Lunar melihat seseorang yang menyampirkan jas hitam padanya. Dia pun berdiri sambil melepas jas itu. "Aku tidak butuh jas darimu!" tolak Lunar mengembalikan dengan kasar benda di tangannya. Pria yang memberikan jas cukup kaget dengan perlakuan mantan istrinya. "Aku hanya berusaha mmembantumu! Sudahlah, jangan jual mahal!"Jas itu kembali terulur di depan Lunar, tetapi dia tidak sudi menerima apa pun dari pria yang sudah membuatnya menderita. "Kamu bersikap seperti ini pasti karena punya tujuan tertentu 'kan? Ah, atau karena kamu ingin perusahaan tempatku bekerja menerima kerja sama dari pabrik itu?" tanya Lunar dengan nada mengejek. Pria itu, Satrian duduk di kursi yang ada di dekatnya seraya meminta mantan istrinya juga duduk agar tidak menjadi tontonan orang-orang yang ada di sana. Dengan kasar perempuan itu duduk sediki menjauh dari mantan suaminya. "Apa? Aku rasa urusan kita sudah selesai! Kecuali masalah pabrik dan harta peninggalan Papaku!""Ayolah, Lunar! Aku akan membagi
Waktu demi waktu terus bergulir. Pertemuan yang direncanakan oleh Bumi dengan pihak dari pabrik yang dipimpin oleh Satria baru saja terjadi berdasarkan permintaan dari pihak Satria. Kini, Lunar berhadapan dengan mantan suaminya ditemani oleh Septian yang diminta atasannya untuk menangani hal tersebut. Sedangkan, Bumi bolak-balik ke luar negeri untuk mengurus perusahaan cabang di sana. "Saya suka dengan hasil kayu dari pabrik anda bahkan dengan hasil kerajinannya, Pak Satria. Hanya saja, saat ini kami masih terikat kontrak dengan pabrik kayu lain yang hasilnya sama bagus dengan hasil milik anda," jelas Septian dengan senyum ramahnya. "Lalu, selanjutnya bagaimana Pak Septian? Apakah kita masih bisa tetap bekerja sama? Saya sangat berharap bisa bekerja dengan perusahaan besar seperti milik Mahendra, karena saya yakin kita bisa saling menguntungkan. Anda bisa tanyakan hal tersebut dengan perusahaan lain yang bekerja sama dengan kami," timpal Satria dengan nada sombong dalam ucapannya. L
"Jadi, kamu mau perusahaan kita memberikan proyek pada pabrik yang dipegang oleh mantan suamimu?" tanya seorang lelaki yang duduk di kursi besarnya. Lunar tidak menyangka bahwa atasan yang dia kira berada di luar negeri, ternyata sudah berada di perusahaan. Sehingga, dia dan dan Tian memaparkan bagaimana hasil pertemuan mereka dengan pihak Satria. "Iya, Tuan. Selain demi menjalankan masalah pribadi, saya juga ingin menunjukkan pada mereka terutama pimpinan di sana, Pak Satria. Bahwa bekerja dengan perusahaan besar seperti Mahendra Corp tidak sama dengan perusahaan yang selama ini bekerja sama dengan mereka!" kata Lunar dengan begitu yakin. Bumi menatap sekretaris sekaligus calon istri keduanya dengan begitu intens. "Bagaimana jika mereka bisa membuktikannya.""Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi!""Caranya?" tantang Bumi dengan senyum miringnya. Perempuan cantik dengan rambut dikuncir kuda menjelaskan apa saja yang akan dia lakukan agar pabrik milik Satria gagal. Dia pun aka
Wanita mana yang tidak bahagia jika dilamar oleh seseorang. Walaupun bukan orang yang dia cinta, tetapi pasti ada rasa bangga lamar dengan romantis. Begitupun Lunar yang merasa senang dengan lamaran yang dilakukan oleh Bumi. Hanya saja, mendengar kata 'istri rahasia' membuat perasaan sedikit meratapi nasib bahwa secara langsung dirinya tidak diakui sebagai seorang istri di depan banyak orang. "Lunar, kenapa kamu tidak membalas ucapanku? Apakah kamu masih ragu dengan pernikahan kita beberapa hari lagi?" tanya Bumi melihat calon istrinya yang terdiam. "Bu-bukan begitu, Mas. Hanya saja aku ... .""Sudahlah, aku tidak menerima penolakan. Jadi, mau tidak mau, kamu akan tetap menjadi istri rahasiaku!"Bumi memasangkan cincin yang dia beli pada jari manis Lunar. Sangat pas dan semakin cantik di jemari yang tepat. Cup! Dikecupnya tangan indah itu, lalu pandangannya terarah para netra yang juga melihat padanya. "Sekarang kamu makan dulu, setelah ini ... aku punya sesuatu untukmu," kata B
Melihat wanita di depannya mengepalkan tangan, Lunar pun tersenyum sambil berlalu masuk ke dalam gedung kantornya. Dia tidak peduli dengan tatapan orang-orang, toh sudah biasa. Biarkan saja mereka melakukan hal itu setiap hari, selama tidak menggangunya. yang capek juga diri mereka. Lunar harus segera ke sampai di lantainya agar bisa membuatkan minuman untuk sang atasan. Tidak perlu ke pantry, karena di tempat kerjanya sudah Bumi sediakan dispenser agar dia mudah membuat minuman. "Tuan, ini saya Lunar," ucapnya seraya mengetuk pintu ruangan Bumi. "Masuk!"Dia pun membuka pintu dengan pelan. Dibawanya sekotak bubur ayam dan kopi susu vanilla yang biasa dinikmati oleh atasannya. "Ada lagi yang Anda perlukan, Tuan?" tanya Lunar sebelum pergi dari sana. "Apakah paspor milikmu masih aktif?" Anggukan ditunjukkan sebagai jawaban. "Masih, Tuan.""Bagus! Kamu pesan tiket ke Bali untuk dua minggu lagi!" titah Bumi pada perempuan di depannya. Lunar sedikit memiringkan kepalanya tanda dia
Tepat dua minggu setelah kunjungan Lunar ke pabrik yang di handle Satria, kini dia sudah berada di Bali bersama atasannya, Bumi. Untuk urusan kantor dan lainnya jelas dipegang oleh Septian, termasuk yang berhubungan dengan pabrik itu. "Selamat datang, di kamar kita, Lunar," ucap Bumi saat sampai di kamar hotel paling mewah. "Ka-kamar kita? Bu-bukannya kita pisah kamar, Mas?" Lelaki itu tidak menjawab, justru membawa masuk Lunar ke dalam kamar dengan nuansa putih. Kamar tersebut sangat luas dan saat dibuka gordennya, nampaklah pemandangan indah lautan di depannya. "Bagus 'kan?" tanya Bumi yang sudah membawa Lunar ke depan balkon untuk melihat secara langsung pemandangan di depannya. "Sangat bagus. Aku belum pernah ke sini dan melihat pemandangan seperti ini," seru Lunar memandang kagum ke arah depan. Tanpa dia duga, seseorang memeluknya dari belakang seraya menumpu dagu pada bahunya. "Aku senang jika kamu menyukainya. Di sini kita akan mulai semuanya, Lunar. Aku mau kita mencipta
Seorang perempuan terbangin dengan tubuh cukup pegal. Dirasakannya udara dingin dari AC kamar yang menyengat langsung pada tubuhnya yang mengenakan pakaian tidur tipis serta hanya berbalut selimut. "Aku sudah menjadi istri Mas Bumi seutuhnya," seru Lunar dengan pelan agar tidak membangunkan lelaki yang tidur di sebelahnya. Masih teringat jelas bagaimana sentuhan Bumi pada tubuhnya. Bahkan saat lelaki itu menjadi yang pertama menyentuhnya. Lunar tidak menyesal, toh, Bumi adalah suaminya. Dia berharap semoga saja lelaki itu tidak kecewa dengan dirinya kurang berpengalaman di ranjang. Walaupun tidak ada rasa, setidaknya Lunar harus tetap melakukan kesepakatan yang sudah mereka setujui. "Kamu sudah bangun?" tanya Bumi dengan suara serak. Lelaki tersebut mengubah posisinya menjadi bersandar di ranjang sambil menguap dengan pelan. Semua tidak lepas dari pandangan Lunar. Apalagi melihat tubuh Bumi yang lebih menggoda dari mantan suaminya. 'Ish, kenapa pikiranku jadi kotor,' batinnya se
Lunar menatap pria yang saat ini sudah duduk di depannya. Pria itu pun juga melihat padanya dengan senyum manisnya. "Jadi, Lunar yang jadi sekretaris anda, Tuan Bumi?" tanya pria itu masih menunjukkan senyumnya. Bumi dengan wajah datarnya menyahut, "Ya. Dia sekretaris saya yang baru. Apakah kalian saling mengenal?"Bisa Lunar lihat lirikan tajam yang diberikan oleh suaminya. "Kami berteman sewaktu saya magang di Jakarta. Sayang sekali, kami lost contact sejak Lunar menikah," jelas pria itu melihat pada perempuan di depannya. "Anyways, bagaimana kabar suamimu? Kalau mau bulan madu ke sini, katakan saja biar nanti aku berikan tempat yang istimewa."Lunar bingung harus bagaimana, dia melihat pada suaminya sejenak. Lalu, melihat pada pria yang dia kenal bernama Max. "Ah, itu ... .""Bisakah kita bicara tentang pekerjaan, Tuan Max? Untuk estimasi waktu karena ada tempat yang harus kami kunjungi," ucap Bumi memotong ucapan Lunar yang terlihat kebingungan. Max merasa tidak enak pada Bum