Home / Urban / Istri Sah CEO Idaman / Bab 3. Tugas Baru yang Tak Masuk Akal

Share

Bab 3. Tugas Baru yang Tak Masuk Akal

Author: Kala Senja
last update Last Updated: 2025-08-26 20:40:06

“Ma… jangan paksa Dava seperti itu,” suara Leonardo terdengar lirih, seolah menahan letupan emosi.

Oma Indira menoleh tajam pada putranya. “Kamu belum tahu seperti apa gadis yang Mama maksud.”

Leonardo menghela napas. “Justru karena kita nggak tahu, Ma… aneh kan, Mama bisa-bisanya menjodohkan Dava dengan orang asing?”

“Tapi Mama yakin, gadis itu jauh lebih baik daripada perempuan pilihan anakmu.”

“Maksud Mama Sonia?” Leonardo menatap ibunya dalam. “Ma… wajar, dia lulusan luar negeri. Pergaulannya beda, caranya bicara juga lain. Tapi itu bukan masalah besar.”

Tatapan Oma Indira mengeras. “Kamu berani membantah keputusan Mama?” suaranya meninggi. “Ingat, setiap keputusan Mama selalu yang terbaik. Sama seperti dulu… saat Mama menjodohkan kamu dengan Reyna. Dan lihat sendiri, sampai sekarang kalian tetap baik-baik saja.”

“Mama—”

“Keputusan Mama nggak bisa diganggu gugat!” Oma Indira beranjak, gaun batiknya berdesir menambah wibawa.

Leonardo hanya terdiam.

“Bagaimana kalau Sonia tahu Mama punya rencana lain?” gumamnya resah.

Reyna mendekat, menggenggam tangan suaminya. “Kita lihat saja, sampai mana Mama akan melangkah.”

***

“Aku bosan pura-pura jadi wanita baik-baik.”

Kata-kata itu menampar telinga Yasmin begitu ia melangkah melewati kaca sebuah kafe mewah.

Langkahnya refleks terhenti. Dua kantong belanja hampir terlepas dari genggaman. Perlahan ia menoleh, matanya menangkap sosok yang terlalu familiar: blus putih rapi, rok pensil elegan, senyum memesona.

Sonia.

Tapi… tangan anggun itu kini digenggam pria asing. Bukan Dava.

“Ya Tuhan…” bisik Yasmin, nyaris tanpa suara. Tenggorokannya kering.

Ia buru-buru masuk ke kafe, mencoba bersikap santai.

“Selamat siang, Mbak. Untuk berapa orang?” tanya pelayan.

“Sendiri aja. Bisa di… belakang sana?” Yasmin menunjuk meja dua baris di belakang Sonia.

“Baik. Silakan ikut saya.”

Setelah duduk, Yasmin pura-pura sibuk membuka ponsel.

“Satu iced matcha latte, ya,” pesannya cepat.

Begitu pelayan pergi, telinganya langsung fokus ke meja Sonia.

“…dan aku capek harus sabar sama Dava yang dingin itu,” suara Sonia terdengar jelas, diiringi tawa manja.

Pria di depannya terkekeh, nada suara penuh rahasia. “Sabar sebentar lagi, Sayang. Kalau pernikahan udah sah, semua aset Leonardo Group jadi milik kalian berdua. Habis itu… kita atur surat kuasa. Beres.”

Senyum Sonia melebar, matanya berkilat. “Kamu pikir aku nggak mikir ke sana? Setelah itu aku bisa ajukan cerai. Alasannya cantik, image tetap terjaga. Dan… semua harta jatuh ke tangan kita.”

Jari Yasmin meremas gelas kosong. Cairan dingin tersisa menetes di telapak tangan.

Astaga… apa yang ia dengar barusan?

“Lagipula,” suara Sonia makin ringan, “nggak ada yang bakal curiga. Semua orang percaya citra manis yang aku bangun. Yasmin saja pasti percaya.”

Jantung Yasmin berdebar hebat. Ia ingin bangkit, berteriak, melabrak. Tapi siapa dia? Hanya staf kecil yang keberadaannya sering diabaikan.

Pelayan datang membawa minuman.

“Ini matcha lattenya, Mbak.”

“Oh, iya… terima kasih,” jawab Yasmin terbata, berusaha menyembunyikan getaran tangannya.

Begitu pelayan pergi, ia buru-buru membuka aplikasi perekam suara. Ponselnya diletakkan di atas meja, tertutup setengah oleh tas.

Setiap tawa Sonia terekam jelas. Setiap kata beracun masuk ke file audio kecil itu.

Yasmin menahan napas.

Kini ia punya bukti.

***

Malam itu, kontrakan mungilnya sepi. Hanya suara kipas tua yang berdecit. Yasmin duduk di tepi kasur, lampu redup menyorot wajahnya yang muram.

Berkali-kali ia memutar rekaman. Suara Sonia memenuhi ruang sempit itu, membuat bulu kuduknya meremang.

“Kalau aku kasih ini ke Pak Dava…” Yasmin menggigit bibir. “Dia bakal percaya? Atau justru mengira aku fitnah?”

Ia menutup wajah dengan kedua tangan. “Arghh… Yasmin! Ngapain sih ikut campur urusan orang kaya? Kamu siapa? Hanya staf biasa. Nggak ada yang bakal percaya sama kamu.”

Air matanya menetes, bercampur dengan rasa frustasi.

***

Tiga hari berlalu. Kantor tetap berjalan normal, seolah tidak ada rencana busuk yang mengintai.

“Eh, eh, kamu lihat nggak barusan? Pak Dava lewat depan ruang meeting,” bisik Nita dengan mata berbinar.

“Ya ampun, cara jalan aja kayak model,” sahut Lita, membuat semua tertawa cekikikan.

Yasmin ikut tersenyum tipis, tapi dadanya tetap berat.

***

Siang itu, pantry sepi. Yasmin menuang air panas ke cangkir, mencoba menenangkan diri lewat teh hangat.

Langkah berat terdengar mendekat.

“Pak… Pak Dava,” gumam Yasmin panik. Ia segera merapat ke dispenser, menunduk.

“Pagi, Pak,” sapanya terbata.

“Hm.” Dava hanya mengangguk, lalu membuka botol air dingin. Gerakannya tenang, dingin seperti biasa.

Yasmin hendak melangkah pergi, tapi suara itu menghentikannya.

“Yasmin.”

Ia menoleh, menahan napas. “I-iya, Pak?”

“Laporan marketing bulan ini. Kirim langsung ke saya, jangan lewat manajermu.”

“Baik, Pak. Hari ini juga saya kirim.”

Tatapan Dava bertahan lebih lama dari biasanya. Ada sesuatu di balik mata dingin itu.

“Dan satu lagi.”

Yasmin menelan ludah.

“Saya tahu kamu belum melaporkan apa pun soal Sonia.”

Deg. Jantungnya serasa berhenti.

“Karena memang nggak ada…” suara Dava berat, menusuk, “…atau karena kamu menyembunyikan sesuatu?”

Tangan Yasmin gemetar, cangkir hampir tergelincir. “S-saya… belum menemukan hal yang layak untuk disampaikan, Pak.”

Hening beberapa detik. Tatapan Dava terasa seperti menembus pikirannya.

“Kalau begitu,” katanya akhirnya, “tetap jalankan tugasmu. Jangan biarkan rasa simpati membutakanmu.”

Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik meninggalkan pantry.

Yasmin terpaku, cangkir hangat di tangannya sudah kehilangan uap.

“Apa itu peringatan?” bisiknya gemetar.

“Atau… dia sudah tahu segalanya?”

Ia menatap pintu yang baru saja tertutup. Suara hatinya bergetar.

“Kalau benar begitu… berarti aku sedang berdiri di atas bom waktu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Sah CEO Idaman   Bab 8. Membantah Perasaan

    “Pernikahan ini harus dilakukan secara diam-diam. Tidak ada pesta, tidak ada publikasi, bahkan tidak ada cincin yang harus dipamerkan,” suara Dava terdengar dingin, kedua tangannya bersedekap. Tatapannya lurus ke arah Oma Indira, tanpa goyah sedikit pun. Oma Indira meletakkan cangkir tehnya dengan suara kecil "ting", matanya menajam. “Kamu sadar kamu bicara soal pernikahan, Dava? Yasmin itu calon istrimu, bukan pegawai kontrak yang bisa kamu sembunyikan di balik rapat perusahaan.” Yasmin menunduk, jemarinya saling mengait di pangkuan. Degup jantungnya terdengar lebih keras daripada denting sendok di ruangan privat itu. “Aku tidak mau Sonia tahu tentang ini,” Dava akhirnya bicara, nadanya datar. “Dava!” suara Oma meninggi, menahan amarah. “Kamu masih berani menyebut nama perempuan itu di depan Yasmin? Di depan gadis yang sudah berkorban begitu banyak demi keluarga ini?” Yasmin mendongak sekilas, menatap Dava, lalu kembali menunduk. Nama Sonia seolah selalu membayangi hidupnya.

  • Istri Sah CEO Idaman   Bab 7 Bukan Staff Biasa

    “Besok malam, kamu ikut aku ke vila,” suara Dava tiba-tiba terdengar di ujung telepon. Nada suaranya dingin, tapi Yasmin bisa merasakan ada ketegangan terselip di baliknya.“Vila…? Untuk apa?” Yasmin berusaha terdengar tenang, meski dadanya berdebar.“Pertemuan keluarga. Oma ingin bicara detail tentang pernikahan kita. Kamu harus ada di sana.”Yasmin tercekat. Kata pernikahan itu lagi-lagi menghantam jantungnya.“Dava… apa kamu yakin ini keputusan yang tepat? Aku—”“Yasmin.” Suaranya berat, memotong kalimatnya. “Kamu sudah menandatangani perjanjian itu. Tidak ada jalan mundur.”Yasmin menggenggam ponselnya lebih erat. “Tapi… bagaimana dengan keluargaku? Mereka belum tahu apa-apa.”“Akan ada waktunya. Untuk sekarang, cukup lakukan perintahku.”Hening. Hanya napas Yasmin yang terdengar putus-putus.“Dava, kamu tidak bisa terus memperlakukanku seperti apa yang kamu inginkan. Aku manusia, bukan pion catur.”Dava terdiam sesaat, lalu suaranya melunak.“Aku tahu. Tapi kamu juga harus tahu

  • Istri Sah CEO Idaman   Bab 6. Debaran Hati yang Tak Menentu

    Lobi kantor sore itu tidak seramai biasanya. Yasmin baru saja melangkah keluar dari lift ketika seorang pria berjas hitam menghampirinya.“Maaf, Anda Yasmin?” tanyanya sopan.Yasmin menoleh, ragu. “Iya… ada apa, Pak?”“Saya sopir pribadi Nyonya Indira. Beliau meminta saya menjemput Anda. Ada hal penting yang ingin beliau bicarakan.”Degup jantung Yasmin langsung berderap. Nama itu membuatnya tercekat. Nenek Dava?Tanpa banyak bertanya, ia mengikuti sopir itu menuju sebuah restoran mewah milik keluarga Leonardo.Di ruangan privat yang tenang dan elegan, Oma Indira sudah menunggunya dengan senyum hangat.“Yasmin, kemarilah. Anggap saja aku Oma kamu sendiri.”Pertemuan itu berjalan lebih lembut dari yang Yasmin bayangkan. “Yasmin, Oma dengar kamu sudah menyetujui persyaratan dari Dava untuk menjadi calon istrinya, apa itu benar?”“Betul Oma. Tempo hari saya sudah menandatangani perjanjian tersebut.” “Syukurlah. Oma lega mendengarnya. Itu artinya, acara pernikahan kalian akan segera dil

  • Istri Sah CEO Idaman   Bab 5. Keputusan Menjadi Seorang Istri

    “Ada apa Bapak tiba-tiba memanggilku?” suara Yasmin terdengar pelan, tapi cukup bergetar.Ia berdiri di depan ruangan CEO dengan tangan yang dingin. Di balik pintu itu, ada keputusan yang bisa mengubah hidupnya selamanya. Ia menelan ludah, lalu mengetuk tiga kali.“Masuk,” suara berat itu langsung memecah kegugupannya.Yasmin melangkah masuk. Aroma khas ruangan Dava—perpaduan kayu jati dan kopi hitam—langsung menyergapnya. Pria itu duduk dengan wajah dingin, jemari mengetuk pelan meja kaca. Tatapannya tajam, seolah bisa menembus pertahanan Yasmin hanya dengan sekali lirikan.“Kamu sudah pikirkan keputusanmu?” tanyanya tanpa basa-basi.Yasmin menarik napas. “Saya… sudah.”Dava mencondongkan tubuh ke depan, tatapannya semakin menusuk. “Dan?”“Saya… setuju.”Sunyi sejenak. Hanya terdengar detik jam dinding berdetak lambat.Dava bersandar ke kursinya. Senyum tipis, nyaris sinis, muncul di wajahnya. “Jadi kamu rela menikah denganku dengan syarat yang sudah kuajukan? Tanpa pesta, tanpa peng

  • Istri Sah CEO Idaman   Bab 4. Ancaman yang Menyeramkan

    “Berhenti ikut campur, sebelum kamu menyesal.” Pesan itu muncul begitu saja di layar ponsel Yasmin, tepat ketika ia sedang membereskan meja kerjanya sore itu. Jantungnya berdegup kencang. Tangannya gemetar, hampir saja menjatuhkan ponsel. Ia menoleh kanan-kiri, memastikan tak ada yang memperhatikan. Tapi ruang kerja terasa terlalu sunyi. Sunyi yang justru menekan. "Siapa yang mengirim ini? Sonia? Atau seseorang yang tahu aku merekam mereka?" Yasmin buru-buru mengunci ponselnya. Tapi bayangan rekaman suara Sonia kembali berputar di kepalanya—tawa dingin wanita itu, kalimat “semua harta itu jadi milikku,” dan janji manisnya untuk kabur ke Paris bersama pria lain. Ia meremas jemarinya hingga buku-buku jari memutih. “Apa aku harus kasih tahu Pak Dava… atau tidak?” bisiknya, suara nyaris hilang ditelan dentuman jantungnya sendiri. Suara pintu diketuk membuatnya tersentak. “Yasmin.” Suara bariton itu begitu dikenal. Ia menoleh. Dava berdiri di ambang pintu ruangannya, dengan jas

  • Istri Sah CEO Idaman   Bab 3. Tugas Baru yang Tak Masuk Akal

    “Ma… jangan paksa Dava seperti itu,” suara Leonardo terdengar lirih, seolah menahan letupan emosi. Oma Indira menoleh tajam pada putranya. “Kamu belum tahu seperti apa gadis yang Mama maksud.” Leonardo menghela napas. “Justru karena kita nggak tahu, Ma… aneh kan, Mama bisa-bisanya menjodohkan Dava dengan orang asing?” “Tapi Mama yakin, gadis itu jauh lebih baik daripada perempuan pilihan anakmu.” “Maksud Mama Sonia?” Leonardo menatap ibunya dalam. “Ma… wajar, dia lulusan luar negeri. Pergaulannya beda, caranya bicara juga lain. Tapi itu bukan masalah besar.” Tatapan Oma Indira mengeras. “Kamu berani membantah keputusan Mama?” suaranya meninggi. “Ingat, setiap keputusan Mama selalu yang terbaik. Sama seperti dulu… saat Mama menjodohkan kamu dengan Reyna. Dan lihat sendiri, sampai sekarang kalian tetap baik-baik saja.” “Mama—” “Keputusan Mama nggak bisa diganggu gugat!” Oma Indira beranjak, gaun batiknya berdesir menambah wibawa. Leonardo hanya terdiam. “Bagaimana kala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status