Share

Lelaki itu Bumi

Suara seru mobil yang lewat masih bersaut-sautan. Tidak ada salah satu dari mereka yang sadar bahkan peduli pada seorang perempuan hendak menerjunkan dirinya ke bawah jembatan.

"Setelah ini semua pasti akan selesai," kata Lunar yang masih memejamkan matanya.

"Yakin akan selesai?"

Sebuah suara masuk ke dalam telinga perempuan itu. Dicarinya sumber suara yang ternyata berasal dari lelaki yang menyandarkan tubuhnya pada pembatasan jembatan.

"Kenapa? Kamu mau lompatkan? Silakan saja, aku hanya akan melihat dan memastikan bahwa kamu benar-benar terjun ke bawah," kata lelaki yang tidak Lunar kenali.

Perempuan tersebut masih diam. Perasaan ragu hinggap dalam hatinya, apalagi saat melihat dan mendengar sungai mengalir yang cukup deras.

"Masalah itu tidak akan selesai dengan mati! Justru akan menimbulkan masalah yang baru dikemudian hari!" ujar lelaki yang dengan pakaian santai, kaos hitam, celana jeans, dan jaket kulit berwarna hitam. "Kalau kamu berniat mati karena disakiti oleh banyak orang, maka orang-orang tersebut akan tersenyum bahkan tertawa senang mengetahui kamu sudah tidak ada di dunia ini. Ya, itulah tujuan mereka, membuatmu pergi selamanya! So, enak di mereka dan tidak enak di kamu yang mati bunuh diri. Apalagi, katanya kalau mati dengan cara seperti itu, arwahnya tidak akan tenang karena tidak diterima di akhirat. Bukankah itu seram?"

Lunar memikirkan ucapan lelaki yang tidak dikenalnya. Dia mulai bimbang dengan apa yang tadi hampir dia lakukan.

Kemudian sebuah tangan tiba-tiba terulur di depan perempuan itu. "Turunlah! Setelah ini, aku akan bantu menyelesaikan masalahmu!"

"Bantu?" tanya Lunar mengkonfirmasi kembali ucapan yang dia dengar.

"Ya, aku akan bantu kamu. So, come on. Jangan buang waktumu, Nona!"

Dengan sedikit takut dan ragu, Lunar menerima uluran tangan itu sambil turun secara perlahan. Namun, saat dipijakan terakhir kaki perempuan itu tergelincir. Tubuhnya pun terhuyung hingga dia memeluk tubuh lelaki yang ada di depannya.

Deg!

Jantung Lunar berdetak kencang melihat wajah lelaki yang tadi tidak terlalu jelas dia lihat. Wajah putih bersih dengan alis tebal dan rahang yang kokoh membuat lelaki tersebut begitu sempurna.

'Tampan,' gumam perempuan tersebut dalam hatinya.

"Sudahkah memandang wajahku, Nona?" tanya lelaki itu dengan senyum miringnya.

Dengan cepat Lunar tersadar dengan rasa malu seraya melepas diri dari lelaki itu. "Te-terima kasih karena sudah membantuku."

"Ikut denganku, maka kamu akan tahu bagaimana aku membantumu!" Lelaki tersebut berjalan lebih dulu menuju mobil yang terparkir di dekat sana.

Lunar merasa takut untuk ikut, hingga lelaki itu menoleh dan memberikan kode untuk ikut dengannya. Perempuan tersebut menghela nafas pelan sembari meyakinkan dirinya bahwa lelaki tersebut memang bisa membantu untuk menyelesaikan masalah yang sudah menimpa dirinya.

*****

"Namaku Bumi dan aku akan membantu semua masalahmu, termasuk membalas siapa pun yang sudah menyakiti kamu. Namun, dengan syarat ... ." Lelaki yang mengaku bernama Bumi itu sengaja menghentikan ucapannya.

"Syarat apa?" tanya Lunar dengan penasaran, walaupun dia masih belum tahu apakah menerima tawaran itu atau tidak.

"Menikah denganku dan lahirkan anak laki-laki! Bagaimana?"

Jjeder!

Mata Lunar melotot sempurna mendengar tawaran Bumi. "Me-menikah dan melahirkan anak? Kenapa harus aku? A-anda bisa mencari perempuan lain untuk melakukan hal itu!"

Sungguh Lunar tidak percaya bahwa dia ditawarkan menikah hanya demi anak, apalagi harus anak laki-laki. Apa salahnya dengan anak perempuan? Semua anak sama, atau mungkin memang sudah tuntutan dari keluarga lelaki itu.

"Kamu tidak perlu tahu kenapa aku memilihmu! Kita akan menikah besok di sini! Semua keperluanmu akan tercukupi!"

"Aku belum setuju dengan penawaran itu," protes Lunar dengan wajah kesal.

Bumi yang sudah berdiri mengurung tubuh perempuan tersebut yang duduk ndi single sofa. "Aku tidak butuh jawaban, aku hanya menawarkan dan kamu wajib setuju! Jika tidak, maka kamu akan terkurung di apartemen ini dan tubuhmu akan dinikmati oleh penjaga-penjagaku."

Tubuh Lunar merinding. Padahal dia berpikir bahwa lelaki di depannya sangat baik dan mampu membantunya dalam menyelesaikan masalah. Namun, malah menciptakan masalah baru untuknya.

"Tetapi, aku belum resmi bercerai dengan suamiku," kata Lunar dengan susah payah.

"Aku akan mengurusnya dan selama itu, kamu akan menjadi kekasihku dan juga selama menunggu hari kamu bisa aku nikahi, menurutlah dengan apa yang aku katakan!" balas lelaki tersebut sembari menjauhkan dirinya dari perempuan yang melihatnya dengan takut.

"Apartemen ini akan menjadi tempatmu dan tempat kita memadu kasih nantinya, jadi jangan mencoba untuk pergi atau kabur. Sampai jumpa besok!"

Lelaki tersebut pergi begitu saja meninggalkan Lunar yang masih merinding melihat perubahan Bumi yang sangat drastis.

"Belum menikah saja dia seperti bunglon hitam yang menakutkan, bagaimana jika menikah nanti? Mungkin akan lebih menakutkan lagi," kata Lunar seraya mengusap tengkuknya yang masih merinding.

Lunar mengusap kasar wajahnya dengan kedua tangan. Lalu, dia memandang ke arah depan dengan kosong.

"Setidaknya aku tidak mati dan membuat orang-orang itu senang. Yah, aku pun harus mengambil hakku yang sudah mereka rebut dengan curang. Aku harus menjalani pernikahan itu, apa pun yang terjadi," seru Lunar mencoba menguatkan dirinya sembari mengingat orang-orang yang sudah membuatnya menderita dan nyaris bunuh diri.

"Aku akan balas kalian hingga ke akarnya!"

Perempuan tersebut sudah memutuskan untuk menerima konsekuensi apa pun yang akan dia dapatkan jika nanti menikah dengan Bumi. Walaupun dia belum mengetahui siapa lelaki itu sebenarnya, tetapi Bumi bisa membantunya untuk meraih apa yang dia inginkan.

*****

Waktu berlalu, jam dinding terus bergulir hingga hari berganti. Seorang perempuan terbangun dari tidurnya mendengar suara pintu kamar yang dia tempati terbuka.

"Selamat pagi, Nona," seru seorang wanita paruh baya dengan pakaian hitam dan bagian dada berwarna putih, pakaian khas pelayan.

"Ada apa, Bi?" tanya Lunar yang sudah mengubah posisinya mejadi duduk.

"Tuan Bumi sudah dibawah dan meminta Nona untuk segera turun untuk sarapan bersama."

Sarapan? Lunar baru sadar bahwa hari sudah mulai pagi. Perempuan tersebut menganggukkan kepala, hingga pelayan itu keluar dari kamar.

Efek kelelahan lahir dan batin, membuat Lunar sangat lelah sampai dia bangun sedikit telat dari waktu biasanya.

Perempuan itu membersihkan diri dan ingat bahwa dia harus tetap bekerja, jadi dia pun mengenakan pakaian kerja yang masih berada di dalam kopernya.

"Untung saja berkas penting perusahaan tidak mereka ambil. Lagipula, mana mengerti Mella dan ibunya tentang berkas seperti itu. Mereka 'kan hanya bisa belanja saja," kata Lunar seraya mengenakan tas satu-satunya yang dia miliki dan membawa berkas kerjaannya.

Dengan perlahan perempuan cantik dengan mata yang sedikit sembab itu melangkah menuju meja makan.

"Se-selamat pagi, Tuan Bumi."

Lelaki itu menoleh dengan menaikkan sebelah alisnya. "Tuan? Aku kekasihmu, bukan Tuanmu, Lunara!"

Mata perempuan itu membelalak mendengar namanya disebut oleh Bumi, padahal seingatnya dia belum memperkenalkan dirinya.

"Ba-bagaimana anda bisa tahu namaku?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Aisyahnee
Aku ga perlu meragukan lagi cerita kak Dedew.. keyen euyy.. harus belajar neh diriku.. hehehe.. semangat kakak... ............
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status