Frank menghentikan mobilnya di salah satu Restaurantnya. Selain ada perusahaan, Frank memiliki berbagai macam bisnis salah satunya di bidang Restaurant.
"Turunlah," titah Frank.
Viona pun turun, dia mengekori Frank hingga ke sebuah ruangan VIP yang di khusukan untuknya sendiri.
"Buatlah beberapa makanan untuk ku," ucap Frank. Dia masih kesal pada Viona yang masih meladeni mantan pacarnya.
Kedua mata Viona terbelalak. Dia datang ke rumah Frank bukan sebagai pembantu. "Aku istri mu Frank, walaupun aku tidak memiliki status di hati mu."
Frank tidak memperlihatkan wajahnya senang, kesal atau marah. Wajahnya bagaikan dinding yang sulit di tebak. "Aku bukan Beliana yang melayani mu."
"Anggap saja hukuman untuk mu. Apa kau mau kakek Damian tau?"
"Frank!!" Viona menggebrak meja di depannya. Dadanya naik turun merasakan amarah yang meluap-luap di dadanya. "Kau mengancam ku?"
Di kehidupan dulunya bagaimana hatinya bisa menyukai pria seperti Frank. Pria yang tidak memiliki perasaan, pria yang bermulut pedas dan kejam.
"Kau tidak mau melakukannya?" Frank mengambil ponselnya. Dia hendak menghubungi kakek Damian.
"Baiklah," ucap Viona tak menyerah. Kehidupan keduanya semakin membenci Frank. Dia tidak akan tinggal diam, suatu saat nanti dia akan terlepas dari pria tak punya hati ini.
Frank menaruh ponselnya dan bertepuk tangan. Satu pelayan pria yang berdiri tak jauh dari sana menghampiri Frank.
"Bawa dia ke dapur, jangan ada yang membantunya," ucap Frank dengan nada dingin.
Viona mengekori pelayan pria itu, ia tidak tau harus memasak apa? Selama ini ia tidak pernah belajar memasak.
Viona menatap daging di depannya. Tidak akan ada yang membantunya. Dia melihat beberapa menu makanan dan mulai memasak sesuai resep yang tertera di ponselnya itu. Kadang dia menumpahkan tepung, telur kadang pula tangannya terkena air panas.
Mencoba menguatkan hatinya yang terasa perih. Entah bagaimana kakeknya melihat Frank sebagai menantu terbaik. Padahal tidak ada baik-baiknya sekali. Air matanya mengalir tanpa ia minta.
"Nyonya biar saya bantu," ucap salah satu pelayan dapur itu. Dia menaruh masakan yang telah Viona buat.
"Iya terima kasih."
Viona meletakkan beberapa masakan yang ia buat. Dia berdiri di depan Frank menahan panas di lengan kirinya.
Frank melihat beberapa hidangan di depannya. Dia mulai mencicipinya dan terasa asin. Dia mengambil tisu di sampingnya dan memuntahkan daging yang gosong dan asin itu. "Kau ingin meracuni ku?" Tanya Frank. "Makanlah."
Viona ragu, ia tidak yakin dengan masakannya. "Aku tidak ingin memakannya."
"Viona kau tidak berhak melawan ku."
Viona mengepalkan kedua tangannya. Dia mengambil steak di piring Frank, namun saat ia ingin memakannya, Frank menghentikannya. "Jangan di makan."
"Kau belikan aku dua es krim rasa strowbery." Titah Frank.
Viona melangkah gontai, ia mencari toko es krim terdekat. Melihat di ponselnya dan sebuah toko es krim muncul hanya jarak beberapa meter. Dia pun berjalan kaki menuju es krim itu.
Dia membeli es krim itu dan melangkah tergesa-gesa. Frank pasti akan mengamuk lagi jika es krim di tangannya meleleh.
Hingga sampailah Viona di ruangan tadi, namun saat dia membuka pintu dia melihat Beliana yang duduk di depan Frank.
Viona menunduk, dia menaruh dua es krim itu. Frank menatap es krim itu dan mengangkat wajahnya melihat ke arah mantan istrinya.
"Makanlah, kau sangat suka es krim itu kan?" Tanya Frank dengan nada datar.
Beliana tersenyum, Frank masih mengingat es krim kesukaannya. "Frank kau tidak melupakan ku."
Beliana mengambil es krim itu. "Katanya kau sudah menikah?" Tanya Beliana. Dia menyesal telah berpisah dengan Frank. Seharusnya dulu ia mengalah dan tidak egois. "Dimana istri mu?" Beliana melirik wanita di sampingnya, yang berdiri di dekatnya. "Apa dia istri mu?"
"Bukan dia bukan istri ku," ucap Frank. Dia tidak ingin mengakui pernikahannya karena pernikahannya tanpa dasar cinta.
Beliana tersenyum, hatinya menghangat. Frank tidak mengakui istrinya artinya dia memiliki harapan untuk kembali dengan Frank. "Frank aku ingin bertemu dengan Jaxon."
Frank memilih fokus pada ponselnya. Dulu Beliana meminta cerai dengannya karena dia memilih pekerjaannya dan tidak mau mengurus Jaxon.
"Aku bersalah Frank, aku ingin menjadi ibu yang baik untuk Jaxon. Berilah aku kesempatan Frank. Aku ingin memperbaikinya."
Frank menatap sengit ke arah Beliana hingga wanita itu terdiam. "Kau tidak perlu ikut campur urusan Jaxon."
Frank berdiri dan meninggalkan Beliana sendiri. Viona mengekorinya dan langkahnya berhenti ketika sebuah suara memanggil namanya.
"Aku tau kau istrinya Frank, tapi sayangnya Frank tidak mengakui mu, berarti Frank tidak mencintai mu."
Viona menoleh dan menarik sebelah sudut bibirnya. "Aku tidak membutuhkan cinta dari mantan suami mu. Seharusnya kau mengkhawatirkan dirimu, jika Frank mencintai ku kau akan sulit bertemu dengan Jaxon."
Viona duduk di sebelah Frank. Dia melirik Frank saat mendengarkan ponsel suaminya berdering.
"Angkatlah, kau masih mencintai Beliana. Jadi jangan sok jual mahal. Sebelum Beliana benar-benar meninggalkan mu. Jaxon juga butuh Beliana, sebaiknya kau pertemukan mereka."
Kalau kalian bersama maka akan semakin cepat aku meninggalkan mu.
Bip
Frank marah, ia tidak setuju dengan Jaxon yang di pertemukan dengan ibunya. Padahal ia sebagai ayahnya saja selalu melarang Jaxon.
"Apa kau gila? Semenjak kapan hak Jaxon jatuh pada tangan mu?"
"Kau seenaknya saja memutuskan untuk mempertemukan mereka. Beliana atau pun kau, tidak ada yang berhak memutuskan apa pun tentang hidup Jaxon."
Frank tidak suka dengan Viona yang seenaknya saja memutuskan kehidupan Jaxon.
"Cepat atau lambat, mereka harus bertemu. Apa kau pernah menanyakan? Jaxon rindu pada ibunya atau tidak?"
Viona tahu Jaxon sangat membatasi dirinya dengan ibunya. Di kehidupan lalu. Jaxon selalu menolak untuk bertemu dengan ibunya dan bahkan Jaxon terkesan tidak menerima ibunya.
"Viona, kamu hanya ibu tirinya dan bukan ibu kandungnya." Geram Frank.
Deg
Viona menatap tajam Frank, kedua mata orang itu bagaikan sengatan listrik yang saling beradu.
Viona merasa sakit hati, apa dia memang tidak pernah pantas untuk menjadi ibu bagi Jaxon? Apa hanya wanita itu? Ya, dia melihat sendiri, bagaimana Frank memperlakukannya dengan baik.
Frank memarkirkan mobilnya, kemudian keluar dan menunggu Jaxon. Tidak lama anak itu keluar, dia berteriak dan melambaikan tangannya.
"Daddy," sapa Jaxon.
Frank mencium pucuk kepalanya.
Jaxon melirik ke kanan dan ke kiri, seseorang yang ia cari tidak ada. Padahal, dia berharap Viona menjemputnya.
"Siapa yang kamu cari?" Tanya Frank.
"Jaxon!"
Jaxon mendongak, anak berumur lima tahun itu berhambur ke pelukan Viona.
Viona tersenyum getir, sekalipun ia hidup dua kali ternyata rasa sayang untuk Jaxon masih ada. Dia tidak tega bersikap dingin padanya. Hati nalurinya menyayangi Jaxon.
"Anak Mommy, " ucap Viona. Dia mencium kedua pipi gembul milik Jaxon. Di kehidupan lalunya, dia sering mencium pipinya.
"Mommy, menjemput ku?" Tanya Jaxon tak percaya. Padahal dia tidak berani, tapi saat Viona menjemputnya ia yakin Viona menerimanya.
"Iya dong, mulai hari ini. Mommy akan menjemput Jaxon."
Jaxon kembali memeluk Viona, dan Viona mengangkat Jaxon ke dalam pelukannya.
Frank menatap Viona dengan tatapan yang sulit di artikan, namun Fiona langsung membuang wajahnya. Hatinya masih sakit dengan perkataan Frank.
"Ada apa dengannya?" Gumam Frank. Dia tidak menyadari perkataannya bagaikan pisau yang menancap di hati Viona.
Viona memangku Jaxon, dia melepaskan tas kecil di punggung Jaxon, lalu menaruhnya di tempat duduk samping.
"Pasti lelah ya..." Viona menghapus jejak keringat di dahi Jaxon.
"Pasti Jaxon bau ya mom?" Tanya Jaxon. Dia tidak mau Viona merasa tidak nyaman dengan keringatnya.
Viona tersenyum, tingkah laku Jaxon selalu saja membuatnya tertawa. "No, tentu tidak sayang." Viona mencium pipi Jaxon.
"Tidak sayang. Bagaimana sekolahnya?"
"Tadi aku menanam pohon, Mom."
"Lucunya." Viona dengan gemas menarik hidung Jaxon.
"Pasti anak Mommy lelah." Viona menepuk pelan punggung Jaxon, dan benar saja Jaxon kelelahan karena aktivitas sekolahnya. Entah permainan apa yang dia lakukan membuatnya tidur dengan cepat.
Maafkan Mommy Jaxon, dulu Mommy tidak pernah memandang mu.
Frank melihat di balik kaca kemudinya. Dia melihat adegan seorang ibu dan putranya. Hatinya tampak ragu, dulu dia mengatakan Viona sama seperti mantan istrinya, tetapi setelah melihat Viona akrab pada putranya. Dia merasa prangsangka nya telah salah.
"Kalau kamu lelah, biarkan dia tidur di kursi," ucap Frank.
Viona tak menjawab, ia masih dekil dengan perkataan Frank. Mulut pedasnya tidak bisa di rem.
Frank kembali melirik, Viona begitu enggan melepaskan putranya. Hingga keheningan itu muncul dan beberapa menit kemudian mobil Frank memasuki halaman rumahnya.
Frank memarkirkan mobilnya, dia keluar dan membuka pintu belakang mobilnya.
"Biar aku saja," tawar Frank.
Sama sekali Viona seperti orang bisu. Dia begitu enggan untuk berbicara. Kini ia bertekad, akan mengabaikan Frank dan bicara seperlunya saja.
Viona membaringkan tubuh Jaxon dengan pelan. Dia melepaskan sepatunya kemudian menaruhnya di lantai. Melihat tidur pulas Jaxon dia memperbaiki bantalnya agar tidak terlalu tinggi. "Apa yang kau rencanakan?" tanya Frank. Dia yakin Viona menginginkan sesuatu darinya. "Jangan memanfaatkan Jaxon untuk mendapatkan perhatian ku.""Frank kau tidak mungkin lupa dengan perkataan mu kan? kau sudah memberikan ku pada Arel. Jadi buat apa aku mencari perhatian mu." Viona memalingkan wajahnya. "Kau tidak akan melupakan perkataan mu kan?""Kau tidak perlu khawatir aku akan merebut posisi Beliana di hati Jaxon. Justru aku akan membantu mu untuk mendekatkan Jaxon pada Beliana."Frank memutuskan pandangannya. Dia melihat ke arah Jaxon. Putranya begitu kecil dan Beliana meninggalkannya hanya karena pekerjaannya. "Aku memang masih menginginkan Beliana, tapi sebagai ...."Hati Viona seperti di peras dan di hancurkan. Ternyata hatinya masih belum sembuh, luka yang menganga itu justru semakin lebar. "Kita
Viona menuruni anak tangga dan melihat seorang wanita di lantai bawah. Dia menahan kedua kakinya dan sejenak melihat ke arahnya. Dia tidak boleh menghindarinya dan akan membuktikan kalau dia bisa berdiri. "Beliana."Viona melanjutkan langkahnya dan menyambut Beliana. "Kau ingin bertemu dengan Frank?" Beliana mengangguk, kedua matanya menangkap sosok anak kecil berlari menuruni tangga kemudian berhambur memeluk Viona. "Mommy ayo antar aku lagi ke sekolah." Seru Jaxon. Dia memeluk erat kedua kaki Viona.Viona menoleh ke arah Beliana. Ini pertama ibu dan anak seharusnya dia tidak mengganggunya kan?"Apa dia Jaxon?" tanya Beliana. Dia melihat putranya begitu mirip dengan Frank."Iya," ucap Viona dengan singkat dan padat. Beliana ingin mendekat, namun sepertinya Jaxon masih asing padanya. "Bisakah kau menemani ku bersama dengan Jaxon.""Mommy dia siapa?" tanya Jaxon. Dia mengerutkan keningnya merasa asing."Jaxon duduklah dulu," ajak Viona. Dia duduk di samping Jaxon menghadap ke arah
Beliana tersenyum, dia pun mengikuti mobil iti ke salah satu gedung. Tanpa mereka sadari Viona membuntutinya mobil yang menculik Jaxon. Viona menghubungi Frank, dia sangat khawatir pada Jaxon. "Cepat Anya," ucap Viona.Niat hati tadi dia menjemput Jaxon dan mengajak Anya."Lapor polisi, lapor polisi," ucap Anya. Dia terus mengikuti mobil itu dan tanpa sadar memasuki sebuah hutan. Mobil yang di tumpangi oleh Jaxon berhenti di sebuah rumah tua. Anya pun menghentikan mobilnya di dekat pohon besar. Tidak bisa menghubungi Frank, dia pun menghubungi Arel."Aku keluar dan mengulur waktu, kau harus mencari bantuan," ucap Viona. Dia melihat sebuah rumah tua. Viona berlari dan masuk. "Kemana dia membawa Jaxon?" Viona melihat sekeliling rumah tua yang terbengkalai tersebut. Kedua matanya melihat sekeliling rumah itu dan menaiki anak tangga, dia yakin Jaxon berada di lantai atas."Kenapa ada Viona?" Beliana keluar dari mobilnya. Dia melihat Viona berlari. "Baiklah, karena kau masuk sendiri ke
Arel meninju habis-habisan dua preman itu hingga wajahnya mereka babak belur. Pria itu seperti kesetanan melihat Viona terluka dan di perlakukan kasar. Ia tidak terima melihatnya.Setelah melihat dua preman itu terkapar. Dia menghampiri Viona dan memeluknya dengan erat.Viona menangis dalam pelukannya. Arel membantu Viona berdiri dia merangkul Viona dan tanpa di sadari satu preman itu menusuk Arel dengan pisau. Anya berteriak nama Arel sedangkan Viona mematung. Dia memeluk tubuh Arel. "Arel, Arel ...."Perlahan tubuh Arel merosot. Viona menahan tubuhnya. Darah segar mengalir dari perutnya. "Arel sadarlah, kau harus membuka kedua mata mu."Sedangkan Frank dan beberapa pengawalnya hendak meringkus dua preman itu namun seseorang menembak mereka."Beliana apa yang kau lakukan?!" Sentak Frank. Dia belum mengintrogasi mereka dan mencari tau siapa dalangnya yang menyentuh putranya."Frank mereka berbahaya," ucap Beliana. Dia yang tidak pernah membunuh orang kini harus membunuh orang. Sejuju
Kakek Damian menghapus air matanya, ia tidak tega melihat Viona terus menerus mengeluarkan air matanya, wajah pucatnya membuat sesak di dadanya. Ia tidak menyangka jika cinta Viona sedalam itu pada Arel. Ada rasa bersalah di hatinya."Viona." Viona tak mampu menahan tangisnya, dia memeluk batu nisan Arel. Rasa sakitnya seperti ribuan tombak yang menusuk tubuhnya. Rasanya sangat sakit seperti di hempaskan begitu saja sampai ke dalam jurang seakan ia tak mampu lagi untuk keluar. "Vio sudah, ayo kita pulang." Ajak kakek Damian."Tidak Kek, aku ingin tetap di sini. Kakek saja yang pulang. Vio masih ingin di sini, di sini." Frank memegang sebelah bahu kakek Damian. Dia menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Biarkan saja Kek, Vio butuh waktu. Aku yang akan menemaninya di sini."Kakek Damian mengangguk. Dia cukup tenang jika ada Frank yang menjaga cucunya. "Terima kasih Nak, tolong jaga Viona."Anya masih setia berada di samping Viona. Dia cukup terpukul dengan kepergian Arel."Seharusnya
Jaxon ketakutan melihat wajah ibunya yang menyeramkam, seperti menargetkan sesuatu. "Tante mau apain Mommy?" tanya Jaxon. Dia takut terjadi sesuatu lada ibu tirinya. Beliana berjongkok, dia memeluk Jaxon. "Mommy bisa melakukan apa pun jadi turuti perintah Mommy, kau bisa kehilangan ibu kesayangan mu itu."Jaxon ketakutan, ia tidak ingin terjadi sesuatu pada ibunya. "Jangan lakukan apa pun pada ibu ku."Beliana mengangguk dan tersenyum. "Baiklah sayang tidak akan terjadi sesuatu pada ibu mu." Jaxon mengepalkan kedua tangannya. Dia berjanji akan melindungi ibunya. "Apa mau Tante?" tanya Jaxon. "Jangan panggil aku Tante, panggil aku Mommy, Mommy Beliana."Jaxon merasa tertekan, ibunya seperti ingin memangsanya. Dia mengangguk dengan hati ragu. ...Beliana menyiapkan makan malam, dia tersenyum melihat hidangan tertata rapi di meja makan. Dengan tangannya sendiri ia memasak dan di bantu oleh beberapa pelayan. Malam ini terasa begitu indah baginya, kebetulan Viona tidak pulang, ia berha
Kakek Damian mengusap surai hitam milik Viona. "Jangan menangis sayang."Viona mengangkat wajahnya. "Aku sudah melakukan semuanya, aku, aku, aku melakukan kesalahan Kek. Aku melakukan kesalahan, aku melakukan kesalahan. Seharusnya tidak seperti ini." Dadanya sangat sesak, bernapas pun terasa panas bagaikan menyimpan bara api. "Jangan menyalahkan dirimu sayang, kau tidak bersalah. Ini semua jalan hidup mu.""Seharusnya aku yang mati Kek, seharusnya aku bukan Arel." Viona membenturkan keningnya ke pangkuan kakek Damian. "Viona jangan berbicara seperti itu, ini salah Kakek.""Bawa aku pulang Kek." Viona menatap nanar ke arah kakek Damian. "Bawa aku pulang, aku ingin pulang."Kakek Damian tertegun, dia tidak bisa membiarkan Viona pulang, rumah tangganya akan hancur. "Sayang kau harus tetap di sini.""Tidak, aku tidak mau Kek. Aku tidak mau di sini, aku ingin pulang, bawa aku pulang Kek."Kakek Damian merangkup wajah Viona. "Apa kau ingin membiarkan rumah tangga mu hancur? Viona, rumah t
Sementara di dalam mobil.Jaxon menoleh pada Frank. Ia tau pikiran ayahnya tidak baik. "Daddy, jangan berpisah dengan Mommy."Jaxon meras firasatnya tidak enak. Dia ingin memiliki keluarga yang lengkap. "Jangan marah pada Mommy.""Jaxon bagaimana kalau Viona membenci mu?" tanya Frank. Dia sangat takut Viona membenci putranya dan membuat Jaxon bersedih.Jaxon tersenyum, ia tidak akan merubah hati dan pandangannya untuk mempercayai Viona. "Orang dekat kita belum tentu bisa mencelakai kita sekalipun memiliki hubungan darah. Mommy kecewa pada kita, tapi belum tentu mencelakai kita. Aku mempercayai Mommy Viona Dad. Bukankah tugas kita membuat Mommy tidak bersedih dan mencintai kita karena kitalah penyebab dia kehilangan pria yang dia cintai."Frank membuka pintu mobilnya, kini putranya telah sampai di sekolah. Dia memandang putranya sampai masuk ke dalam lingkungan sekolahnya. Mengingat perkataan putranya ia membenarkannya. Seharusnya ia memang membuat Viona merasa nyaman berada di samping