Mainan yang telah dibeli untuk buah tangan sang keponakan sudah Firheith bayar di kasir. Ia dan Mutia lalu melanjutkan perjalanannya ke kota Gent. "Fir, kota ini sangat indah, ya?" kata Mutia mengamatinya di balik kaca mobil sore itu. Bangunan tua, rumah-rumah, kastil di tengah kota, lampu jalanan yang antik dan jalanan yang terbuat dari batu terlihat menakjubkan menghiasi kota Gent. "Karena Gent adalah kota yang sangat tua, Baby. Dan kebetulan sekali kita ke sini, saat musim panas sebelum seminggu lagi resepsi pernikahan kita digelar." "Maksudnya bagaimana?" Mutia bertanya dengan beralih mengarahkan tatapannya pada Firheith yang fokus menyetir. "Saat musim panas tiba, di kota Gent terdapat Gentse Feesten dan festival-festival lainnya, Baby." Mutia semakin tidak mengerti. "Apa itu?" "Gentse Feesten adalah festival yang puncaknya ada di musim panas selama sepuluh hari. Semua penduduk tidak tidur dan tidak bekerja. Ya, hanya berpesta!" papar Firheith mengejutkan Mutia, b
Neil terlihat senang sekali menerima kado dari Mutia. Akan tetapi, Mutia terkejut sewaktu tangannya tiba-tiba ditarik Firheith. “Ikut aku!” Firheith tak memberi kesempatan Mutia menyela. Suaminya itu terus membawanya ke dalam rumah. Bahkan sengaja menyenggol bahu Adam dengan keras saat berjalan. “Minggir sialan!” Firheith memperingati sengit pada Adam, sudah muak dengan gelagat munafiknya. Tanpa memedulikan tatapan bingung Carla, Linda yang menemani Anne bermain. Frans, Brat dan Robin yang menjadikannya pusat perhatian. Kenapa Firheith terang-terangan tak menyukai calon suami Celine? Mereka semua bertanya-tanya dalam hati. Hanya Gabriel yang tahu alasannya dan bisa menebak alasan Firheith marah. Melewati Celine yang memegangi mangkuk potongan buah ketika menuju Adam dan Neil, seolah tak melihat siapapun lagi kecuali tujuannya sampai di kamar atas dengan menaiki tangga. Braaakk…. Setelah Firheith memasukkan Mutia ke dalam salah satu kamar di sana, pintu dibanting
"Celine!" teriak Mutia, Gabby dan Yura bersamaan. Terkejut melihat Celine yang terpeleset kini merintih kesakitan. Mereka bertiga kemudian membantu Celine bangun, tetapi Celine menolak dan justru marah-marah. "Aaarkh! Ini semua gara-gara kalian yang sembarangan meletakkan minyak goreng sampai aku terpeleset!""Bukan minyak gorengnya yang salah, Celine? Tapi kau yang kurang berhati-hati," sela Gabby lalu memegangi tangan keponakannya itu, "Ayo bangun! Biar kuantarkan kau ke kamarmu—""Tidak usah dan jangan menyentuhku, Aunty! Ini juga kesalahanmu yang terlalu pelit. Aku minta dimasakkan steak daging oleh Yura saja, kau larang!" Celine menepis tangan Gabby, menatapnya dengan penuh kebencian. "Awas saja kalau sampai aku keguguran. Aku pasti akan menuntut kalian bertiga, dasar orang miskin sialan! Aaarghh!" rintihnya lagi saat rasa sakit itu kembali datang. Dan teriakan mereka tadi saat Celine jatuh, membuat sebagian keluarganya yang berada di luar halaman rumah tengah mempersiapkan a
“Ohoho, si duda mulai berani mengancamku rupanya?” Firheith memiringkan bibir sambil menabrakkan dadanya seketika, hingga Adam gelagapan terhuyung. Sudah hampir terjatuh Adam berusaha berdiri dengan benar. Firheith kembali menabrakkan dadanya, terus menerus sampai Adam terpojok ke dinding. “Ayo lawan aku sekarang!” Firheith terus menantang tanpa rasa takut, menatap remeh pada Adam. “Dasar brengsek!” dengkus Adam menderu napas kasar. “Kau yang brengsek! Berani-beraninya kau mengancamku, huh?!”Baru saja Adam hendak berbalik menyerang Firheith, tiba-tiba suara Mutia membuatnya urung. “Honey, kalkun panggangnya sudah—” Mutia menghentikkan ucapan, manakala Adam tetap berada di posisinya yang tersudut dan Firheith di depannya menoleh. “Sudah apa baby?” Firheith bertanya sambil tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya kepada Mutia.Mutia menjadi gugup, apalagi Firheith kini telah berada di hadapannya. Menghalangi jarak pandang Adam terhadapnya dan memenjara wajah Mutia dengan tangan
“Apa maksudmu menyuruhku tidak boleh berhenti, Mr. Janssen?” Mutia bertanya dengan galak, juga waspada menepis semua sentuhan tangan Adam di tubuhnya. “Hey, kenapa kau marah? Aku hanya berkata kalau tidak bisa berhenti karena musiknya belum selesai? Lihatlah mereka semua! Menari juga, bukan?” Adam menunjuk semua anggota keluarga Lander yang bergembira menari dengan pasangan masing-masing. Dada Mutia kembang-kempis. Sekarang Mutia merasa bahwa apa yang dikatakan Firheith itu benar! Adam menyukainya. Tarian salsa ini hanya dimanfaatkan pria itu untuk bisa mendekatinya. “Biarkan mereka menari, karena tujuan mereka jelas. Sementara kau, tidak!” Mutia menekankan dengan tegas dan berlalu meninggalkan Adam tanpa pamit. “Tunggu, Mutia. Kau hanya salah paham?” panggil Adam diabaikan wanita ayu itu. Masa bodoh! Lagi pula Adam bukan siapa-siapanya? Gelagatnya juga membuat Mutia muak dan kini wanita itu tengah berjalan tergesa menuju meja minuman. Firheith mengawasi istrinya dari jauh, t
Tanpa melepas tautan bibir, Adam berhasil menurunkan handuk yang membungkus tubuh seksi Celine ke bawah. Menindihnya ke atas ranjang. Tanpa satu jengkal kulit Celine pun lalai dari cumbuan Adam yang liar. Sebelum menyatukan dirinya mengisi wanita muda itu setelah tak mampu lagi menahan gairah dalam tubuhnya yang terbakar. “Adam…,” desah Celine rendah, kedua tangannya meremas rambut pria itu yang tengah mengecapi bulatan kenyalnya dan menanamkan kerucut mengeras Celine ke dalam basah mulutnya.Telah lama menduda membuat Adam haus akan kehangatan. Seperti kini, sambil memejamkan mata. Adam membayangkan wajah Mutia. Seolah tengah bercinta dengan wanita seksi itu. Tepukan kulit menyapa, karena kerasnya Adam mendorong pinggulnya semakin ganas di area pribadi Celine yang sempit. Walau telah sekali Adam pernah merasakan liang cinta wanita muda itu. Rasanya luar biasa sama nikmatnya, Adam enggan berhenti dan semakin cepat saat klimaks itu datang. “A… Adam, ugh! Aku tidak tahan lagi!” C
“Nenek sayang. Aku hanya makan tiga bungkus pepes ikan saja. Iya kan, Baby?” Tatapan Firheith terjatuh pada Mutia, seperti anak kecil mengadu pada ibunya. “Ah, iya.” Mutia mengangguk karena Firheith memang benar. “Kurasa nenek yang membesar-besarkan? Nah! Makanlah pepes ikan mas itu, aku cukup ini saja,” kata Firheith mengalah tak ingin menambah lagi. Tetapi dalam otaknya menginginkan hal lain. Carla tersenyum senang menguasai pepes itu, sampai Gabriel dan Gabby menggelengkan kepala. Sementara Glady di hatinya mencibirnya kekanak-kanakan. “Bagus! Kau memang cucu nenek yang pengertian,” sambung Carla sambil memakannya dengan lahap. Jika Carla, dirasa wajar karena sudah tua renta yang pada akhirnya akan kembali ke siklus awal seperti bayi. Namun untuk Firheith? Bagi Mutia terlihat aneh! Ia tidak biasanya begitu dan kini sangat manja sekali dengan Mutia. Apakah karena pengaruh kehamilan Mutia? Memang, setelah mual-mual dan pingsan pertama kali saat diketahuinya Mutia hamil. Wanit
"Mama!" Noah berteriak sambil berlari menghampiri Mutia yang seketika melihat ke arah bocah berusia tujuh tahunan tersebut. Firheith tak bisa mencegah Noah yang langsung memeluk tubuh Mutia dengan erat. Ketika Firheith melihat kerinduan di mata Noah. Apalagi sejak Noah kecil, Mutia juga turut andil merawatnya ketika di masa lalu Alda sempat mengalami masalah dengan Rich. Sehingga wajar saja, jika Noah tetap memanggil Mutia "Mama" hingga sekarang. "Sayang, kau sekarang sudah tinggi sekali?" Mutia menyanjung Noah, sedikit membungkuk agar bisa mencium pipinya. "Mama, aku rindu sekali padamu," kata Noah yang sudah menganggap Mutia selayaknya Ibu kandung sendiri. Mutia menghela napas panjang, memejamkan matanya sejenak lalu melihat ke bawah Noah berada. Kepergiannya ke Belgia tanpa berpamitan pada Noah dan Mutia sempat mendengar dari Ida. Jika setelah itu, Noah yang sakit terus mencari Mutia. "Oh, Noah sayang. Mama juga merindukanmu," balas Mutia dengan kali ini menci