"Anda sudah menikah dengan dia Nona dan Anda sekarang sah menjadi istri dari Tuan Barra. Sekarang, silahkan tanda tangannya, nanti saksi akan ikut menandatangani semuanya," ucap Pak Penghulu tersebut meminta kepada Ayang untuk mendatangi surat nikahnya dengan Barra.
Ayang masih terdiam dia tidak tahu harus berkata apa, ternyata dia dinikahi oleh pria datar dan dingin ini, tidak ada sedikitpun cinta di mata pria itu termasuk dirinya. Apa yang diharapkan saat ini, cinta dari pria bersuami? Busyet! Tidak akan pernah terjadi. Dia hanyalah istri kedua,istri yang tidak dianggap dan tidak di inginkan dan apakah dia pantas untuk mengakui dirinya sebagai istri. Barra yang tidak melihat Ayang menandatangani surat tersebut hingga membuat Pak penghulu dan para saksi yang datang ke rumah mereka lebih tepatnya ke apartemen saling berbisik satu sama lain. Barra tidak ingin dirinya disalahkan karena memaksa menikahi wanita tersebut. Walaupun pada kenyataannya itu benar, tapi balik lagi dia lakukan semua ini agar anaknya tidak dikatakan anak haram. Egois memang, tapi dia tidak bisa membuat keturunannya dihina seumur hidup, biarkan wanita ini yang dihina jangan anaknya. Toh nantinya, wanita ini tidak akan lama bersama dengan dia. Dia hanya menginginkan anak bukan wanita ini, itulah yang ada di pikiran Bara saat ini. Kejam, sadis dan tidak mempunyai hati itulah yang pantas disematkan di dalam diri Barra saat ini. Bara yang melihat para penghulu saling berbisik cukup geram dan emosi, apalagi saat ini Ayang hanya terpaku melihat buku nikahnya. Barra mendekati Ayang dan berbisik. "Kamu masih mau ibumu hidup?" tanya Barra dengan suara yang datar dan pelan tepat di telinga Ayang. Ayang yang melamun langsung tersentak dan menoleh ke arah Barra. Pandangan Barra dan Ayang sangat dekat, mereka saling bertatapan satu sama lain. Ayang masih bisa mencium aroma mint yang keluar dari napas Barra, benar-benar wangi dan itu membuat Ayang sedikit terlena, namun deheman Barra membuat Ayang terkejut dan mengerjabkan matanya. "Tanda tangan, cepat, jangan melamun dasar wanita bodoh," umpat Barra membuat Ayang seketika terkejut mendengar perkataan Barra, hatinya sakit dikatakan wanita bodoh. Jika bukan karena ibunya, dia tidak akan mau melakukan ini, mau tidak mau Ayang segera menandatangani buku nikah tersebut dengan berurai air mata, dia mengikhlaskan seluruh hidupnya agar pengobatan ibunya tidak tersendat dan Ibunya bisa selamat. Goresan tinta di buku tersebut menandakan kalau dirinya bukan lagi seorang gadis melainkan istri dari pria arogan, angkuh dan sombong yang ada di sampingnya ini, setelah selesai mendatanganinya Barra dengan kasar merebut pulpen dan buku tersebut, ia menyerahkan kepada penghulu setelah di tanda tangani oleh para saksi, Pak penghulu berjabat tangan dengan keduanya. Arya mengantar para tamu keluar. Sedangkan yang lainnya ikut bersama dengan Arya, tinggal Barra dan juga Ayang yang masih duduk menundukkan kepala, air mata Ayang masih menetes, dia benar-benar tidak dihargai. Ayang juga melihat tidak ada cincin yang dipasangkan di tangannya, mahar juga dia tidak tahu berapa, hanya ada amplop coklat di atas meja dan dia tidak berani bertanya apa itu maharnya? Lagi-lagi Ayang hanya bisa diam, diam dan diam. Bodohkah dia? Iya! Mampukah dia memberontak? Bisakah dia mengatakan aku sangat membencinya? Jawabannya, tidak! Karena nyawa ibunya ada berada di tangan Barra. Walaupun pada hakekatnya, dia tahu nyawa seseorang itu ada di tangan Tuhan. Tapi, saat ini Ayang hanya bisa pasrah sambil menguatkan dirinya untuk ke depan, dalam menghadapi istri sah atau istri pertama dari pria ini. Mampukah istri pertamanya tersebut menerimanya atau tidak? Hanya Tuhan, yang tau. "Hei, dengar baik-baik, jadi orang itu jangan lemot, jangan bodoh! Aku tidak suka dengan wanita yang lemot dan bodoh sepertimu dan aku juga tidak suka mendengarmu menangis atau apapun itu termasuk mengeluh dan itu maharmu, ambillah dan suatu hal lagi, jangan pernah menghubungiku karena aku tidak akan pernah menghubungimu balik atau menjawab panggilanmu, aku akan datang sesuka hatiku kapanpun aku mau. Dan satu hal lagi jangan pernah jatuh cinta kepadaku dan ini surat pembaharuan kontrak cepat tanda tangan!" perintah Barra menekan Ayang untuk menandatangani pembaruan kontrak perjanjian di antara keduanya. Ayang segera menandatangani apa yang Barra inginkan, ia sudah cukup terhina dikatakan lemot, bodoh dan mungkin akan tambah lagi. Setelah menandatangani surat, Ayang segera berdiri. Dan dia meletakkan pulpen tersebut dengan cukup keras. Ayanb menatap ke arah Barra dengan tatapan yang tajam, takut kah dia? Jawabannya, tidak! Saat ini, kalau boleh egois dan sombong dia adalah istri dari pria yang di depan matanya ini, istri dari pria arogan, egois, angkuh, sombong jadi pantas dia sedikit protes agar pria tersebut menghargai dirinya walaupun sedikit itu yang diharapkan oleh Ayang. "Dengar baik-baik, Tuan Barra. Saya memang lemot, saya memang bodoh, tapi saya tidak kekurangan etika, saya bisa sopan berbicara dengan orang lain jika orang lain juga sopan dengan saya. Saya tidak peduli Anda membiayai ibu saya dan asal Anda tahu, saya melakukan ini semua demi Ibu saya jika tidak, saya juga tidak sudi untuk menikah dengan Anda terlebih lagi menjadi simpanan Anda dan menerima bantuan dari Anda, sampai sini anda mengerti!" Ayang yang dengan tegas mengeluarkan semua kekecewaannya. Ayang menolak semua perlakuan dari Barra karena dia punya harga diri. Walaupun dia menjadi istri kedua dari pria yang ada di depannya ini, tapi dia juga perlu dipandang, walaupun hanya sebelah mata ini tidak. Walaupun dia tidak dicintai atau apapun itu alasannya tapi dia wanita hanya minta dihargai sedikit saja oleh pria yang ada di depannya ini. Mendengar bantahan dari Ayang membuat Barra kesal dan marah, tangannya terkepal dengan cukup erat terlihat di tangannya, urat-urat nimbul dan rahang dari Barra mengeras. Barra melangkahkan kaki mendekati Ayang, keduanya saling memandang satu sama lain. Ayang menatap bola mata dari Barra, begitu sebaliknya. Barra menyeringai melihat wanita yang ada di depannya ini, ternyata dia tidak takut dengannya. "Dengar baik-baik, aku menikahimu bukan karena aku punya hati denganmu dan aku melakukan ini semua karena aku memikirkan nanti keturunanku denganmu, aku tidak ingin anakku dikatakan anak di luar nikah. Oke, kamu benar kalau anak yang dilahirkan tanpa ikatan akan dihina seumur hidupnya. Aku tidak mau itu terjadi, aku ingin anakku dihargai jadi mulai detik ini jaga batasanmu dan bersikaplah sopan kepadaku karena aku suamimu, dengarkan setiap apa yang aku katakan, patuh kepadaku jika tidak, tahu sendiri akibatnya!" ancam Barra dengan cukup tegas dan dia tidak pernah sedikitpun dibantah termasuk Zanna istri pertamanya yang tidak sedikitpun membantah perkataannya. Tapi, kali ini wanita yang ada di depannya membantahnya, dia tidak suka akan hal itu. Jadi, dia akan memantau wanita ini dan mengajari bagaimana sopan santunnya saat berbicara dengan dirinya. Ayang hanya tertawa geli mendengar apa yang dikatakan oleh Barra, dia tidak menyangka kalau pria yang ada di depannya ini ingin dihargai, tapi sebaliknya dia tidak ingin menghargai orang lain. Bukankah itu terbalik? Ayang tanpa banyak bicara langsung membuka map yang diletakkan oleh Barra tanpa membaca sedikitpun dia langsung menggoreskan sekali lagi tanda tangannya di kertas tersebut yang sudah ada materai. Setelah selesai, Ayang meletakkan pulpen dengan cukup keras di meja hingga terdengar suara yang cukup kencang membuat Barra semakin geram dengan kelakuan wanita tersebut. "Sudah aku tanda tangani dan sekarang ada lagi yang Tuan butuhkan? Apa Tuan, butuh malam pertama. Ayo, aku akan layani sebagai istri yang baik. Bukankah itu yang Anda katakan, oh bukan yang anda perintahkan," sindir Ayang yang menantang Barra dengan tatapan yang tajam.Xavier menyiapkan keperluan pernikahan dan semuanya dia yang menanggung biaya. Karena dia ingin memberikan yang terbaik untuk istrinya. Pengawal Xavier membawa Puti ke butik atas perintah dirinya. Puti merasa seperti Cinderella yang mendapatkan pangeran berkuda putih dan tentu saja semua yang dia dapatkan itu tidaklah mudah. "Sudah datang, ayo ikut aku!" ajak Xavier kepada Puti yang baru saja masuk ke dalam butik ditemani dengan beberapa pengawal wanita yang khusus dia siapkan untuk Puti. "Sudah, kenapa harus beli baju yang mahal. Pakainya juga sebentar dan tidak terpakai lagi," jawab Puti. Puti merasa terlalu berlebihan baginya, dia tidaklah pantas memakai itu semua dan dia hanya ingin acara sederhana tapi dari yang ditunjukkan Kevin dan nenek Xavier serba mewah dan banyak wartawan yang meliput persiapan pernikahan mereka. "Sudah tidak apa, ini untuk seumur hidup. Kita tidak akan menikah lagi, jadi biarkan ini semua jadi kenangan kita untuk anak dan cucu kita," jawab Xavier. Xa
Saat ini, Xavier ada di depan kakek dan neneknya bersama Puti dan Mike, Kevin juga Paman Maya serta sepupu Ayang juga sahabatnya. Mereka memandang ke arah Xavier yang duduk dengan tenang tanpa ada sedikit pun rasa takut atau apapun itu. Dia terlihat tidak peduli dengan pandangan mereka semua. "Kapan ini terjadi?" tanya Nyonya Anjani ke Xavier dengan raut wajah yang serius. "Baru saja," jawab singkat Xavier. Nyonya Anjani memijit keningnya, tidak anaknya dulu sekarang nular ke cucunya. Menikah dengan wanita yang dia saja tidak tau siapa dan beruntung dia sudah menyelidikinya dan Nyonya Anjani setuju karena anaknya baik. Nyonya Anjani mengetahui semuanya ini saat diberitahu oleh salah satu temannya yang pergi ke catatan sipil dan melihat Xavier. Di situlah, teman dari Nyonya Anjani memberitahukan kalau Xavier di sana dan setelah di selidiki Xavier menikah, Nyonya Anjani mencari tau siapa istrinya dan ternyata istrinya Puti wanita yang mempunyai strata berbeda dengan mereka tapi dia
Ketiga orang pria benar-benar dibuat tidak bisa berkata-kata, mereka ingin sekali menghajar Xavier. "Mike, gedor sana kamar desek, i sudah muak menunggu, ikan i akan mati di kolam, menyebalkan sekali desek ini, lagi apa desek saat ini ya?" tanya Paman Maya ke Mike dan Kevin yang sudah merebahkan diri mereka di sofa. "Mana aku tau paman, jangan tanyakan aku. Tanyakan ikanmu di kolam masih mau menunggu kamu atau tidak. Jika tidak ya, mati berarti kalau nggak mati dia tunggu mati ditanganmu dan menjadi daging di perutmu, hahah!" tawa Mike. Kevin juga ikut tertawa karena apa yang dikatakan sahabatnya itu. "Benar itu, dan kalau paman mau gedor pintu ya sudah sana gedor jangan ajak kami, bahaya kalau kami gedor, bisa di nuklir kami dengan kakak," sahut Kevin. Paman Maya, hanya mendengus kesal dengan kelakuan anak muda yang satu ini. Mereka benar-benar tidak tau diri dan sekarang, mereka harus menerima kenyataan menunggu pengantin baru. Mereka paham, tidak ada cinta tapi balik lagi kalau
Xavier yang masuk ke dalam kamar melihat istrinya tidur di sofa dengan gaya yang sulit dia jabarkan. Xavier menghela napas melihat cara tidur dari istrinya ini. "Bagaimana bisa dia tidur seperti ini. Lihatlah, dia tidur seperti itu. Apakah ini sudah menjadi kebiasaannya atau memang dia begitu nyaman tidur di sofa, padahal ada ranjang tapi dia tetap tidur di situ. Aku tidak mengerti apa yang ada di pikirannya saat ini." Xavier mendekati Puti dan dia mengangkat tubuh wanita tersebut.Sangat ringan seperti kapas. "Apakah dia tidak makan selama ini dengan benar sehingga tubuhnya seperti ini ringan sekali." Xavier yang menggendong tubuh istrinya segera meletakkan di ranjang. Dan dia merapikan selimut istrinya, Xavier memandang lekat ke arah Puti, dia menjadi ragu untuk dekat dengan wanita tersebut. Tapi, saat di kantor dan melihat foto ibunya juga ayahnya, Xavier mulai tersentuh untuk memulai hubungan dengan wanita tersebut."Hah, aku akan memulai hubungan yang baru dengan wanita ini, mu
Mike masuk ke dalam ruangan Xavier dia tidak menyangka kalau kakaknya menangis. Bukan hanya kakaknya saja, tapi juga semuanya siapa lagi kalau bukan Kevin dan Paman Maya. "Kami agak melo hari ini, ayo kita pulang!" ajak Kevin menyudahi semuanya. Paman Maya juga ikut melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya. Dia tidak suka jika Xavier terlalu larut dalam kesedihan. "You kenapa ke sini? Apa you tidak pulang ke rumah langsung ya?" tanya Paman Maya kepada keponakannya itu. Mike geleng kepala ke arah Paman Maya. "Tidak, aku mau pulang dengan kalian. Kebetulan, aku lewat di sini ya sudah mampir. Kalian mau kemana lagi? Kalian mau pulang?" tanya Mike. "Ngak, kami mau mancing. Ikut?" tanya Kevin ke Mike. Mike membolakan matanya, dia tau arti kata Kevin itu apa. Xavier berdiri dan dia mengikuti mereka untuk pulang. Tidak ada pembicaraan selama dijalan. Boni mengantar Mike, Kevin dan terakhir Paman Maya baru Xavier yang terakhir. "Tuan, besok weekend. Saya izin mau pergi dengan t
Xavier membawa Puti ke rumahnya, rumah yang harusnya dia siapkan untuk istrinya kelak bersama keluarga tapi kini dia membawa wanita yang sudah dia nikahi. Apakah dia disebut istri? Ya, dia istri dan tentu saja itu membuat Xavier harus membawanya ke sana. Untuk mempunyai anak? Apakah dia akan berhubungan dengan wanita yang sekarang sudah menjadi istrinya? Entahlah, dia tidak tau itu. "Kakak, kita sudah sampai. Kakak kenapa melamun? Apa kakak ingin kita cari tempat lain?" tanya Kevin menoleh ke arah kakaknya yang melamun. "Tidak, aku tidak melamun. Ayo, kita pergi sekarang, eh maksudnya ayo turun sekarang!" ajak Xavier kepada Kevin dan yang lainnya untuk ikut bersama dirinya. Kevin, Paman Maya dan Puti ikut turun. Boni juga ikut turun, dia membawa barang Nona Xavier. Ya, sekarang bosnya itu sudah mendapatkan kekasih dan dia akan menghormati wanita tersebut. "Ayo, kakak. Silahkan masuk, jangan sungkan. Ini rumahmu, bukan begitu, Kakak?" tanya Kevin melirik ke arah Xavier. Kevin tau
Xavier benar-benar malu dan setelah terjadi drama dirinya segera pergi berganti pakaian. Dia melakukan apa yang seharusnya dia lakukan dan sekarang dia berada dikantor catatan sipil bersama wanita yang akan dia nikahi. Siapa lagi, kalau bukan Puti. Puti saat ini, pasrah dan dia tidak tau harus kemana. Saat dia masih di rumah, para sepuh di kawasan rumahnya mengusirnya. Xavier sudah menjelaskan tapi tetap tidak mau begitu juga dengan yang lainnya. Akhirnya, Xavier memilih menikah dengan dia. "Kalian dengar baik-baik. Kalian sudah salah berurusan dengan kami. Termasuk, kakakku itu. Dia akan menghabisi kalian dan kau provokator akan hancur dilenyap tak bersisa," ancam Mike yang kesal karena menghina kakaknya juga wanita itu. Terlebih lagi, pria yang tadi ingin merampas uang Puti dia memanggil bala bantuan dan entah apa yang dia hasut ke pria tua yang katanya dia adalah tetua di wilayah ini. Sehingga saat ini, mereka semua terpojok. Xavier terlihat tampan, dia gagah dan berkarisma serta
"Jangan sentuh calon istriku! Jika sampai, kamu sentuh dia, maka aku akan buat kamu lenyap. Dan kalian, jika kalian hina dia, tempat ini aku hancurkan!" ancam Xavier dengan cukup tegas dan raut wajahnya datar terlihat jelas kearoganan di wajah Xavier. Mendengar perkataan Xavier, membuat mereka terdiam dan tidak ada yang berani mengeluarkan suara dan tentu saja itu membuat mereka mundur. Sedangkan, pria yang saat ini jatuh dibawah dengan mulut mengeluarkan cairan merah hanya bisa diam dan tidak berkutik. Dia takut melihat Xavier dan yang lainnya. "Kalian bubar sana, jika sampai kalian masih menganggu dia. Maka, Tuanku ini akan melakukan apa yang tadi dia katakan. Sekarang, bubar kalian dan kau juga. Jika sampai aku melihatmu di sini. Sana pergi!" usir Kevin dengan suara besar dan datar. Kevin mengusir mereka semuanya dari tempat ini dan mereka lari tunggang langgang. Xavier memandang wanita yang tadi dijadikan bahan cacian. Wanita tersebut menundukkan kepala ke bawah tentu saja yang
Saat ini mereka duduk dengan tenang dan tidak ada yang berbicara sama sekali. Mereka duduk dengan tenang dan tidak ada berani untuk protes. Hanya suara dentingan yang terdengar di telinga mereka. "Kalian antar dia, ke rumahnya. Aku yakin dia sudah sehat. Kamu ikut mereka, jangan membantah!" seru Xavier kepada wanita tersebut. "Kakak, kenapa kita tidak antar dia bersamaan, aku akan ke perusahaan hari ini. Ada rapat, Daddy marah padaku karena tidak pernah rapat, jadi kita pergi bersama saja, baru kakak antar aku ke perusahaan, bagaimana?" tanya Mike kepada Xavier. Xavier menghela napas, dia menatap ke arah wanita yang saat ini menundukkan kepala. Akhirnya, dia menganggukkan kepala ke arah Mike. Mike tersenyum karena Xavier akhirnya mau ikut dengan mereka. "Nona, bersiaplah, kita semua akan mengantar kamu pulang ke rumah," ucap Kevin kepada sang wanita yang saat ini menganggukkan kepala ke arah Kevin. Xavier segera berdiri, di susul dengan yang lainnya. Wanita yang ditabrak oleh Bon