“Berhentilah untuk terus menyalahkan dan merendahkan Alenta, ibu. Jangan melakukan itu lagi, ibu benar-benar keterlaluan!” Edward menatap ibunya marah, memperingati ibunya agar tak terus menerus melakukan kesalahan yang sama.
Karina membuang tatapannya, dia benar-benar malas melihat ekspresi wajah Edward saat itu.Alenta sudah pergi ke kamarnya, Elea pun juga ikut karena Edward tahu benar akan menjadi sekeras apa nada bicaranya nanti.Edward kembali menatap Ibunya, dia yang kesal sebenarnya ingin berbicara dengan lebih keras lagi agar Ibunya tak mengelak. Namun, mengingat siapa ibunya, tentu saja Edward cukup sadar diri bahwa membentak ibunya adalah hal yang salah.Karina kembali menatap Edward. Tatapan matanya yang selalu saja curiga itu terarahkan kepada Edward.“Kenapa kau membelanya terus, Edward?” tanya Karina yang merasa begitu penasaran.Edward membuang nafasnya, pertanyaan Ibunya barusan benar-benar membuat Edward“Ada apa?” tanya Alenta yang penasaran karena melihat ekspresi wajah Edward berubah begitu menerima panggilan telepon. Dia takut, sungguh dia takut terjadi sesuatu dengan kakaknya. Edward mengakhiri sambungan telepon, menatap Alenta sejenak dengan segala pemikirannya. “Julia sudah bangun, aku akan ke rumah sakit sekarang!”Alenta tersenyum senang, matanya mulai ingin menangis karena bahagia mendengar kabar itu. “Aku ikut, boleh?” Pinta Alenta terlihat begitu berharap. Edward terdiam sebentar. “Tinggallah di rumah, aku akan mengabarkan padamu kondisinya, oke?”Alenta memaksakan senyumnya, dia kecewa tapi tidak boleh memprotes hal itu. Pada akhirnya, Alenta hanya bisa menganggukkan kepalanya saja. Edward bangkit, turun dari tempat tidur untuk berjalan menuju lemari. Dia mengeluarkan satu setel pakaian rumahan yang akan dia gunakan untuk pergi ke rumah sakit. Edward berjalan kembali mendekati Alenta
“Maksud Ibu mertua, ke tempat yang seharusnya untuk Alenta itu di mana?” tanya Edward. Herin agak ragu, tapi pada akhirnya dia mengatakan maksudnya. “Dia akan kembali menjadi adik ipar seperti sebelumnya,” jawabnya. Edward tersenyum, tapi dia tengah menahan kesal. “Aku tidak akan membiarkan siapapun mengatur hidupku. Anda sendiri yang menyodorkan Alenta kepadaku, dia menjadi bagian hidupku. Sesuatu yang aku anggap milikku, tidak akan bisa di ambil siapapun!”***“Kenapa kau datang kesini?” tanya Julia sinis saat melihat Alenta datang bersama dengan Elea. Alenta terdiam menelan kesedihannya seorang diri, dia jelas tidak berani mengatakan apapun karena sadar benar kemarahan dari kakaknya adalah hal yang wajar untuk dia dapatkan. “Elea sudah lama tidak bertemu denganmu, apa kau tidak rindu?” tanya Edward mencoba mengalihkan pembahasan tentang Alenta. Julia menatap Elea yang tidak terlihat merindukan dirinya sama sekali
“Jangan begitu, Ibu. Bibi juga tidak memiliki niat tersembunyi datang ke rumah sakit ini, Bibi hanya sedang mengambil surat kematian suaminya,” jawab Alenta mewakili Lien yang terlihat tidak ingin menggapai Herin. Herin nampak acuh, melengos tak perduli bahwa adik tirinya baru saja mengalami musibah duka. “Kau memang yang paling pintar membuat Ibu kesal, Alenta! Seharusnya, kau merenungi kesalahanmu bukannya mengobrol dengan asik seperti itu!” Kecamnya serius. Lien menghela nafas, dia sungguh tidak menyangka bahwa sampai dengan hari itu, kakak tirinya masih saja belum berubah sama sekali. Alenta terdiam, matanya memerah menahan tangis yang dapat dilihat dengan jelas oleh Lien. Lien menyentuh lengan Alenta, mengusapnya dengan lembut sebagai bentuk dukungan agar Alenta bisa lebih bersabar lagi. “Alenta, sudahlah tidak usah dijelaskan. Bibi pulang dulu ya? Ada banyak pekerjaan yang harus bibi selesaikan,” ujar Lien berharap be
Melihat pesan yang dikirimkan Edward padanya, Alenta sebenarnya bingung tapi dia juga perlu membicarakan apa yang harus dilakukan bersama dengan Edward dan keluarga besarnya tanpa harus melibatkan Julia. Alenta harus menjaga perasaan Julia, dia juga tidak ingin dituduh sebagai perebut atau apapun itu. Begitu sampai di rumah, Alenta memutuskan untuk membersihkan kamar Julia dan Edward karena dia juga harus memastikan benar tidak ada benda atau sesuatu lainnya yang akan membuat Julia curiga. Setelah kamar Julia dan Edward beres, barulah Alenta beralih untuk membersihkan kamar yang beberapa waktu terakhir ini dia gunakan bersama dengan Edward. Alenta memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper, dia harus berjaga-jaga. Setelah itu, dia memasukkan pakaian Edward, dia masukkan kedalam boks besar yang disediakan di sana. Setelah semuanya selesai, Alenta baru bisa duduk dengan sedikit lega. Dia mengeluarkan ponselnya, ada empat pang
Edward sampai di rumah, Elea masih tidur di gendongannya. Karena masih ada kesempatan untuk Elea bangun nanti, pastilah Alenta akan menyiapkan makan malam untuk Elea. Perlahan Edward meletakkan tubuh Elea di dalam tempat tidurnya, dengan hati-hati dia melakukannya. Setelah itu, Edward keluar dari kamar untuk mencari keberadaan Alenta. Edward terdiam di ambang pintu kamar yang beberapa waktu terakhir ini dia gunakan bersama dengan Alenta. Dari sana, dia bisa melihat wajah lelah Alenta yang saat ini sedang tertidur lelap, sampai-sampai dia yang mencoba untuk menghubungi Alenta Sejak akan berangkat untuk pulang ke rumah tak mendapatkan jawaban dari Alenta. “Aku pikir, kau sudah kabur!” Gumam Edward. Edward tersenyum tipis, kakinya mulai berjalan perlahan mendekat kepada Alenta. “Cih! selalu saja dia terlihat sangat manis saat tidur,” batin Edward saat dia semakin bisa melihat dengan jelas wajah Alenta. Menggerakkan s
“Kejutan.....” Julia tersenyum, dia duduk di kursi roda sedangkan semua anggota keluarga berada juga di sana. Edward terdiam, dia hanya menunjukkan ekspresi wajah yang datar. Begitu Edward membuka pintu utama, itulah yang Edward lihat. Kedua alis Julia menurun, dia terlihat sedih dan kecewa karena ekspresi Edward tidak seperti yang dia harapkan. “Sayang, ekspresimu kenapa begitu? Apa kau tidak senang aku sudah kembali?”Edward menghela nafasnya. “Sepertinya, aku tidak tahu harus bagaimana berekspresi dengan benar saat ini,” ujarnya. Julia tersenyum, terkekeh karena menganggap apa yang diucapkan oleh Edward barusan benar-benar sangat lucu sekali. “Kau pasti bahagia sekali sampai bingung, ya?” ledeknya. Edward memaksakan senyumnya, dia merasa aneh dengan dirinya sendiri karena tidak merasa bahagia. Apakah karena dia tahu kedepannya akan sulit untuk membuat Alenta bertahan? batinnya. Edward mempers
“Tidak tahu, kemungkinan rambut Alenta karena tadi dia yang mengambil Elea dari gendonganku,” jawab Edward bohong. Julia hanya tersenyum, tapi entah mengapa dia seperti merasa tidak bisa mempercayai apa yang di ucapkan oleh Edward. Jantungnya berdegup kencang, otaknya mulai berpikir yang tidak-tidak. Namun, melihat Alenta yang jelas bukan lah tipe gadis yang kemungkinan akan disukai oleh Edward, Julia memaksa dirinya sendiri untuk tenang. “Istirahatlah, aku akan bicara dengan ayah dan juga Ibu kita,” ucap Edward. Edward sudah akan melangkahkan kakinya tapi Julia menahan Edward dengan memegang tangannya. Tatapannya terlihat memelas, dia berharap Edward tak meninggalkannya di sana seorang diri.“Sayang, tapi aku ingin ditemani olehmu,” pintanya. Edward terdiam sebentar sembari menatap Julia, dia tersenyum dan mencoba melepaskan tangan Julia yang menahan tangannya. “Ada beberapa hal yang harus aku bicarakan dengan mereka, kalau
Seluruh tubuh Herin bergetar, jantungnya berdegup sangat cepat untuk perasaan yang aneh. Untuk pertama kalinya, dia tak bisa mengelak dan membela anak pertama yang dia sayangi. Rasanya terlalu berat untuk menerima, Julia itu terlalu berarti. “Kau ingin menjadi pria yang rakus, Edward?” tanya Karina. “Walaupun memang benar Ibu tidak mengetahui alasanmu melakukan itu, kenyataan bahwa Julia adalah istrimu yang sah tidak bisa dibantah!” tegas Karina. Edward terdiam, dia tidak berniat menanggapi ucapan ibunya. Horrison menatap Edward, bagaimanapun akan sangat menyakitkan bagi Julia jika sampai mengetahui adik kandungnya sendiri adalah madunya. “Sudahlah, Edward. Julia dan Alenta adalah kakak dan juga adik, tidak baik menahan Alenta untuk menjadi pasanganmu juga,” Ujar Horrison. Edward tersenyum, sebenarnya dia sedang mencoba untuk menyembunyikan perasaan kesal yang seolah ingin membeludak itu. “Awalnya, aku juga tidak