Share

Bab 3. Arsen?

“Bagaimana, Nona? Apakah sudah mengingat saya?” goda Arsen sambil tersenyum.

“Gila!” seru Airina tanpa sadar. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Jika dulu, Arsen terlihat sama saja secara ekonomi dengan Airina.

Saat ini, perempuan itu merasa bagaikan langit dan bumi. Dia merasa tidak layak berhadapan dengan temannya itu. Bahkan, diam-diam Airina merutuki dirinya yang sebenarnya pernah menyukai Arsen semasa mahasiswa.

“Airina,” panggil Arsen menyadarkannya dari lamunan.

“Ma–maaf,” gugup Airina, “aku masih tidak percaya seorang Arsen yang culun itu sudah berubah 180 derajat. Senang bertemu lagi denganmu.”

Menyadari Airina terlihat sangat canggung, pria itu menghela napas. “Relaks Airina. Aku masih Arsen yang kau kenal dulu.”

“Oh, iya. Bagaimana kabarmu, Airina? Apakah laki-laki tadi kekasihmu?” tambahnya.

Airina sontak mengangguk. “Ya, dia kekasihku. Tapi, aku akan memutuskannya karena telah berselingkuh dengan sahabatku.”

“Tadinya, aku akan memutuskannya. Tapi, kamu malah menarik tanganku,” gerutu Airina ketus menyadari gagalnya dia melabrak calon mantan kekasihnya.

Arsen hanya mengangguk. Namun, seperti ada ketidaknyamanan di wajahnya.

Airina ingin menanyakan hal itu. Hanya saja, dia tiba-tiba teringat kontrak tak masuk akal yang diberikan Arsen tadi.

“Oh, iya. Terkait kontrak, kenapa harus aku? Sepertinya, masih banyak wanita lain yang bisa diberikan tawaran itu,” tanyanya.

“Sederhana saja. Aku hanya menginginkanmu menjadi partner yang membuatku nyaman.”

Deg!

Airina terhenyak dengan ucapan Arsen. “Ma–maksudmu?”

“Aku membutuhkan seorang wanita yang bisa kupercayai penuh. Karena aku sudah mengenalmu sejak dulu, kurasa akan lebih nyaman jika partnernya adalah kamu,” jelas Arsen.

Mendengar itu, Airina menunjukkan wajah bingung.

Lalu, apa berita pertunangan Tuan Muda Pinault palsu?

Dia bahkan tak sadar menggigit bibirnya, hingga membuat tatapan Arsen menggelap.

Seketika saja, pria itu menghela napas berat. “Apa kamu punya pertanyaan?” tanyanya agar Airina berhenti menggigit bibirnya.

“Aku penasaran terkait pertunanganmu,” ucap perempuan itu pada akhirnya, “bukankah kamu telah bertunangan dengan anak pertama Jorge Dasault?”

“Berita itu tidak salah. Hanya saja, aku tidak mencintainya. Pria itu telah menjebakku agar mengikuti perjodohan bisnis. Jadi, aku tidak bisa menolak jika tidak punya alasan yang kuat,” jelas Arsen pada Airina.

“Tetapi, bukannya menikahiku akan membuat skandal tak sedap?” tukas Airina.

Berpikir bahwa dirinya akan menjadi perbincangan seluruh Melbrugh membuatnya tak nyaman.

Anehnya, Arsen justru tersenyum. “Tenang saja. Semua itu bisa kuatur. Pertanyaannya adalah, apakah kamu bersedia menandatangani kontrak ini?” tanya pria itu sembari menunjuk berkas-berkas di meja.

Seketika Airina menatap surat pernikahan kontrak itu lagi.

Ada sedikit rasa ragu dalam dirinya.

Di satu sisi, ia masih tak bisa menerima tawaran itu. Hanya saja, Airina ingin menebus kesalahannya karena jas Arsen yang kotor.

Selain itu, ada sedikit rasa kasihan pada kakak tingkat dan cinta pertamanya ini.

Dulu, Arsen menjadi korban bullying di kampus karena tidak bisa membela dirinya sendiri.

Mungkinkah, ia masih sama meski penampilannya sudah berbeda?

“Arsen, bolehkah aku mendapat waktu untuk berpikir sejenak?” pinta Airina lembut.

Arsen menaikkan alis sebelum akhirnya mengangguk. “Baiklah. Tapi, jangan pernah sesekali berpikir kabur dari sini!”

Tak lama, pria itu pun keluar dari ruangan.

Airina seketika menghela napas kesar.

Berulang kali ia mondar-mandir–bertanya pada dirinya sendiri.

Selain untuk ibu dan adiknya, 1 juta Dolar juga bisa membantu Airina mewujudkan impiannya untuk membuka butik bridal.

Menikah satu tahun dengan Arsen, juga tidak buruk. Toh, tak ada kontak fisik, kan?

“Berpikir Airina! Kesempatan ini gak bakal datang dua kali,” gerutunya pada diri sendiri.

Perempuan itu bahkan mulai memikirkan kemungkinan untuk menambah syarat lain yang dapat melindungi dirinya.

Tak terasa, 20 menit berlalu.

Arsen pun kembali masuk ke ruangan. “Bagaimana?”

“Aku setuju.” Airina lalu menatap intens pria di hadapannya itu. “Tapi, bolehkah aku meminta satu kertas dan bolpoin? Aku ingin menulis sesuatu.”

Tanpa banyak bicara, Arsen memberikan apa yang Airina minta.

Wanita itu tampak mulai menulis beberapa syarat yang masih memenuhi pikirannya.

1. Arsen tidak boleh tidur satu ranjang dengannya.

2. Arsen harus mendukung bisnis yang akan dirintis Airina.

3. Arsen tidak diperkenankan mencampuri urusan Airina.

4. Airina harus diizinkan mencairkan gajinya dan mendapatkan hak menjadi istri, seperti “me time”

5. Airina tidak ingin dituntut secara berlebihan.

Setelahnya, senyum manis tersimpul di wajah Airina–membuat Arsen penasaran dengan apa yang dipikirkannya.

Untungnya, Airina langsung memberikan kertas itu.

Gegas, Arsen membaca dengan teliti tulisan Airina.

Satu per satu kalimat yang ditulis di atas kertas putih itu ia baca dengan seksama–membuat Airina berdegup kencang karena takut syaratnya itu ditolak.

“Hanya ini saja?”

Pertanyaan Arsen sontak membuat Airina terkejut. “I–iya. Tapi, apakah tidak apa jika gajiku dicairkan sebagian untuk menopang hidup keluarga?”

“Tak masalah. Oh, iya. Ada satu hal lagi yang perlu kamu tahu Airina. Kita akan menikah secepatnya, lalu setelah resmi menikah, kita akan tinggal di apartemen saya di kawasan Aclairsmen,” tegasnya.

Uhuk!

Airina terbatuk ia tidak tahu harus mengatkan apa.

Dia akan tinggal di salah satu apartemen yang ada di kawasan elit Macherie?

Mimpi apa dia kemarin?

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status