Ajeng Pandhita. Seorang model, artis papan atas dan juga seorang pengusaha Fashion. Zanna yang ditarik paksa oleh Barra memberontak untuk dilepaskan. "Sayang, lepaskan aku!" teriaknya kencang. Akan tetapi, karena kalah tenaga, Zanna pasrah dan mengikuti Barra. Barra membawa istrinya pulang ke rumah. Saat hendak berjalan keluar sang manajer berdiri menatap suami artisnya itu. Barra berhenti tepat di depan sang manager. "Ini terakhir kalinya kau bawa dia kesini. Jika sampai kau bawa dia ke sini lagi, maka bersiaplah malaikat maut akan membawa kau ke neraka," ancam Barra dengan sorot mata seperti pedang samurai. Mendengar ancaman dari Barra membuat sang asisten ketakutan, tidak berani mengeluarkan suara hanya anggukkan kepala. Arya yang melihat tuannya pergi mengikuti tuannya. Zanna digendong seperti karung beras, semua mata tertuju ke arah mereka. Barra tidak peduli dia terus meninggalkan club malam. Sesampainya dia parkiran, Arya membuka pintu agar tuannya mudah memasukkan istrinya. Barra dengan cepat memasukkan istrinya setelah itu segera menutup pintu. Barra menghela napas, dia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh Zanna. "Kamu pulang saja dan simpan semuanya dengan aman dan tunggu intruksi dari saya besok. Dan, oh ya, cepat lakukan operasi terhadap ibu dari wanita itu jika sudah laporkan kepada saya kembali jika sudah kamu kerjakan, saya tunggu laporannya," ujar Barra. "Baik, akan saya urus semuanya malam ini. Saya permisi, Tuan," jawab Arya. "Oh ya, satu lagi. Jangan ada yang tau, termasuk keluarga saya, mengerti, Arya?" tanya Barra. "Siap, Tuan." Arya menjawab dengan tegas dan segera pergi dari hadapan tuannya. Barra segera pergi dari club malam. Dia benar-benar lelah dengan semua yang terjadi dalam hidupnya. Apa lagi sekarang dia mempunyai wanita simpanan yang dia rahasiakan dari dunia luar. Barra segera masuk ke dalam mobil, dirinya menghela napas, dari belakang dia melihat istrinya sudah tertidur. Ponsel Barra berdering, Barra segera mengambil ponsel dari saku jasnya dan saat melihat siapa yang menghubungi dirinya Barra segera menjawabnya. "Hm, ada apa?" tanya Barra sambil mendengar apa yang dikatakan si penelpon padanya. "Besok saja, aku sibuk," jawab Barra mengakhiri panggilan telepon. Barra menyimpan kembali ponselnya dan meninggalkan parkiran club menuju rumahnya. Satu jam perjalanan, akhirnya Barra sampai di rumah mewahnya. Barra segera keluar dan menggendong istrinya. Kepala pelayan yang mengetahui tuannya sudah pulang segera membuka pintu. Terlihat wajah keterkejutan di raut wajahnya tapi dia tidak berani bertanya kenapa dengan istri tuannya ini. "Paman, apa ada yang mencariku?" tanya Barra. "Tidak ada, Tuan," jawabnya lagi. Barra menganggukkan kepala dan dia segera pergi menuju lantai dua dimana kamarnya berada. Barra membuka pintu kamar dan melangkahkan kaki menuju ranjang. Dengan hati-hati meletakkan Zanna di ranjang. "Tidurlah, aku harap kamu berubah besok, Na," kata Barra dengan lembut dan sorot mata yang tadinya penuh amarah kini berubah teduh dan penuh cinta. Barra tersenyum melihat sang istri yang tidur dengan damai. Dia pun bergegas membersihkan diri dan setelah itu bergabung dengan istrinya. Keesokkan harinya, Barra lebih dulu bangun dia meninggalkan Zanna sendiri karena dia ingin bertemu seseorang. "Kamu sudah siapkan semuanya?" tanya Barra kepada asistennya yang saat ini sudah berada di rumahnya. Barra mengirim pekerjaan lain kepada Arya, dia ingin merubah semuanya dan setelah itu dia bergegas keluar dari rumah untuk menyelesaikan urusannya dan pekerjaan. "Sudah, Tuan. Untuk operasi juga sudah dijalankan, tadi malam mereka langsung melakukan operasi dan dokter katakan tinggal lihat reaksi dari beliau. Dan tugas kedua juga sudah saya siapkan," jawab Arya melaporkan semua yang diperintahkan oleh tuannya ini sudah dia kerjakan. Hari ini, Barra akan ke kantor dan dia ingin memulai pekerjaan seperti biasa. “Tuan, hari ini ada meeting dengan teman Anda, Tuan Galih dan dia menawarkan kerja sama, saya sudah atur semua jadwal untuk Anda dan pihak mereka juga sudah setuju.” Barra menganggukkan kepala dan membaca proposal. Sesampainya di kantor, Barra segera turun dari mobil dan bertemu dengan Galih. Keduanya jalan bersama, tidak ada yang berbincang. Sesampainya, di ruang khusus keduanya duduk dan Galih memandang ke arah Barra. "Bagaimana?" tanya Galih mengawali pembicaraannya.Xavier menyiapkan keperluan pernikahan dan semuanya dia yang menanggung biaya. Karena dia ingin memberikan yang terbaik untuk istrinya. Pengawal Xavier membawa Puti ke butik atas perintah dirinya. Puti merasa seperti Cinderella yang mendapatkan pangeran berkuda putih dan tentu saja semua yang dia dapatkan itu tidaklah mudah. "Sudah datang, ayo ikut aku!" ajak Xavier kepada Puti yang baru saja masuk ke dalam butik ditemani dengan beberapa pengawal wanita yang khusus dia siapkan untuk Puti. "Sudah, kenapa harus beli baju yang mahal. Pakainya juga sebentar dan tidak terpakai lagi," jawab Puti. Puti merasa terlalu berlebihan baginya, dia tidaklah pantas memakai itu semua dan dia hanya ingin acara sederhana tapi dari yang ditunjukkan Kevin dan nenek Xavier serba mewah dan banyak wartawan yang meliput persiapan pernikahan mereka. "Sudah tidak apa, ini untuk seumur hidup. Kita tidak akan menikah lagi, jadi biarkan ini semua jadi kenangan kita untuk anak dan cucu kita," jawab Xavier. Xa
Saat ini, Xavier ada di depan kakek dan neneknya bersama Puti dan Mike, Kevin juga Paman Maya serta sepupu Ayang juga sahabatnya. Mereka memandang ke arah Xavier yang duduk dengan tenang tanpa ada sedikit pun rasa takut atau apapun itu. Dia terlihat tidak peduli dengan pandangan mereka semua. "Kapan ini terjadi?" tanya Nyonya Anjani ke Xavier dengan raut wajah yang serius. "Baru saja," jawab singkat Xavier. Nyonya Anjani memijit keningnya, tidak anaknya dulu sekarang nular ke cucunya. Menikah dengan wanita yang dia saja tidak tau siapa dan beruntung dia sudah menyelidikinya dan Nyonya Anjani setuju karena anaknya baik. Nyonya Anjani mengetahui semuanya ini saat diberitahu oleh salah satu temannya yang pergi ke catatan sipil dan melihat Xavier. Di situlah, teman dari Nyonya Anjani memberitahukan kalau Xavier di sana dan setelah di selidiki Xavier menikah, Nyonya Anjani mencari tau siapa istrinya dan ternyata istrinya Puti wanita yang mempunyai strata berbeda dengan mereka tapi dia
Ketiga orang pria benar-benar dibuat tidak bisa berkata-kata, mereka ingin sekali menghajar Xavier. "Mike, gedor sana kamar desek, i sudah muak menunggu, ikan i akan mati di kolam, menyebalkan sekali desek ini, lagi apa desek saat ini ya?" tanya Paman Maya ke Mike dan Kevin yang sudah merebahkan diri mereka di sofa. "Mana aku tau paman, jangan tanyakan aku. Tanyakan ikanmu di kolam masih mau menunggu kamu atau tidak. Jika tidak ya, mati berarti kalau nggak mati dia tunggu mati ditanganmu dan menjadi daging di perutmu, hahah!" tawa Mike. Kevin juga ikut tertawa karena apa yang dikatakan sahabatnya itu. "Benar itu, dan kalau paman mau gedor pintu ya sudah sana gedor jangan ajak kami, bahaya kalau kami gedor, bisa di nuklir kami dengan kakak," sahut Kevin. Paman Maya, hanya mendengus kesal dengan kelakuan anak muda yang satu ini. Mereka benar-benar tidak tau diri dan sekarang, mereka harus menerima kenyataan menunggu pengantin baru. Mereka paham, tidak ada cinta tapi balik lagi kalau
Xavier yang masuk ke dalam kamar melihat istrinya tidur di sofa dengan gaya yang sulit dia jabarkan. Xavier menghela napas melihat cara tidur dari istrinya ini. "Bagaimana bisa dia tidur seperti ini. Lihatlah, dia tidur seperti itu. Apakah ini sudah menjadi kebiasaannya atau memang dia begitu nyaman tidur di sofa, padahal ada ranjang tapi dia tetap tidur di situ. Aku tidak mengerti apa yang ada di pikirannya saat ini." Xavier mendekati Puti dan dia mengangkat tubuh wanita tersebut.Sangat ringan seperti kapas. "Apakah dia tidak makan selama ini dengan benar sehingga tubuhnya seperti ini ringan sekali." Xavier yang menggendong tubuh istrinya segera meletakkan di ranjang. Dan dia merapikan selimut istrinya, Xavier memandang lekat ke arah Puti, dia menjadi ragu untuk dekat dengan wanita tersebut. Tapi, saat di kantor dan melihat foto ibunya juga ayahnya, Xavier mulai tersentuh untuk memulai hubungan dengan wanita tersebut."Hah, aku akan memulai hubungan yang baru dengan wanita ini, mu
Mike masuk ke dalam ruangan Xavier dia tidak menyangka kalau kakaknya menangis. Bukan hanya kakaknya saja, tapi juga semuanya siapa lagi kalau bukan Kevin dan Paman Maya. "Kami agak melo hari ini, ayo kita pulang!" ajak Kevin menyudahi semuanya. Paman Maya juga ikut melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya. Dia tidak suka jika Xavier terlalu larut dalam kesedihan. "You kenapa ke sini? Apa you tidak pulang ke rumah langsung ya?" tanya Paman Maya kepada keponakannya itu. Mike geleng kepala ke arah Paman Maya. "Tidak, aku mau pulang dengan kalian. Kebetulan, aku lewat di sini ya sudah mampir. Kalian mau kemana lagi? Kalian mau pulang?" tanya Mike. "Ngak, kami mau mancing. Ikut?" tanya Kevin ke Mike. Mike membolakan matanya, dia tau arti kata Kevin itu apa. Xavier berdiri dan dia mengikuti mereka untuk pulang. Tidak ada pembicaraan selama dijalan. Boni mengantar Mike, Kevin dan terakhir Paman Maya baru Xavier yang terakhir. "Tuan, besok weekend. Saya izin mau pergi dengan t
Xavier membawa Puti ke rumahnya, rumah yang harusnya dia siapkan untuk istrinya kelak bersama keluarga tapi kini dia membawa wanita yang sudah dia nikahi. Apakah dia disebut istri? Ya, dia istri dan tentu saja itu membuat Xavier harus membawanya ke sana. Untuk mempunyai anak? Apakah dia akan berhubungan dengan wanita yang sekarang sudah menjadi istrinya? Entahlah, dia tidak tau itu. "Kakak, kita sudah sampai. Kakak kenapa melamun? Apa kakak ingin kita cari tempat lain?" tanya Kevin menoleh ke arah kakaknya yang melamun. "Tidak, aku tidak melamun. Ayo, kita pergi sekarang, eh maksudnya ayo turun sekarang!" ajak Xavier kepada Kevin dan yang lainnya untuk ikut bersama dirinya. Kevin, Paman Maya dan Puti ikut turun. Boni juga ikut turun, dia membawa barang Nona Xavier. Ya, sekarang bosnya itu sudah mendapatkan kekasih dan dia akan menghormati wanita tersebut. "Ayo, kakak. Silahkan masuk, jangan sungkan. Ini rumahmu, bukan begitu, Kakak?" tanya Kevin melirik ke arah Xavier. Kevin tau