Bab 8 Rahasia Farel
Selepas memanjakan wajah di salon, aku memutuskan pergi ke kafe untuk bertemu dengan Arin sahabatku.
Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padanya, meluahkan segala rasa mengganjal di hati."Jadi kamu sudah gak curiga lagi ni, sama suamimu?" Tanya Arin. Dia kemudian meraih minuman di meja dan meminumnya.Setelah kejadian malam itu aku menceritakan semua pada Arin karena hanya Arinlah tempat aku menceritakan semua masalahku."Ya ada dikit sih yang masih janggal dihati tapi aku tepis, aku tak mau hanya gara- gara masalah yang tak ada buktinya rumah tanggaku jadi retak."
"Ya syukur deh kalau gitu, gak perlulah curiga berlebih pada pasangan," kata Arin.
Arin lebih dahulu menikah.Namun, dalam hal keturunan kita sama, sama- sama belum dikaruniai keturunan. Bahkan Arin juga pernah dititik paling kritis dalam rumah tangganya ketika suaminya selingkuh dan membawa perempuan selingkuhannya itu kerumahnya, bahkan suaminya sempat mengutarakan keinginannya yang mau poligami. Berkat keteguhan hati Arin dalam mempertahankan rumah tangganya, pada akhirnya suaminya sadar dan kembali juga pada Arin.
"Dalam rumah tangga itu memang biasa ada kerikil, ya ibarat jalan kan ada yang mulus ada yang enggak, jadi ya tergantung kita menyikapinya," ujar Arin di sela kami menikmati makanan kami."Tapi gimana kalau ternyata Mas Farel memang benaran bohong?""Astagfirullahaladzim Ane, baru aja aku kasih pengertian eh udah mau suudzon lagi," ujar Arin kesal.
Sejujurnya aku masih belum bisa percaya seratus persen pada Mas Farel.
______
Setelah bercerita dengan Arin dan meluahkan segala rasa di hati akupun pulang,aku baru saja sampai rumah saat Mas Farel datang dengan motor gedenya. Dikarenakan mobil Mas Farel belum selesai diperbaiki maka Dia memakai motor untuk kerja.
Senyum segera mengembang dibibir Mas Farel " Asalamualaikum, cinta dunia akhirat Mas," ujarnya saat aku mendekat untuk tazim.
Kubalas ucapan suamiku dengan senyuman, memang dia pandai membesarkan hati istrinya."Hmm cantiknya istri Mas," pujinya. Menarik tubuhku kepelukan lalu menghirup wangi rambutku yang habis creambat.
"Hmm wangi," pujinya. Saat seperti inilah aku benar- benar terlena dan merasa sebagai perempuan yang paling teruja dan dicintai dan melupakan segala curiga dan prasangka dihati ini padanya.______Setelah besiap kamipun ke rumah Ibu mertuaku yang kurang lebih memakan waktu sekitar tiga jam, dalam perjalanan tak henti- hentinya kami bercerita dan sesekali di iringi candaan-candaan ringan.Seorang wanita segera menyambut kedatangan kami begitu melihat mobil kami masuk kehalaman rumah.
"Ibu ada Bi?" Tanya Mas Farel pada Bi Munah."Ada Den di dalam," jawab wanita itu ramah.
"Non Ane apa kabar, makin cantik aja," ujar wanita itu saat bersitatap denganku.
"Alhamdulilah baik Bi," jawabku.
Setelah berbasa-basi sebentar kamipun masuk kedalam rumah. Rumah Ibu taklah besar. Namun, sangat nyaman bagi penghuninya, suasananya adem dan teduh.
"Eh anak-anak Ibu sudah sampai, sibuk didapur sampai tak tahu kalian datang," kata Ibu menyambut kedatangan kami. Ada senyum mengembang di bibir yang sudah mulai keriput itu.Segera kuraih tangan mertuaku dan mencium punggung tanganya sebagai tazim, begitu juga Mas Farel juga melakukan hal yang sama."Yok makan dulu!" Ujar Ibu Mertuaku.Sudah biasa jika kami datang, Ibu mertuaku akan masak makanan kesukaan kami, Mas Farel ayam crisypi, orek tempe sementara aku pecel lele. Alhamdulilah aku yang yatim piatu ini memiliki mertua yang baik dan pengertian seperti Ibu sehingga tak merasa kekukarangan kasih sayang jadinya."Makan yang banyak ya kalian! Ane kamu juga, Ibu perhatikan kamu agak kurusan," ujar Ibuku.
"Akhir-akhir ini memang saya malas makan Bu," jawabku.
"Gak boeh gitu, sehat itu mahal lo," kata Mertuaku sambil mengambillkan ayam goreng dan menaruh kepiringku.
"Gak papa Bu, nanti Ane ambil sendiri," ujarku."Tu dengerin!" Ujar Mas Farel menatap kearahku."Iya Mas," jawabku.
Aku makan begitu lahap, begtu pula Mas Farel, hampir semua hidangan yang Ibu siapkan untuk kami, kami makan habis membuat Ibu tertawa senang."Eh Bu, tadi Bi Muna sudah nyisihin makanan belum?" Tanya Mas Farel."Sudah, tadi Ibu sudah sisihkan buat Dia," ujar Ibu.Selesai makan kami duduk di sofa ruang tengah sambil mengobrol apa saja, suasanapun begitu hangat. Ibu juga menasehati kami agar lebih sabar menghadapi apapun ujian dalam rumah tangga kami, mungkin sebab kami belum memiliki keturunan jadi Ibu memberi kami nasihat seperti ini."Bu aku duluan tidur ya, ngantuk," pamitku setelah bicara pada Mas Farel terlebih dahulu."Iya," jawab Ibu Mertua.
Aku pun segera menuju kamar atas tempat biasa kami tidur saat kami berkunjung kesini.Baru saja aku akan membuka pintu kamar, aku mendengar Ibu bicara. Salah satu kelebihanku, aku memiliki telinga yang tajam.
"Giamana Le, apa kamu sudah jujur pada Ane?"
Deg,
Jantungku bagai disentap seketika, ada rahasia apa ini.
"Belum Bu, aku belum berani," jawab Mas Farel lirih.Namun, aku masih bisa dengar.
"Le sepahit apapun kejujuran itu lebih baik dari sebuah kebohongan, kasihan Ane, sudah terlalu lama kamu bohongin dia. Ibu takut kalau nanti malah dia tahu dari orang lain, tentu itu lebih sakit rasanya Le," ujar Ibu.
Ikutkan hati aku ingin segera turun dan menanyakan pada Ibu, ada rahasia apa Mas Farel?
"Farel masih nunggu waktu yang tepat Bu."
"Jangan lama-lama Le, sudah dua tahun kamu membohongi Ane, Dia istri yang baik Le, kamu jangan sia-siakan," "Ya Bu, sudah malam, Farel permisi dulu," ujar Mas Farel.Aku segera buru-buru masuk kamar dan pura-pura tidur walau dalam hati ada berjuta pertanyaan.
Mas Farel menyembunyikan rahasia apa?
Apa ini ada hubunganya dengan Mbak Riana?
Ya Tuhan Kenapa begitu banyak rahasia yang Mas Farel sembunyikan dariku.
Bab 25 Pulanglah Sayangpov FarelAsalamualaikumSenyap, tak ada jawaban atas salamku. Entah kemana Nara pembantuku, mungkin Dia sedang asyik bekerja di belakang sehingga tak mendengar salamku.Ku rebahkan bobot tubuhku di sofa, menatap sekeliling ruangan.SepiTak ada lagi suara Ane istriku yang menjawab salamku walau kadang kedengaran terpaksa, tak ada lagi Dia yang menyambutku walau tiada lagi senyum untukku.Pulanglah Sayang!Aku merintih di dalam hati, sungguh aku rapuh tanpa istriku. Tak kupedulikan lagi penampilanku walau teman-temanku bilang aku sekarang lebih tua dari umurku dengan rambut yang tak beraturan di wajahku, rambut yang tak lagi klimis dan ku sisir asal tiap pergi kekantor wajah juga kusut tak lagi ceria.
Bab 24 Inalilahiwainalilahirojiun"Terus kamu percaya begitu saja pada Riana?"Aku mengangguk lemah membuat Arin menggeleng beberapa kali."Temui Luciana! Minta penjelasan darinya, jangan hanya menilai masalah dari sebelah pihak saja!"Aku gak tahu rumah Luci Rin.""Nanti kita cari sama-sama," ujar Arin."Tapi kamu jangan tanya Mas Farel!""Kenapa?""Bisa saja kan nanti Mas Farel bersengkongkol dengan Luci untuk membodohiku."Arin menggeleng ," Ane, ane kalau sama Riana, setiap ucapannya kamu telan mentah-mentah, giliran sama Farel yang notabenenya suamimu kamu ragu," ujar Arin.Mendadak kepalaku pusing dan perutku sedikit mual."Ahh..," rintihku sambil me
Bab 23 Awas Kau Luciana!Pov RianaAku tersenyum puas setelah mengirim video mesra Farel dan Luciana mantan tunangnya. Mereka berada di sebuah kafe di samping Rumah Sakit tempat aku terapi.Sengaja aku mengikuti Farel saat akumelihatnya bersama Luci"Sasaran empuk ni," gumamku. Aku lalu diam-diam merekam mereka dari tempat yang mereka tak ketahui.Aku tahu Ane adalah wanita lemah yang dengan mudah aku pengaruhi dengan kata-kata yang aku goreng secara sempurna agar Dia kasihan padaku. Aku yakin setelah ini mereka akan perang.Aku tersenyum miring membayangkanya."Salah kamu Ane, kamu terlalu lugu jadi wanita," gumamku.Beberapa saat setelah video kukirim aku mendapat pesan dari Ane.[Ini ka
Bab 22 Jangan Bodoh Ane!"Ane!"Saat aku sedang asyik mengingat Mas Farel aku dikejutkan oleh sebuah suara. Aku pun menoleh ke arah sumber suara."Mbak Riana.""Kamu ngapain di sini?""Mau makan Mbak, oya kenalkan Mbak ini Arin temanku."Arin mengulurkan tangannya dan bersalaman dengan Mbak Riana."Bu Guru.""Hai sayang," ujarku pada Tasya. Anak itu berlari kepelukanku saat aku mengembangkan tangan. Ada rasa rindu padanya setelah beberapa hari gak ketemu."Kamu dari mana sayang?""Dari bimba di jemput Papa sama Mama."Hatiku berdesir lirih takut kalau-kalau Mas Farel muncul
Bab 21 Separu jiwaku PergiPov Farel"Aku sudah gak papa, nanti malam giliran Mas pergi ke rumah Mbak Riana, Tasya pasti sudah rindu sama Mas.""Tapi Mas ingin menemanimu," ujarku lembut.Suami mana yang tega meninggalkan istrinya yang sedang mengandung dan dalam keadaan lemah seperti itu. Hatiku bagai teriris tiap melihatnya muntah, lemah dan tak berdaya seperti itu. Sempat terpikir olehku untuk menggugurkan saja kandungan istriku, dari pada melihat istriku menderita seperti itu.Tubuhnya kurus, wajahnya pucat bahkan selalu muntah tiap dia memakan sesuatu. Ingin ini muntah ingin itu muntah, apa memang begini kalau wanita sedang mengandung."Wanita hamil memang seperti itu Le, Ibu juga dulu seperti itu. Itu bawaan bayi, jika sudah tiga atau empat bulan juga akan baik sendiri," ujar Ibuku lembut saat aku mengadu tentang kekawatiranku
Bab 20 Aku Menyerah"Ya Allah," gumamku sambil menutup mulutku begitu video kuputar. Aku lihat Mas Farel sedang berada di mall dengan luciana dan anaknya dan mereka tampak sedang berbahagia seperti sebuah keluarga.Kali ini aku sudah tak tahan lagi, aku harus segera pergi dari sini.[Ini kapan Mbak?] chatku pada Mbak Riana.[Tadi Dik][Ya Alah Mbak, jadi Mas Farel gak antar Mbak terapi?][Tiap terapi juga Mbak sendiri Dik, jujur Mbak sudah gak tahan tapi Mbak bisa apa, dengan kondisi Mbak sekarang ini, Mbak gak mungkin bisa menghidupi Tasya, jangankan menghidupi Tasya Dik, menghidupi diri sendiri pun Mbak tak mampu]Ya Allah luruh air mataku membaca pesan dari Mbak Riana, aku mencoba menempatkan diri ini pada posisi Mbak R