Share

6. Seperti Drama Konglomerat

"Om?" panggil Naura mulai tak nyaman.

Hanya saja, pandangan Arkan masih tak lepas dari Naura.

Ia kagum melihat Naura yang berpakaian sederhana, tetapi memiliki aura yang begitu mengagumkan.

"Om!" ucapnya lebih kencang.

Menahan rasa malu, Naura pun bertanya, "Bagaimana sifat Ibu Om?" 

Arkan sontak sadar. Dia pun berdehem lalu berkata, "Cerewat dan galak. Dia enggak suka wanita yang kampungan dan berkomentar asal. Dia juga gak terlalu suka wanita cantik dengan dandanan menor."

Naura mengangguk.

Melihat ketenangannya, Arkan kini yang bingung. "Sepertinya kamu terlihat begitu tenang?"

"Hm ... Sifatnya seperti ibuku, aku bisa menanganinya. Aku yakin Ibu Om akan suka sama aku karena aku enggak cantik."

Arkan tersenyum.

Dia tak menyangka jika wanita yang ada di sampingnya itu terlalu polos.

Untungnya tak lama, mobil mereka pun sampai di halaman rumah megah yang baru Naura lihat seumur hidupnya.

"Di dalam kamu enggak perlu bicara, cukup aku saja," peringat Arkan begitu keluar dari mobil, sedangkan Naura masih mengagumi rumah Arkan yang begitu mewah seperti di film-film.

"Semoga Ibunya memberiku uang satu miliar agar aku berpisah dengan si Om atau mereka menyuruh aku pindah ke luar negeri dan semua di biayai mereka," batinnya polos sembari menyunggingkan senyum bahagia.

"Hei, senyum sendiri. Lagi yang mikirin yang jorok-jorok, ya?"

Naura sontak mendelik lalu mengikuti langkah kaki Arkan.

Namun tepat di ruang tamu, Naura melingkarkan tangannya di lengan Arkan.

"Kita harus terlihat mesra," ujar Naura mengedipkan satu matanya.

Arkan menggeleng pelan, berjalan beriringan dengan Naura.

"Malam semua," sapa pria itu.

Seketika semua orang yang ada di ruang makan menoleh ke arah Naura dan Arkan. Naura pun meneliti wajah mereka yang sedang berkumpul di sana.

"Yang mana Ibunya Om Arkan?" batin Bella.

"Arkan ...!" Seorang wanita paru baya berjalan mendekati Arkan. "Apa kamu gila, kenapa kamu datang bersama—"

Wanita paruh baya itu menghentikan ucapannya, sesaat melirik ke arah Naura.

"Kamu tahu ini acara apa! Kenapa kamu datang membawa wanita ini?" sambungnya dengan merekatkan giginya karena kesal.

Bukannya menjawab ucapan wanita itu, Arkan malah melewatinya sembari memegang erat jemari Naura.

"Maaf, perjodohan ini harus dibatalkan karena aku akan menikahi kekasihku."

Naura menelan saliva-nya melihat pandangan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan sinis.

Salah satunya wanita muda yang memberinya tatapan membunuh.

"Mati aku! Apa dia akan memukulku atau menjambak rambutku karena merebut Om Arkan?" Naura hanya bisa membatin sembari menahan rasa takutnya.

"Arkan, apa kamu gila. Kita sudah menentukan tanggal pernikahan kita!" protes wanita cantik yang mendekat ke arah mereka berdua.

Arkan menarik Naura agar berada di belakangnya.

Dari awal, aku enggak pernah setuju dengan perjodohan ini. Keluargamu saja yang terus datang ke rumahku dan melakukan hal-hal konyol agar kita cepat menikah,” tegas Arkan.

Mendengar itu, Sinta melipat bibirnya.

Bagaimana bisa Arkan berterus terang seperti itu di depan besan yang akan menjadi mertuanya?

"Tutup mulut, Arkan!" bisik Ibu Arkan itu cepat.

"Maaf atas ketidaksopanan putraku. Sebaiknya kita bicarakan semuanya dengan kepala dingin."

Hanya saja, orang tua wanita itu tampak tak senang.

"Cukup, Bu Sinta. Sepertinya, Nak Arkan sudah menjelaskan semuanya. Saya cukup sadar diri karena saya memang meminta menjodohkan putriku dengan Nak Arkan, tanpa memikirkan apa Nak Arkan sudah mempunyai pasangan atau tidak."

"Papa!" protes Sonia yang memang ingin sekali menikah dengan Arkan.

Selain kaya, Arkan juga memiliki wajah yang tampan hingga ia disukai banyak wanita. Bahkan, para orang tua pun mendatangi Sinta hanya untuk menjodohkan mereka.

Peduli setan, statusnya yang duda.

"Tunggu, dulu Pak Hadi," cegah Sinta. Dia berusaha menenangkan kerabatnya itu.

Namun, diam-diam, dia memaki Arkan dalam hati.

Sayangnya, Hadi hanya mengangguk sopan, lalu berjalan melewati Arkan dan Naura.

Tak lupa, ia menarik tangan Sonia agar ikut dengannya dan sang istri.

"Ayo, kita pulang," ucap Arkan menyadarkan Naura dari lamunan.

Sungguh, dia merasa seperti menonton film-film keluarga konglomerat barusan.

Namun, sayangnya di mana bagian ibu pihak pria menawarinya uang tidak ada di sana.

Naura menghela napasnya, harapan pertamanya ingin di beri uang seperti di film pun hilang.

"Tunggu, apa mereka akan membunuhku karena enggak mau melepaskan Om Arkan," batinnya.

"Hei ... Ayo, kita pulang!"

"Secepat itu? Kita enggak makan dulu?" tanya Naura pada akhirnya.

Bukan karena ingin makan, sebenarnya Naura ingin mengulur waktu agar bisa bernegosiasi dengan Sinta.

Arkan menahan kesal akan kepolosan kekasih kecilnya itu.

"Ikut saja, aku akan memberimu makan, tapi enggak di sini," ucapnya, lalu menarik tangan Naura agar segera pergi dari rumah orang tuanya.

Naura memilih menurut.

Dia pun tersenyum kala berjalan beriringan.

Namun, langkah keduanya terhenti saat berpapasan dengan Sinta.

"Apa kamu puas, Arkan?" tanyanya dengan tatapan tajam.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Jaritelunjuk
dibikin penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status