“Bagaimana, Nona? Apakah sudah mengingat saya?” goda Arsen sambil tersenyum.
“Gila!” seru Airina tanpa sadar. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Jika dulu, Arsen terlihat sama saja secara ekonomi dengan Airina.Saat ini, perempuan itu merasa bagaikan langit dan bumi. Dia merasa tidak layak berhadapan dengan temannya itu. Bahkan, diam-diam Airina merutuki dirinya yang sebenarnya pernah menyukai Arsen semasa mahasiswa.“Airina,” panggil Arsen menyadarkannya dari lamunan.“Ma–maaf,” gugup Airina, “aku masih tidak percaya seorang Arsen yang culun itu sudah berubah 180 derajat. Senang bertemu lagi denganmu.”Menyadari Airina terlihat sangat canggung, pria itu menghela napas. “Relaks Airina. Aku masih Arsen yang kau kenal dulu.”“Oh, iya. Bagaimana kabarmu, Airina? Apakah laki-laki tadi kekasihmu?” tambahnya.Airina sontak mengangguk. “Ya, dia kekasihku. Tapi, aku akan memutuskannya karena telah berselingkuh dengan sahabatku.”“Tadinya, aku akan memutuskannya. Tapi, kamu malah menarik tanganku,” gerutu Airina ketus menyadari gagalnya dia melabrak calon mantan kekasihnya.Arsen hanya mengangguk. Namun, seperti ada ketidaknyamanan di wajahnya.Airina ingin menanyakan hal itu. Hanya saja, dia tiba-tiba teringat kontrak tak masuk akal yang diberikan Arsen tadi.“Oh, iya. Terkait kontrak, kenapa harus aku? Sepertinya, masih banyak wanita lain yang bisa diberikan tawaran itu,” tanyanya.“Sederhana saja. Aku hanya menginginkanmu menjadi partner yang membuatku nyaman.”Deg!Airina terhenyak dengan ucapan Arsen. “Ma–maksudmu?”“Aku membutuhkan seorang wanita yang bisa kupercayai penuh. Karena aku sudah mengenalmu sejak dulu, kurasa akan lebih nyaman jika partnernya adalah kamu,” jelas Arsen.Mendengar itu, Airina menunjukkan wajah bingung.Lalu, apa berita pertunangan Tuan Muda Pinault palsu?Dia bahkan tak sadar menggigit bibirnya, hingga membuat tatapan Arsen menggelap.Seketika saja, pria itu menghela napas berat. “Apa kamu punya pertanyaan?” tanyanya agar Airina berhenti menggigit bibirnya.“Aku penasaran terkait pertunanganmu,” ucap perempuan itu pada akhirnya, “bukankah kamu telah bertunangan dengan anak pertama Jorge Dasault?”“Berita itu tidak salah. Hanya saja, aku tidak mencintainya. Pria itu telah menjebakku agar mengikuti perjodohan bisnis. Jadi, aku tidak bisa menolak jika tidak punya alasan yang kuat,” jelas Arsen pada Airina.“Tetapi, bukannya menikahiku akan membuat skandal tak sedap?” tukas Airina.Berpikir bahwa dirinya akan menjadi perbincangan seluruh Melbrugh membuatnya tak nyaman.Anehnya, Arsen justru tersenyum. “Tenang saja. Semua itu bisa kuatur. Pertanyaannya adalah, apakah kamu bersedia menandatangani kontrak ini?” tanya pria itu sembari menunjuk berkas-berkas di meja.Seketika Airina menatap surat pernikahan kontrak itu lagi.Ada sedikit rasa ragu dalam dirinya.Di satu sisi, ia masih tak bisa menerima tawaran itu. Hanya saja, Airina ingin menebus kesalahannya karena jas Arsen yang kotor.Selain itu, ada sedikit rasa kasihan pada kakak tingkat dan cinta pertamanya ini.Dulu, Arsen menjadi korban bullying di kampus karena tidak bisa membela dirinya sendiri.Mungkinkah, ia masih sama meski penampilannya sudah berbeda?“Arsen, bolehkah aku mendapat waktu untuk berpikir sejenak?” pinta Airina lembut.Arsen menaikkan alis sebelum akhirnya mengangguk. “Baiklah. Tapi, jangan pernah sesekali berpikir kabur dari sini!”Tak lama, pria itu pun keluar dari ruangan.Airina seketika menghela napas kesar.Berulang kali ia mondar-mandir–bertanya pada dirinya sendiri.Selain untuk ibu dan adiknya, 1 juta Dolar juga bisa membantu Airina mewujudkan impiannya untuk membuka butik bridal.Menikah satu tahun dengan Arsen, juga tidak buruk. Toh, tak ada kontak fisik, kan?“Berpikir Airina! Kesempatan ini gak bakal datang dua kali,” gerutunya pada diri sendiri.Perempuan itu bahkan mulai memikirkan kemungkinan untuk menambah syarat lain yang dapat melindungi dirinya.Tak terasa, 20 menit berlalu.Arsen pun kembali masuk ke ruangan. “Bagaimana?”“Aku setuju.” Airina lalu menatap intens pria di hadapannya itu. “Tapi, bolehkah aku meminta satu kertas dan bolpoin? Aku ingin menulis sesuatu.”Tanpa banyak bicara, Arsen memberikan apa yang Airina minta.Wanita itu tampak mulai menulis beberapa syarat yang masih memenuhi pikirannya.1. Arsen tidak boleh tidur satu ranjang dengannya.2. Arsen harus mendukung bisnis yang akan dirintis Airina.3. Arsen tidak diperkenankan mencampuri urusan Airina.4. Airina harus diizinkan mencairkan gajinya dan mendapatkan hak menjadi istri, seperti “me time”5. Airina tidak ingin dituntut secara berlebihan.Setelahnya, senyum manis tersimpul di wajah Airina–membuat Arsen penasaran dengan apa yang dipikirkannya.Untungnya, Airina langsung memberikan kertas itu.Gegas, Arsen membaca dengan teliti tulisan Airina.Satu per satu kalimat yang ditulis di atas kertas putih itu ia baca dengan seksama–membuat Airina berdegup kencang karena takut syaratnya itu ditolak.“Hanya ini saja?”Pertanyaan Arsen sontak membuat Airina terkejut. “I–iya. Tapi, apakah tidak apa jika gajiku dicairkan sebagian untuk menopang hidup keluarga?”“Tak masalah. Oh, iya. Ada satu hal lagi yang perlu kamu tahu Airina. Kita akan menikah secepatnya, lalu setelah resmi menikah, kita akan tinggal di apartemen saya di kawasan Aclairsmen,” tegasnya.Uhuk!Airina terbatuk ia tidak tahu harus mengatkan apa.Dia akan tinggal di salah satu apartemen yang ada di kawasan elit Macherie?Mimpi apa dia kemarin?“Deal!” tanpa berpikir panjang Airina menjabat tangan Arsen. Keduanya resmi saling menyetujui syarat yang diberikan dalam kontrak yang dibuat dua rangkap itu. Masing-masing mendapat satu salinan. “Terima kasih, Airina. Kamu bisa menghubungiku sewaktu-waktu di nomor yang tertera di surat kontrak.” “Kembali kasih, Arsen. Aku pamit dulu,” pamit Airina dengan senyum di wajahnya membuat Arsen tak sadar telah mulai merencanakan pertemuan kedua orang tuanya. Dia benar-benar tak akan melepas Airina selamanya. ‘Andai kamu tahu sudah sejak lama aku mencarimu, Airina. Bahkan, aku selalu menolak menikah karena aku masih mencintaimu!’ batin Arsen menatap kepergian Airina. **** Drrt! Setelah hari melelahkan tersebut, Airina memang langsung memilih berisitirahat. Namun, pagi-pagi sekali, sudah ada puluhan panggilan masuk dalam ponselnya dari nomor asing. Tak hanya itu, ada satu pesan baru juga. [ Jam 8 pagi akan ada sopir yang menjemputmu. Tolong siapkan dirimu dengan baik. Kita akan bert
Airina terdiam. Dia jelas menyadari itu. Namun, Airina menahan diri dengan terus mengulas senyum. Hanya saja, mengapa Arsen terus menggenggam tangan Airina? Airina berusaha tenang dan tidak memedulikan banyak orang yang menatap aneh ke arahnya. Tak lama, mereka pun tiba di sebuah ruangan. Ada seorang laki-laki paruh baya itu duduk membelakangi pintu. “Selamat pagi, Ayah,” sapa Arsen akhirnya. Setelahnya, laki-laki itu membalikkan kursinya, menghadap Arsen yang baru saja datang dengan seorang wanita. Hanya saja, matanya menyelidik Airina dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Siapa dia, Arsen?” tanya Yohan dengan tatapan aneh. “Dia wanita yang akan menikah denganku besok, Ayah. Aku datang ke mari hanya meminta restu dan meminta dukungan ayah dan ibu datang,” jelas Arsen dengan tegas. Mendengar itu, raut wajah Yohan terlihat sangat murka. Tangan kanannya sampai mengepal di atas meja. Namun, dia berusaha mengendalikan ekspresinya. “Jika demikian, ayah akan adakan makan malam dad
Airina mengerutkan kening. “Maaf, Nona. Siapa yang Anda maksud pelacur itu?” balasnya kesal. Seketika Gamma menarik tubuh Airina. Tangannya bahkan menarik rambut Airina dengan kuat. “Bodoh, pelacur itu kau!” tunjuk Gemma pada Airina, “perebut tunangan orang sama saja dengan pelacur murahan! Dengan penampilanmu yang seperti gelandangan, Arsen pasti tak tertarik denganmu jika kamu tidak melemparkan tubuhmu, kan?!” “Hei, wanita murahan!" tambahnya lagi, "akan kupastikan kau menjauh dari sisi Arsen karena--" "Arrgh," pekik Airina menahan sakit. Namun, baru saja ia ingin membalas, Arsen tiba-tiba datang. "Gemma, hentikan!” teriaknya. Kedatangan Arsen sontak membuat Gemma melepaskan cengkramannya dari rambut Airina. Secepat kilat, wajah Gemma berubah sangat memelas dan seolah sangat tidak berdosa. “Darl, pelacurmu itu yang memulai dulu, A-aku hanya memberinya pelajaran,” jelas Gemma dengan suara yang dibuat-buat. ‘Huek,’ gumam Airina dalam hati. Rasanya, dia ingin membalas jambaka
"Hah?" beo Airina tanpa sadar.Belum sempat memproses maksud ucapan tersebut, Arsen sudah kembali berbicara, "Tak usah dipikirkan. Yang jelas, lakukan perintahku sebelum aku berubah pikiran, Nona Airina.”Pria itu pun duduk di hadapan Airina sambil bersedekap dada. Matanya intens melihat wanita dengan rambut yang tergerai.Hanya saja, Airina fokus pada berkas yang ia berikan.Begitu selesai, Airina tiba-tiba mendongak.Dua pasang mata itu kembali bertemu tanpa sengaja.“Su-sudah.” Gemetar tangan Airina menyerahkan selembar kertas pada Arsen yang entah mengapa seperti ingin ... melahapnya?“Hanya ini?” tanya Arsen sembari menyunggingkan senyumnya sebelah.Airina sempat mengerutkan kening sebelum mengangguk. “Ya, aku hanya ingin meminta dukungan biaya untuk merintis bisnis bridal,” yakinnya.Pria itu lantas mengangguk. “Jika hanya itu biar aku atur, kembalilah ke kamarmu!” titahnya.“Terima kasih, Arsen.”Setelah berkata demikian, Airina bangun dari duduknya.Hanya saja, langkahnya terh
Mendengar itu, Airina menaikkan sebelah alisnya. “Ada urusan apa Anda di sini, Nona Gemma?” tanyanya singkat."Urusanku?" Tiba-tiba saja, Gemma berlari masuk ke ruangan Monsieur Pinault. Tangannya menarik Arsen dalam pelukannya. Siapapun yang melihat pasti menyadari bahwa pria itu sangat tak suka dengan kelakuan Gemma. Namun, wanita itu tak peduli dan justru berkata, "Aku ingin mengambil priaku."Mata Arsen membelalak. Dia membiarkan Gemma karena hubungan baik antarkeluarga mereka.Tapi, sepertinya wanita itu malah menjadi-jadi. Didorongnya Gemma agar menjauh darinya. “Apa yang kau lakukan, hah?!” bentak Arsen keras, "kau ingin kerjasama keluargamu diputus?" Alih-alih takut atas ancaman itu, Gemma malah semakin erat memeluk Arsen. “Jangan pura-pura tak suka, Darl. Apa kau membentakku agar jalang lusuh dan menjijikan itu tak marah padamu?” "Hei, pergilah! Arsen tak benar-benar menyukaimu," makinya pada Airina. Mendengar itu, Airina hanya tersenyum. Namun, itu justru membangkitk
Seorang pria baruh baya tampak berdiri dan menunduk hormat begitu Arsen dan Airina tiab di hadapannya.“Silakan duduk!” ucap Arsen pada tamunya itu.“Terima kasih, Tuan.”Setelahnya, Arsen membicarakan tentang konsep dekorasi ulang apartemen. Airina sebenarnya mendengarkan hal tersebut. Sesekali, ia ingin menimpali. Tapi, ia tersadar, apa haknya atas apartemen Arsen?Jadi, Airina memutuskan menatap sekeliling interior ruangan Arsen. Cukup lama percakapan itu terjadi, Airina pun teringat butiknya. “Arsen, maaf aku harus kembali ke butik,” bisiknya lirih.Arsen sontak menatap wanita itu, lalu mengangguk pelan. Melihat itu, Airina beranjak meninggalkan ruang tamu. Hanya saja, ia tak menyadari kakinya akan tersandung kaki kanan Arsen, hingga membuatnya hampir.Untungnya, Arsen berhasil merengkuh Airina dan mendudukkannya di atas paha pria itu. Deg!Degup jantung keduanya menjaadi tidak beraturan. Keduanya saling menatap intens.“Ekhm!” Pria paruh baya itu berdeham menyadarkan kedua
"Musuh?" ulang Ariana Ia sontak teringat mantan kekasih dan sahabatnya, Namun, ia segera menggelengkan kepala. Rasanya, tak mungkin mantan kekasih dan sahabatnya itu memiliki uang untuk melakukan ini semua. Toh, Airina tak pernah menghubungi keduanya lagi sejak hari pengkhianatan itu.“Aku tak tahu. Apa mungkin ini ulah iseng yang iri dengan pencapaian butik ini?" ucap Airina kembali, lalu hanya bisa duduk menatap ke luar. Namun, tiba-tiba, ia teringat sebuah nama. Pemberitaan ini seolah menyudutkan Airina dan membuat masyarakat bersimpati pada.... “Apa ini perbuatan Nona Gemma?” ucapnya mendadak. Arsen menaikkan sebelah alisnya dan mengingat kejadian akhir-akhir ini. “Sepertinya begitu, tetapi kita perlu bukti untuk mencengkramnya. Untuk mengendalikan situasi, aku akan mengadakan konferensi pers segera." Aura kemarahan terlihat dari pria yang biasanya sabar itu. Airina sontak bergidik ngeri. Seketika, ia merasa khawatir dengan nasib para wartawan yang mungkin hanya bekerja
"Arsen, jangan terbawa emosi ...." Airina mengusap pelan pundak Arsen dengan lembut. Lelaki di sampingnya itu menatap lekat ke arahnya, ulasan senyum Airina berhasil meredakan emosinya. "Aku akan mengatur makan malam bersama Gemma segera!" ujarnya. Airina mengangguk, "Terima kasih, Arsen!" "Apa pun akan aku usahakan untukmu, Airina. Katakan padaku apa pun yang kau inginkan!" tutur Arsen dengan lembut. Airina merasa pipinya kini sedang merona seperti kepiting, suami kontraknya ini selalu berhasil membuat dirinya tersanjung. "Apa ada hal lain yang ingin kamu katakan padaku?" tanya Arsen mencairkan suasana. "Tidak ada, terima kasih. Em, a-aku akan memasak untukmu sebagai tanda terima kasih," ucap Airina dengan antusias. Arsen mengulas senyum tipis, hatinya merasa hangat dengan kehadiran Airina. "Hahaha, lakukan apapun yang membuatmu nyaman di sini!" Ucap Arsen dengan memberikan tatapan intens pada Airina.Jari telunjuknya itu dengan sengaja menyentuh dagu Airina, mata keduanya