“Presdir Reiner, maaf baru datang untuk menyapa anda,” ucap seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah Ayahnya Althea dan Abigail.
Kedatangan pria itu membuat Reiner terpaksa melepaskan lengan Violet. Reiner kini mulai fokus untuk berbicara dengan pria paruh baya bernama Samuel tersebut. Mengulurkan tangan untuk berjabat tangan, Reiner berusaha untuk menunjukkan sisi terbaiknya. Samuel adalah pembisnis nomor satu di negaranya, Reiner akan menjalin hubungan baik juga dengan pria tersebut agar bisa melancarkan bisnisnya. “Senang bisa berjumpa dengan anda, Tuan Samuel.” ucap Reiner ramah. Samuel tersenyum, menganggukkan kepalanya. “Saya juga tidak kalah bahagia bertemu dengan pebisnis muda yang hebat seperti anda,” ungkap Samuel. Violet terdiam, sadar tidak boleh terlalu dekat jaraknya dengan Reiner untuk saat ini. Althea sempat menatap Violet dengan tatap“Hal semacam ini adalah biasa untuk salam perpisahan, kan?” ucap Althea setelah mengecup singkat bibir Reiner. Reiner terdiam sejenak, menganggukan kepalanya setelahnya tanpa bisa memaksakan senyumnya. “Apa mau mampir sebentar?” tawar Althea. Reiner menggelengkan kepalanya. “Maaf, ada hal yang harus aku kerjakan setelah ini,” ucapnya beralasan. Althea menghela nafasnya, “Baiklah, hati-hati di jalan, ya. Sampai bertemu besok malam,” ucapnya lalu keluar dari mobil Reiner. Begitu Althea keluar dari mobilnya, Reiner langsung menghubungi Violet, namun sampai panggilan ke-3 pun Violet masih belum memberikan jawaban. “Kenapa Violet tidak menerima panggilan telepon dariku? Jangan bilang, dia dan juga Abigail pergi ke suatu tempat untuk berkencan? Tapi, rasanya violet bukanlah perempuan yang akan langsung setuju untuk pergi berkenca
Mendengar ucapan Aruna, Ron pun menjadi kesal. “Apa kau bilang barusan, Aruna?” Matanya melotot tajam. Aruna membuang nafasnya, meski dia merasa takut berbuat tidak sopan terhadap Ron, nyatanya perasaan kesal yang dia miliki semakin menjadi-jadi. “Anda selalu menolak saat aku ingin membantu, juga tidak mau kalau dokter datang untuk memeriksa, apalagi pergi ke rumah sakit. Jadi, jika memang tujuan Anda adalah ingin mati, maka cepat saja matinya. Dengan anda tidak ada lagi di dunia ini, maka aku juga bebas setelahnya!” Semakin kesal mendengar ucapan Aruna yang kesal mendengar ucapan Aruna yang bertambah lancang, Ron mengulurkan tangannya untuk meraih Aruna. Namun, Aruna bergegas untuk memundurkan langkahnya sehingga Ron tidak bisa menggapainya. “Simpan saja perasaan kesal anda untuk nanti, Tuan Ron. Aku cuma ingin membantu, jadi tidak usah terbebani!” Ron menatap tajam, semakin ke
“Presdir Reiner?” Violet seketika bangun, kini dalam posisi duduk. Ekspresi wajahnya jelas terkejut, tidak menyangka kalau Reiner akan datang ke rumah kedua orang tuanya. Semalam, Violet benar-benar tidur dengan sangat nyaman dan juga nyenyak karena perasaan lelah yang dia rasakan. Tidak sedetikpun dia terbangun, entah kapan juga Reiner datang ke kamarnya. Begitu violet membuka mata saat bangun tidur, wajah Reiner langsung terlihat saat itu juga. Reiner membuang nafasnya, ingin melanjutkan tidur tapi matahari sudah sangat silau menyusup masuk ke dalam kamar, bahkan mengenai wajahnya. “Kita Sudah setiap hari tidur di ranjang yang sama, melakukan aktivitas panas juga. Reaksi terkejut mu itu sangat aneh untuk kau lakukan sekarang,” sautnya. Violet mengusap wajahnya de
“Mungkin bagi Presdir Reiner dan kalian, Violet itu cuma seorang asisten sekretaris saja. Tapi, bagiku dia benar-benar berbeda,” Abigail tesenyum, matanya penuh kekaguman saat membicarakan tentang Violet. Reiner mengepalkan tangannya yang tersembunyi di bawah meja makan. Ada rasa kesal yang dirasakan Reiner melihat ekspresi wajah Abigail saat ini. Althea memutar bola matanya, jengah dengan Abigail yang gila hanya karena seorang Violet. “Bicara apa kau ini, Abigail?” ujar Samuel keheranan dengan tingkah putranya itu. Abigail tersenyum, sorot matanya menerawang seolah tengah mengingat sesuatu yang penting. “Dulu, saat pertama kali aku bertemu Violet, dia benar-benar terlihat sangat polos, dan juga naif.” Abigail terkekeh. “Waktu itu aku mabuk parah, tapi dia mengira aku sedang demam, lalu mengantarkan aku ke rumah sakit.” Mendengar itu, Reiner semakin menahan diri, rahangnya mengeras. Samuel
Jam maka siang, Violet menggunakan sedikit waktunya itu untuk menemui Althea sebagai bentuk bahwa dia adalah orang yang tepat waktu, dan tidak suka mangkir. Duduk berhadapan, berseberangan meja, Althea dan Violet saat ini. “Aku sangat terkejut sekali saat Reiner mengatakan bahwa kalian menikah, bukankah itu lucu, Violet?” Althea tersenyum, namun sorot matanya yang menghina itu dapat diartikan dengan jelas oleh Violet sendiri. “Mungkin, memang benar itu sangat lucu dan tidak masuk akal,” Violet mencoba untuk tersenyum sebaik mungkin, tidak ingin menunjukkan perasaan yang sebenarnya saat ini. Althea kembali tersenyum, hanya sebentar, setelahnya dia menatap Violet dengan tatapan tajam. “Itu pasti sangat membebani mu, kan? Bagaimanapun, orang yang mengetahui tentang pernikahannya Reiner, pastilah akan menanyakan tentang seberapa pantas pasangannya. Namun, itu p
“Tunggu di luar, atau jangan kerja lagi denganku!” ancam Ron tidak main-main. Melihat ekspresi wajah Ron saat berbicara barusan, Lukas pun hanya bisa menghela nafasnya pasrah. “Ck! Dasar pelit!” Sebalnya. Tidak menanggapi ucapan Lukas, berdebat Ron menutup pintu rumahnya. Menatap Aruna yang kini tengah membersihkan sofa dan mengelap meja, Ron merasa kesal sendiri. “Apa kau sengaja keluar saat Lukas datang supaya kau bisa tebar pesona?” Mendengar ucapan Ron yang tidak masuk akal tentangnya, Aruna pun hanya bisa tersenyum kesal. “Kalau kau ingin mencari perhatian seorang pria, kok bisa katakan saja padaku! Aku akan dengan murah hati menyewakan beberapa pria untukmu,” Ron menatap Aruna dengan sinis. Menahan kesal rasanya Aruna juga mulai lelah, dia pun sedang tidak ada energi untuk terus memaklumi segala perbuatan Ron padanya.
“Sepertinya menyenangkan sekali mencurahkan isi hatimu, ya.” ujar Ron setelah merebut ponsel dan memutuskan sambungan teleponnya. Aruna menelan salivanya sendiri, tidak menyadari keberadaan Ron yang entah sejak kapan, dan seberapa banyak yang sudah dia dengar. Ron meletakkan ponsel di atas tempat tidurnya Aruna, lalu menatap Aruna dengan tatapan yang tajam. “Bagaimana bisa kau memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaan mu dengan begitu gamblang, Aruna?” Glek! Aruna menelan salivanya sendiri. Tatapan matanya dia arahkan ke lain sisi, sekejap saja melihat sudah jelas Aruna bisa merasakan kemarahan yang dirasakan oleh Ron. “Memprovokasi adikmu untuk lari, menghakimi kami dengan mengatakan bahwa kami picik, apakah kau merasa sudah menjadi orang yang paling benar, Aruna?” Ron mencengkram dagu Aruna, menyalurkan kemarahannya.
“Siapa yang memintamu untuk meminum pil penunda kehamilan, Violet?” tanya Reiner, matanya menyalak marah. Violet terdiam, tidak menyangka kalau Reiner akan melihat isi tasnya. Reiner adalah pria yang sangat tidak suka ikut campur, itulah kenapa Violet merasa tidak perlu menyembunyikan keberadaan pil penunda kehamilan itu. “Apa kau sengaja melakukan ini untuk memancing emosiku, Violet?” Reiner semakin terlihat kesal. Tidak tahu harus bagaimana menanggapinya, Violet hanya semakin menundukkan kepalanya. Melihat Violet tidak memiliki niat untuk menjawab pertanyaan darinya, Reiner pun semakin tidak bisa menahan diri. Tangannya meraih lengan Violet, mencengkram erat hingga Violet nampak meringis menahan sakit. “Jangan bertindak di luar izinku, Violet. Asal kau tahu, Beberapa waktu belakangan ini, kau benar-benar melakukan banyak tindakan