Share

Surat Permohonan Jessica

"Pagi, Jessie!“ sapa rekan kantor sesama sekretaris beda atasan pada Jessica yang baru datang.

Gadis itu melirik sekilas jam tangan sambil menempelkan kartu karyawan ke sebuah mesin door access control hingga kunci pintu palang yang menjadi area pemisah—yang hanya bisa diakses karyawan dari Morgan Company bisa masuk, pun terbuka. Waktunya sempit, Bos Perfeksionis itu akan mengomel panjang lebar bila dia terlambat.

”Hai, Chintya. Pagi juga,“ sapa balik Jessica sambil melangkah masuk melewati portal diikuti perempuan bernama Chintya itu dari mesin sebelahnya.

”Aku dengar selentingan kabar kalau kamu bakal mengajukan surat permohonan resign lagi, ya?“ tanya Chintya sambil tersenyum tipis.

Merek saat ini berdiri bersandingan, menunggu lift yang akan membawa ke lantai atas tempat berkantor. Jessica hanya membalas senyuman malas tanpa bersedia menjawab. Sudah bisa ditebak kalau perempuan yang sangat ingin menggantikan posisinya itu penasaran dengan kenaikan gaji yang akan diterimanya setelah ini.

”Ayolah! Aku ingin melamar bagianmu,“ bisiknya sambil terkekeh.

”Coba saja konsultasi dengan kepala personalia. Siapa tahu bisa mutasi ke bagianku,“ bisik Jessica seraya melangkah masuk ke dalam lift. Rasanya ingin cepat sampai di lantai atas agar bisa lepas dari perempuan kepo macam Chintya. Pekerjaannya hari ini banyak setelah libur akhir pekan.

”Jess!“ panggil seorang pria dengan suara berat dan lantang.

Tentu saja Jessica hafal betul siapa pemiliknya. Reflek tangan perempuan yang saat ini mengenakan blouse dengan detil asimetris pada bagian leher hingga memberikan kesan jenjang dan tirus berbahan chambrey itu menahan laju pintu lift agar terbuka kembali. Chintya hanya bisa menatap heran ke arah Jessica lalu menoleh pada pria yang berdiri kaku di luar lift.

”Selamat pagi, Pak Daniel,“ sapa Chintya setelah sadar mengapa Jessica menahan pintu lift agar tidak tertutup.

”Pagi juga,“ balas Daniel datar. ”Jessie, ikut saya!“

Gerak refleks dari kepala yang diberikan Daniel padanya tentu saja sudah menunjukkan segalanya. Tidak ada pertanyaan dan harus dilakukan dengan cepat. Jessica pun segera pamit pada Chintya dengan kedipan mata seraya melangkah meninggalkan lift, menyusul Daniel yang sudah berjalan menjauh.

”Huh, i love Monday!“

Jessica mempercepat langkah agar bisa segera menyalip langkah Daniel yang lebar.

”Besok-besok pakai saja celana panjang agar bisa bergerak lincah!“ omel Daniel melirik ke arah sang sekretaris yang memadukan kemeja dengan rok span dan blazer

”Baik, Pak!“ jawab Jessica seraya menundukkan kepala, memindai penampilannya hari ini yang lebih cantik dari biasanya.

”Apa kamu punya pacar?“ lontar Daniel seraya memasuki lift yang merupakan fasilitas khusus diperuntukkan bagi staf dengan jabatan penting dan tamu VIP. 

Jessica langsung menatap kaget ke arah Daniel. Pertanyaan macam apa itu? Jessica diam-diam mendesis.

Selama bekerja Jessica merasa tidak memiliki waktu yang bebas untuk berkencan sungguhan. Banyak pria yang ditemuinya memilih untuk tidak melanjutkan hubungan karena merasa Jessica tidak memiliki waktu luang karena memprioritaskan bosnya dalam keadaan apa pun. Mendengar pertanyaan Daniel tentang pacar, tentu menawarkan kekesalan dalam dirinya.

”Kenapa tidak segera masuk?“ tegur Daniel begitu melihat Jessica malah diam terpaku di depan lift alih-alih segera berdiri di sampingnya.

”Ah, maaf,“ sahut Jessica segera masuk dengan wajah gelagapan.

”Kepala personalia bilang kalau kamu mengajukan surat permohonan pengunduran diri lagi.“ Daniel ingin memeriksa kebenaran itu langsung dari sekretarisnya sendiri.

”Kamu biasanya mengajukan lewat saya, kenapa kali ini lewat personalia?“

Daniel menekan tombol lantai nomor enam belas. Di sanalah dia berkantor sebagai CEO dari perusahaan Morgand Company. Sebuah bisnis manufaktur yang memiliki beberapa pabrik yang tersebar di berbagai kota industri. Bahkan barang yang telah dihasilkan oleh perusahaannya telah menjadi salah satu barang ekspor andalan ke berbagai negara. Namun, karena surat wasiat neneknya itu, keluarga besar Morgand dilanda kecemasan. Satu-satunya orang yang ditekan agar segera melaksanakan amanat nenek Airin hanyalah dirinya. Jujur, kepala Daniel rasanya seperti mau pecah menghadapi itu semua.

”Iya, Pak. Karena saat mengajukan langsung pada Pak Daniel, permohonan itu selalu ditolak,“ jawab Jessica sedikit merasa kikuk.

Teringat jelas penawaran yang diberikan ibu Daniel kemarin. Rasanya sangat gelisah apabila sampai Daniel memaki-maki gayanya yang ingin membantu mengatur perjodohan. Sementara dirinya sendiri jomlo abadi.

”Kamu pikir lewat personalia lebih mudah?“ tanya Daniel dengan tatapan mata mengejek.

Jessica semakin dibuat tidak berkutik di depannya. Meskipun dia tidak pernah berani beradu debat dengan bosnya, tetapi batinnya selalu mengomel tidak jelas. Tangannya akan mulai mengepal dan bibirnya bergerak, seirama dengan makian yang dia ucapkan tanpa suara.

Jessica berjalan mengikuti Daniel menuju ke ruangan kantor begitu lift terbuka. Otaknya terus mengumpulkan ingatan, jadwal apa saja yang harus dikerjakan Daniel hari ini. Setelah merapikan meja kerja Daniel dengan kerapian yang sempurna, Jessica segera duduk di kursinya sendiri yang terletak di pojokan, tetapi masih satu ruangan. 

Tidak seperti sekretaris lain yang berada di ruangan sendiri, Jessica tidak memilikinya. Itulah mengapa dia tidak memiliki privasi untuk menerima panggilan di luar pekerjaan.

”Apa jadwalku hari ini?“ tanya Daniel dari meja kerjanya seraya menyeleksi map yang akan dia pelajari. Dia tidak mengalihkan pandangannya dari sana saat bertanya pada Jessica.

”Menghadiri interview untuk mengisi posisi staff di Depertemen Pemasaran, Pak,“ jawab Jessica seraya membuka buku catatan berisi jadwal kegiatan daily Daniel.

”Atur pertemuanku dengan depertemen produksi. Aku ingin tahu sampai sejauh mana persiapan mereka untuk peluncuran produk terbaru.“

”Baik, Pak,“ sahut Jessica seraya mengangkat gagang telepon setelah beberapa kali berbunyi.

Tangannya sibuk mengetik pada layar laptop di hadapannya. Mengatur jadwal agar tidak tumpang tindih dengan beberapa jadwal yang telah tersusun sebelumnya. Fokusnya mulai buyar saat orang yang saat ini melakukan panggilan Mommy Bos. Seketika Jessica menoleh ke arah Daniel yang masih sibuk dengan berkas di hadapannya.

”Aku sudah merencanakan pertemuan Daniel dengan salah satu putri dari Gubernur. Apakah kamu bisa mengatur jadwal makan siang dengannya hari ini, Jessie?“ tanya Debby penuh harap.

”Ah, itu ... sebenarnya pak Daniel sedang banyak pekerjaan, Tante. Bagaimana kalau—“

”Kalau begitu makan malam saja. Aku akan menginformasikan tempatnya nanti sore. Okay, terima kasih, Jessica!“

”T-tapi ....“

Jessica mengembus napas. Mommy Bos telah mematikan sambungan telepon bahkan sebelum dirinya memberikan alasan apa pun. Tangannya mengepal erat, bukan hanya anaknya saja yang merepotkan, ternyata ibunya sama saja.

”Pak Dan—"

“Jess!''

Kedua langsung melepaskan tawa kecil. Memanggil bersamaan dan itu sangat memalukan bagi Jessica tentunya sebagai bawahan. Dia segera memberikan anggukan ringan kepada Daniel agar lebih dulu mengutarakan apa yang menjadi pertanyaan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status