Share

5. Menawan

“Kalau gitu, aku setuju," ucapnya sembari mengangguk.

Hal ini membuat Arkan terkejut.

"Semudah itu?" tanyanya–memastikan.

"Om tahu kan kalau aku dibuang oleh keluargaku sendiri. Lalu, Om bersedia membiayai kuliahku dan memberikan tempat tinggal. Kurasa itu tak masalah."

Arkan sontak memalingkan wajahnya.

"Uang memang bisa menyelesaikan segalanya," batinnya tak percaya dengan tingkah polos Naura.

Diperhatikannya perempuan itu yang tampak mengetik sesuatu di ponselnya.

Tak lupa, Naura seperti sedang membubuhkan tanda tangan di sana.

"Ini, tolong ditandatangani, sebagai bukti sah kesepakatan kita," ucapnya mendadak.

Arkan mengambil ponsel Naura.

Sesaat ia membaca sebuah kerja sama yang sepertinya tidak ada memberatkannya.

Senyum miring tampak di wajah pria tampan itu. "Oke, aku setuju."

***

Setelah itu, Arkan berniat mengantarkannya.

Namun, Naura menolak. Dia ingin mentraktir Lala malam ini.

Jadi, dia meminta Arkan mengantarkan Naura ke pusat perbelanjaan. Untungnya, “kekasih palsunya” itu setuju.

Cukup lama, dia memilih makanan yang disukai, hingga empat kantong belanja dipegangnya!

Hanya saja … begitu, tiba di apartemen Lala, Naura tersentak kala mendengar suara desahan di kamar temannya itu.

“Ah…. Lagi….”

“Te–rus,” desah temannya itu semakin terdengar jelas karena pintunya dibiarkan terluka.

"Astaga, dia benar-benar kelewatan," gerutu Naura kemudian berbalik.

"Naura, kamu udah datang?" ucap Lala menoleh dari balik punggung pria yang ada di atasnya.

Dengan malu, Naura memalingkan wajahnya dari pemandangan yang seharusnya tidak ia lihat.

"Harusnya kamu menutup pintunya."

Brak!

Dengan cepat, Naura menutup pintu kamar Lala.

Ia mencoba makan dengan tenang, tapi suara desahan begitu nyaring di telinganya.

Membayangkan saja sudah membuat bulu kuduknya meremang seketika.

"Apa aku dan Om juga gitu, ya?” takutnya.

Sungguh, dia merutuki diri yang tidak bisa mengingat hal apapun.

Ceklek!

Suara pintu terbuka menyadarkan Naura dari lamunannya.

Terlihat pria yang menggagahi Lala keluar lebih dulu, berjalan ke pintu keluar.

"Kamu makan apa?" tanya Lala padanya.

Naura menggeser makanannya, membuka kotak makanan yang lain. "Makanlah, pasti capek banget olah raga di sore hari," sindir Naura. "Oh ya, ke mana dia pergi?"

"Pulanglah! Untung, kamu datang. Kalau enggak, pasti dia bablas tiga ronde dengan bayaran yang murah."

Mata Naura membelalak. "Bukannya kalau dibayar itu cuma sekali pakai?"

Lala menyendok makanan ke mulutnya. "Tergantung kesepakatan, sih. Cuma dia ngasih bayaran sedikit.”

“Kamu yakin mau kerja seperti aku?" tanya Lala khawatir.

Naura terdiam. Sebelumnya, dia tak pernah berpikir akan terlibat di pekerjaan ini.

Namun setelah berbagai masalah yang menimpanya, rasanya dia jadi berpikir ulang.

Terlebih, dia sendiri bahkan sudah menandatangani kesepakatan jadi kekasih palsu Arkan.

Bukankah itu sama kotornya?

"Mungkin aku akan melakukan hal yang sama,” ucap Naura asal, “Nyari kerja susah, putus kuliah, kabur dari rumah, sepertinya enggak ada alasan untuk bertahan hidup."

Lala menyendok makanan untuk Naura. "Kamu memang yang paling ngerti posisiku."

Setelah selesai menguyah, Naura pun terdiam.

"Begini La, mungkin besok atau lusa aku mau pindah ke apartemen."

"Kenapa? Apa kamu sudah punya uang?” bingung Lala berpikir, lalu berbicara, “Ah aku baru ingat, apa si tua bangka itu memberikanmu banyak uang?"

Naura berpikir sejenak lalu berkata, "Orang tuaku mengeluarkan aku dari kampus."

"Kamu serius? Mereka sampai ngelakuin itu demi anak sulungnya?"

Naura mengangguk. "Sepertinya, aku benalu di keluargaku sendiri. Tapi, di balik kesedihanku, Tuhan mengirimkan seseorang untuk menolongku."

"Siapa?"

Sudut bibir Naura terangkat ketika ia mengingat kesepakatan konyol mereka berdua. "Arkan akan membiayai kuliahku sampai selesai!"

"Serius? Aku enggak salah dengar, nih? Seorang Arkan akan membiayai kuliahmu?”

“Apa dia juga yang menyuruhmu pindah ke apartemen?" tanya Lala curiga.

Naura mengangguk.

Melihat itu, Lala membelalak. "Astaga…. Kamu punya sugar Daddy!"

"Sugar Daddy? Membayangkan saja sudah membuatku geli," ucap Naura.

"Tenang saja, La. Arkan sepertinya benar-benar ingin membantuku karena dia membaca semua pesan yang dikirim Adelia dan Ibu. Mungkin, dia merasa kasian sama aku."

Mendengar asumsi lugu sang sahabat, Lala sontak memberikan pelukan untuknya.

Hanya saja, suara ponsel Naura yang berdering–menghentikan suasana haru dua perempuan itu.

"Halo?" sapa Naura tanpa melihat nama di layar ponselnya.

"Bisakah kamu keluar. Aku ada di depan apartemen Lala."

"Untuk apa?" bingung Naura kala menyadari Arkan-lah yang menelponnya.

"Orang tuaku ingin bertemu denganmu."

Deg!

"Secepat itu?" panik Naura.

Baru saja mereka resmi jadi pacar palsu, kini orang tua Arkan ingin menemuinya?

"Ya. Aku tunggu sepuluh menit. Tolong segera turun."

Setelah mematikan panggilannya, Naura pun bergegas ke kamarnya untuk mengganti pakaian.

Lala yang penasaran pun mengikuti Naura.

"Apa tadi Arkan yang menelpon? Ke mana kalian akan pergi?" tanyanya.

"Nge-date. Aku harus memanfaatkan sugar Daddy dengan baik," ucap asal Naura.

"Wah, aku iri. Baru terjun udah dapet sugar Daddy."

Naura hanya menggelengkan kepala.

Dia segera memoleskan make up di wajahnya.

Tak lupa, memilih gaun yang sederhana, tapi terlihat elegan saat ia gunakan.

Setelahnya, Naura berjalan seanggun mungkin saat berjalan ke mobil Arkan.

"Maaf menunggu lama," ujar Naura lalu duduk di samping Arkan.

Pria yang sedang memainkan hpnya itu terkejut.

Dia sontak menoleh pada Naura yang tampak berbeda dari beberapa waktu lalu ia temui.

"Cantik," ucap Arkan tanpa sadar.

Dia bahkan sampai tak berkedip sama sekali!

Hal ini jelas membuat Naura bersemu merah. 'Apa-apaan ini? Kenapa aku merasa berdebar dengan Om Arkan!'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status