Jari-jemari Airina mulai membuka perlahan berkas yang ada di atas meja.
Dia mencoba menguatkan diri.Namun, begitu membaca kalimat demi kalimat, mata Airina membelalak.“Surat pernikahan kontrak?” ujarnya–memastikan iris matanya tidak salah mengeja kata. “Tuan, apa aku tidak salah baca?”Pria di hadapannya hanya tersenyum. “Anda sama sekali tidak salah baca. Silakan ambil keputusan secara cepat.”Tuan muda Pinault lalu beranjak dari kursi kerjanya dan bersedekap dada menatap lekat ke arah Airina.Di bawah tekanan, Airina memberanikan diri membaca isi kontrak.Beberapa kali matanya memicing membaca deretan persyaratan yang harus ia patuhi. Namun, intinya hanya dua:1. Pernikahan kontrak hanya berlaku satu tahun. Jadi, tidak boleh ada hubungan badan ataupun kontak fisik jika tidak diperlukan.2. Pihak kedua harus patuh pada Tuan Pinault, tanpa terkecuali demi kepentingan citra perusahaan.Lalu untuk bayaran sebagai istri kontak Tuan muda Pinault….“1.000.000 Dolar?” pekiknya tertahan. Matanya memicing menatap nominal yang tertera.‘Apa aku tidak salah baca? Jika demikian, biaya rumah sakit ibu dan sekolah adik akan tercukupi,’ gumam Airina dalam benaknya.“Bagaimana, Nona?” tanya lelaki di hadapannya dengan menatap Airina intens.Airina sempat terhenyak. Ingin sekali ia menolak tawaran ini dan memilih mencari pekerjaan yang jelas saja.Airina juga tidak ingin dicap seperti wanita murahan yang bisa dibeli menggunakan uang.Tapi masalahnya … dia tidak punya uang untuk ganti rugi. Dengan menjadi istri kontrak Tuan muda Pinault, perawatan ibunya tidak akan ditunda lagi.Lalu, ada desas-desus mengatakan Tuan muda Pinault sudah memiliki tunangan. Lantas, kenapa memintanya untuk jadi istri kontrak?! Bukankah aneh jika seorang Pinault menikahi gadis pinggiran dari Lyon?Kepala Airina seperti akan pecah saat itu juga.Telebih, tatapan intens dari Tuan muda Pinault semakin membuatnya gugup.“Airina Lyon,” panggil lelaki bertubuh jangkung itu menyadarkan Ariana dari lamunan.Seketika ia menyadari jaraknya dengan pria tampan itu sangatlah tipis–membuat Airina semakin canggung.Tapi, tunggu! Bagaimana pria ini tahu nama lengkapnya?“Tuan, bagaimana Anda tahu nama lengkap saya?” tanya Airina dengan tatapan nyalang.Pria itu mendadak duduk di sudut meja. Ia melipat lengan kemejanya sediki dan menatap Airina dengan tegas. “Kamu benar-benar tidak mengenaliku, Airina?”“Bukankah ini pertemuan pertama kita, Tuan?” Airina balik bertanya.“Arsen Pinault. Lulusan ESMOD Internasionale program studi Arsitektur. Dua tahun di atasmu,” jelas laki-laki itu dengan terang-terangan, “sampai di sini, apakah kamu belum mengenalku?”Deg!Airina membelalak mendengar nama tersebut.Saat menjadi mahasiswa baru, Airina pernah dekat dengan pria culun bernama Arsen. Dia menyukai pria tersebut diam-diam. Mereka bahkan sering menonton bersamanya menonton festival seni bersama di akhir pekan.Hanya saja, sudah lama keduanya lost contact. Airina bahkan melupakan rupa pria itu, kecuali kebiasaan Arsen yang selalu memakai kacamata tebal dan celana menggantung di perut.Hal ini sangat berbeda dengan pria di hadapannya yang memakai gaya rambut trendi dan sungguh tampan, bagaikan pahatan patung Yunani terkenal di museum Louvre!“Maaf, tapi sepertinya Anda salah. Saya memang kenal Arsen. Hanya saja, dia … adalah pria polos yang tidak berpenampilan seperti Anda!” ucap Airina kembali.Mendadak ruangan itu berubah menjadi hening dan canggung.“Airina Lyon, ingatan Anda benar-benar setipis tisu ternyata!” ledek Arsen.“Aku Arsen yang pernah menonton festival seni di Macherie dengan Anda beberapa tahun lalu.” Arsen mengetuk ujung hidungnya terlihat berpikir. “Dulu, aku bahkan mengantarmu ke rumahmu di kawasan Mittleburg.”Seketika, Airina seperti kekurangan pasokan oksigen.Jadi, Arsen di hadapannya adalah Arsen yang culun itu?“Ta–tapi ….”Pria itu tersenyum miring. “Jika masih ragu, aku bisa menunjukkan sesuatu yang membuatmu yakin.”Setelah berkata demikian, Arsen mulai merubah penampilannya.Ia menyugar rambut menjadi dua sisi seperti dulu saat masih menjadi mahasiswa program studi arsitektur.Dengan kacamata bulat yang tebal menggantung di wajahnya.Celananya yang awalnya rapi itu, ia naikkan sampai di batas perut.“Kalau seperti ini, apakah kamu mengingatnya?” tanya Arsen dengan memainkan tangannya di depan dada.‘A–Arsen?’ batin Airina terkejut setengah mati.“Bagaimana, Nona? Apakah sudah mengingat saya?” goda Arsen sambil tersenyum. “Gila!” seru Airina tanpa sadar. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Jika dulu, Arsen terlihat sama saja secara ekonomi dengan Airina. Saat ini, perempuan itu merasa bagaikan langit dan bumi. Dia merasa tidak layak berhadapan dengan temannya itu. Bahkan, diam-diam Airina merutuki dirinya yang sebenarnya pernah menyukai Arsen semasa mahasiswa. “Airina,” panggil Arsen menyadarkannya dari lamunan. “Ma–maaf,” gugup Airina, “aku masih tidak percaya seorang Arsen yang culun itu sudah berubah 180 derajat. Senang bertemu lagi denganmu.” Menyadari Airina terlihat sangat canggung, pria itu menghela napas. “Relaks Airina. Aku masih Arsen yang kau kenal dulu.” “Oh, iya. Bagaimana kabarmu, Airina? Apakah laki-laki tadi kekasihmu?” tambahnya. Airina sontak mengangguk. “Ya, dia kekasihku. Tapi, aku akan memutuskannya karena telah berselingkuh dengan sahabatku.” “Tadinya, aku akan memutuskannya. Tapi
“Deal!” tanpa berpikir panjang Airina menjabat tangan Arsen. Keduanya resmi saling menyetujui syarat yang diberikan dalam kontrak yang dibuat dua rangkap itu. Masing-masing mendapat satu salinan. “Terima kasih, Airina. Kamu bisa menghubungiku sewaktu-waktu di nomor yang tertera di surat kontrak.” “Kembali kasih, Arsen. Aku pamit dulu,” pamit Airina dengan senyum di wajahnya membuat Arsen tak sadar telah mulai merencanakan pertemuan kedua orang tuanya. Dia benar-benar tak akan melepas Airina selamanya. ‘Andai kamu tahu sudah sejak lama aku mencarimu, Airina. Bahkan, aku selalu menolak menikah karena aku masih mencintaimu!’ batin Arsen menatap kepergian Airina. **** Drrt! Setelah hari melelahkan tersebut, Airina memang langsung memilih berisitirahat. Namun, pagi-pagi sekali, sudah ada puluhan panggilan masuk dalam ponselnya dari nomor asing. Tak hanya itu, ada satu pesan baru juga. [ Jam 8 pagi akan ada sopir yang menjemputmu. Tolong siapkan dirimu dengan baik. Kita akan bert
Airina terdiam. Dia jelas menyadari itu. Namun, Airina menahan diri dengan terus mengulas senyum. Hanya saja, mengapa Arsen terus menggenggam tangan Airina? Airina berusaha tenang dan tidak memedulikan banyak orang yang menatap aneh ke arahnya. Tak lama, mereka pun tiba di sebuah ruangan. Ada seorang laki-laki paruh baya itu duduk membelakangi pintu. “Selamat pagi, Ayah,” sapa Arsen akhirnya. Setelahnya, laki-laki itu membalikkan kursinya, menghadap Arsen yang baru saja datang dengan seorang wanita. Hanya saja, matanya menyelidik Airina dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Siapa dia, Arsen?” tanya Yohan dengan tatapan aneh. “Dia wanita yang akan menikah denganku besok, Ayah. Aku datang ke mari hanya meminta restu dan meminta dukungan ayah dan ibu datang,” jelas Arsen dengan tegas. Mendengar itu, raut wajah Yohan terlihat sangat murka. Tangan kanannya sampai mengepal di atas meja. Namun, dia berusaha mengendalikan ekspresinya. “Jika demikian, ayah akan adakan makan malam dad
Airina mengerutkan kening. “Maaf, Nona. Siapa yang Anda maksud pelacur itu?” balasnya kesal. Seketika Gamma menarik tubuh Airina. Tangannya bahkan menarik rambut Airina dengan kuat. “Bodoh, pelacur itu kau!” tunjuk Gemma pada Airina, “perebut tunangan orang sama saja dengan pelacur murahan! Dengan penampilanmu yang seperti gelandangan, Arsen pasti tak tertarik denganmu jika kamu tidak melemparkan tubuhmu, kan?!” “Hei, wanita murahan!" tambahnya lagi, "akan kupastikan kau menjauh dari sisi Arsen karena--" "Arrgh," pekik Airina menahan sakit. Namun, baru saja ia ingin membalas, Arsen tiba-tiba datang. "Gemma, hentikan!” teriaknya. Kedatangan Arsen sontak membuat Gemma melepaskan cengkramannya dari rambut Airina. Secepat kilat, wajah Gemma berubah sangat memelas dan seolah sangat tidak berdosa. “Darl, pelacurmu itu yang memulai dulu, A-aku hanya memberinya pelajaran,” jelas Gemma dengan suara yang dibuat-buat. ‘Huek,’ gumam Airina dalam hati. Rasanya, dia ingin membalas jambaka
"Hah?" beo Airina tanpa sadar.Belum sempat memproses maksud ucapan tersebut, Arsen sudah kembali berbicara, "Tak usah dipikirkan. Yang jelas, lakukan perintahku sebelum aku berubah pikiran, Nona Airina.”Pria itu pun duduk di hadapan Airina sambil bersedekap dada. Matanya intens melihat wanita dengan rambut yang tergerai.Hanya saja, Airina fokus pada berkas yang ia berikan.Begitu selesai, Airina tiba-tiba mendongak.Dua pasang mata itu kembali bertemu tanpa sengaja.“Su-sudah.” Gemetar tangan Airina menyerahkan selembar kertas pada Arsen yang entah mengapa seperti ingin ... melahapnya?“Hanya ini?” tanya Arsen sembari menyunggingkan senyumnya sebelah.Airina sempat mengerutkan kening sebelum mengangguk. “Ya, aku hanya ingin meminta dukungan biaya untuk merintis bisnis bridal,” yakinnya.Pria itu lantas mengangguk. “Jika hanya itu biar aku atur, kembalilah ke kamarmu!” titahnya.“Terima kasih, Arsen.”Setelah berkata demikian, Airina bangun dari duduknya.Hanya saja, langkahnya terh
Mendengar itu, Airina menaikkan sebelah alisnya. “Ada urusan apa Anda di sini, Nona Gemma?” tanyanya singkat."Urusanku?" Tiba-tiba saja, Gemma berlari masuk ke ruangan Monsieur Pinault. Tangannya menarik Arsen dalam pelukannya. Siapapun yang melihat pasti menyadari bahwa pria itu sangat tak suka dengan kelakuan Gemma. Namun, wanita itu tak peduli dan justru berkata, "Aku ingin mengambil priaku."Mata Arsen membelalak. Dia membiarkan Gemma karena hubungan baik antarkeluarga mereka.Tapi, sepertinya wanita itu malah menjadi-jadi. Didorongnya Gemma agar menjauh darinya. “Apa yang kau lakukan, hah?!” bentak Arsen keras, "kau ingin kerjasama keluargamu diputus?" Alih-alih takut atas ancaman itu, Gemma malah semakin erat memeluk Arsen. “Jangan pura-pura tak suka, Darl. Apa kau membentakku agar jalang lusuh dan menjijikan itu tak marah padamu?” "Hei, pergilah! Arsen tak benar-benar menyukaimu," makinya pada Airina. Mendengar itu, Airina hanya tersenyum. Namun, itu justru membangkitk
Seorang pria baruh baya tampak berdiri dan menunduk hormat begitu Arsen dan Airina tiab di hadapannya.“Silakan duduk!” ucap Arsen pada tamunya itu.“Terima kasih, Tuan.”Setelahnya, Arsen membicarakan tentang konsep dekorasi ulang apartemen. Airina sebenarnya mendengarkan hal tersebut. Sesekali, ia ingin menimpali. Tapi, ia tersadar, apa haknya atas apartemen Arsen?Jadi, Airina memutuskan menatap sekeliling interior ruangan Arsen. Cukup lama percakapan itu terjadi, Airina pun teringat butiknya. “Arsen, maaf aku harus kembali ke butik,” bisiknya lirih.Arsen sontak menatap wanita itu, lalu mengangguk pelan. Melihat itu, Airina beranjak meninggalkan ruang tamu. Hanya saja, ia tak menyadari kakinya akan tersandung kaki kanan Arsen, hingga membuatnya hampir.Untungnya, Arsen berhasil merengkuh Airina dan mendudukkannya di atas paha pria itu. Deg!Degup jantung keduanya menjaadi tidak beraturan. Keduanya saling menatap intens.“Ekhm!” Pria paruh baya itu berdeham menyadarkan kedua
"Musuh?" ulang Ariana Ia sontak teringat mantan kekasih dan sahabatnya, Namun, ia segera menggelengkan kepala. Rasanya, tak mungkin mantan kekasih dan sahabatnya itu memiliki uang untuk melakukan ini semua. Toh, Airina tak pernah menghubungi keduanya lagi sejak hari pengkhianatan itu.“Aku tak tahu. Apa mungkin ini ulah iseng yang iri dengan pencapaian butik ini?" ucap Airina kembali, lalu hanya bisa duduk menatap ke luar. Namun, tiba-tiba, ia teringat sebuah nama. Pemberitaan ini seolah menyudutkan Airina dan membuat masyarakat bersimpati pada.... “Apa ini perbuatan Nona Gemma?” ucapnya mendadak. Arsen menaikkan sebelah alisnya dan mengingat kejadian akhir-akhir ini. “Sepertinya begitu, tetapi kita perlu bukti untuk mencengkramnya. Untuk mengendalikan situasi, aku akan mengadakan konferensi pers segera." Aura kemarahan terlihat dari pria yang biasanya sabar itu. Airina sontak bergidik ngeri. Seketika, ia merasa khawatir dengan nasib para wartawan yang mungkin hanya bekerja