Raffael ingin sekali menggigit lidahnya sendiri yang dengan lancang bicara seperti itu.
Dia bukan jenis orang yang begitu mudah mempermainkan pernikahan, apalagi tak ada cinta sama sekali untuk wanita di depannya itu, seluruh hatinya sudah terisi penuh dengan nama Bella istrinya yang cantik jelita itu.Hanya karena sebuah kecelakaan yang dilakukan dengan sengaja oleh wanita licik di depannya ini, Raffael melanggar semua prinsip hidup yang dipegangnya.“Saya mengerti, tapi ini solusi yang harus kita tempuh saat ini.”Raffael mendecih kesal dengan kata-kata sok bijak wanita di depannya ini.Baiklah kamu yang memulai kamu juga yang akan terima akibatnya, batin Raffael.Dia ingin mlihat sampai di mana wanita ini bisa bertahan.“Jika sudah tidak ada yang dibicarakan kamu tahu bukan di mana pintu keluar.”Ana mengangguk dan buru-buru berdiri dari duduknya, dengan anggun dia melangkah keluar ruangan Raffael.“Bagaimana?” tanya Adam yang memang sudah menunggunya di ruang tunggu.“Dia menerima,” kata Ana dengan senyum tersungging di bibirnya.“Tanpa syarat?” tanya Adam lagi yang seolah tidak mempercayai pendengarannya.“Dia hanya minta aku untuk mengandung dan melahirkan anaknya, bukankah itu hal yang wajar untuk pasangan suami istri?”Adam hanya mengangguk dengan kaku, dia bisa melihat wajah bahagia Ana.“Kamu bahagia bisa menikah dengannya?”“Bahagia dan tidak.”“Karena dia sudah beristri?”“Ya salah satunya, siapa yang tidak bahagia menikah dengan laki-laki idamannya, tapi kenyataan bahwa aku orang ketiga dalam hubungan mereka membuat aku merasa bersalah, apalagi kami menikah dengan cara memalukan seperti ini.”“Bertahanlah, aku akan selalu ada untukmu.”Ana memandang laki-laki di sampingnya dengan mata berkaca-kaca, entah bagaimana caranya nanti untuk membalas semua kebaikan Adam.“Terima kasih, Mas.”Keesokan harinya, berita tentang rencana pernikahannya mereka sudah tersebar di semua media baik online maupun offline, bahkan akun media sosial milik Ana, juga dibanjiri dengan berbagai komentar.“Wah ternyata memang mereka pasangan kekasih.”“Pasangan yang serasi.”“Hari patah hati sedunia.”“Pasangan terkece abad ini.”Banyak lagi komentar yang ada di medsos Ana, dia membacanya dengan senyum lega, meski masih ada saja yang mencemooh mereka, tapi setidaknya sudah banyak dari penggemar yang memberikan respon positif untuk rencana pernikahan ini.Di tempat lain, Bella sedang berada di lokasi syuting drama terbarunya, dia dibuat geram dengan berita pernikahan suaminya dengan Ana.Bella merasa dia tak bisa lagi tinggal diam, wanita itu telah merebut suaminya tapi publik malah mendukungnya dan membuatnya menjadi lebih populer.“Argh! ini tak bisa dibiarkan!“Apa-apaan itu, Raf, kamu mau mengadakan pesta pernikahan dengan wanita lain di atas penderitaanku!” kata Bella tanpa basa-basi setelah Raffael mengangkat panggilan teleponnya.“Tenang, Sayang, itu hanya strategi bisnis, lagi pula aku menikahinya juga karena ingin membalas semua kelicikannya,” kata Raffael di seberang sana, dia sendiri juga sangat geram dengan pemberitaan di luar sana, tapi dia tak bisa berbuat banyak keputusan itu telah diambil.“Tenang, katamu bagaimana aku bisa tenang, kalau suamiku akan menikah lagi dengan wanita lain!’Bella memelankan ucapannya saat sadar beberapa kru memandang penuh tanya padanya, pernikahannya dengan Raffael memang hanya diketahui oleh keluarga besar saja, Bella tidak mau pamornya akan meredup setelah dia menikah.“Kapan kamu selesai syuting aku akan menjemputmu, kita akan menghabiskan waktu bersama sekaligus akan menjelaskan semuanya, percayalah hanya kamu satu-satunya wanita yang aku cintai.”Berita pernikahan mempunyai dampak yang sangat luar biasa, saham perusahaan Xander group langsung meroket, begitu juga Ana yang kebanjiran tawaran di sana-sini, Adam sampai kerepotan mengatur semua jadwal sang artis agar tidak bentrok.“Padahal ini baru rencana lihatlah pengaruhnya,” kata Adam sambil menunjukkan tablet di tangannya.Ana memperhatikan itu semua dengan seksama, jadwalnya full dari pagi sampai malam, tawaran iklan, film dan drama bermunculan bak jamur di musim hujan.“Aku tidak tahu kalau pengaruh nama besar Raffael bisa sehebat ini.”“Tentu saja, saham Xander Group juga naik, semua orang berlomba-lomba mencari muka di depan Raffael dengan menggunakanmu, yang mereka kira wanita yang dicintai Raffael.”Ana tersenyum kecut mendengar kalimat terakhir sang manajer.“Memangnya kapan rencana pernikahan kalian akan digelar?” tanya Adam, mereka memang belum memberikan tanggal pasti.“Entahlah, mungkin bulan depan, tadi ibu Raffael menghubungiku dan memintaku fitting baju pengantin.”“Kapan?”“Satu jam lagi.”“Apa dia menjemputmu kemari?”“Tidak kami janjian di butik.”“Sebaiknya kamu berangkat sekarang, sore nanti kamu ada jadwal syuting iklan di beberapa tempat.”Sebelumnya Ana berpikir kalau ibu Raffael, Sandra Alexander menghubunginya hanya untuk sekedar basa basi saja, ternyata Ana salah, wanita itu ternyata sudah datang di butik dan menyambutnya dengan hangat, deretan baju pengantin dengan desain mewah telah dipilihnya.Entah apa yang dipikirkan wanita itu, apa dia tidak marah padanya karena sang putra yang memang sudah beristri ketahuan tidur dengannya.“Astaga, Anastasya, kamu memang secantik yang ada di televisi, ibu seperti mimpi bertemu denganmu dan sebentar lagi akan jadi menantu ibu pula,” kata Sandra yang langsung memeluk Ana dengan erat, tidak kalah dengan ibu-ibu penggemar Ana yang lain.“Ehm... Tante Maaf kalau saya terlambat,” kata Ana dengan terbata.“Jangan panggil tante, panggil saja ibu seperti Raffael, sebentar lagi kita juga akan jadi keluarga, kamu tidak terlambat sayang, ibu saja yang datang terlalu cepat.”Meski sedikit aneh dengan antusiasme itu Ana tetap tersenyum dan berkata. “Terima kasih, Ibu.”“Sama-sama, Sayang. Ibu tadi sudah memilihkan beberapa baju pengantin untukmu, Ibu tahu kamu sangat sibuk, tapi kalau kamu tidak suka bisa pilih yang lain.”Tidak heran jika butik ini mematok harga yang sangat fantastis untuk sebuah gaun pengantin, lihatlah betapa indahnya gaun-gaun itu, taburan kristal di atasnya menambah indah gaun itu.“Bagaimana kamu suka dengan pilihan ibu?”“Mereka semua sangat indah,” kata Ana dengan penuh kagum.Sang ibu dan pemilik butik yang menemani mereka tertawa mendengar komentar Ana.“Cobalah.”Dengan dibantu salah satu asisten pemilik butik Ana mencoba gaun itu, dia bahkan tak henti-hentinya mengagumi penampilannya sendiri.“Wah! anda cantik sekali, saya pikir tadi ada bidadari di sini,” kata sang asisten dengan wajah berbinar gembira.Ana hanya tertawa, sudah biasa menghadapi para penggemar seperti asisten ini, bahkan banyak yang lebih ekstrem.Ini memang bukan kali pertama Ana memakai gaun pengantin, bukan berarti dia sudah pernah menikah. Bukan.Beberapa peran yang dimainkan menuntutnya untuk mengenakan gaun pengantin yang indah, tapi kali ini berbeda, Ana akan benar-benar menikah dengan laki-laki yang dicintainya, meski laki-laki itu tidak menginginkannya.“Sudah ibu duga kamu pasti akan cantik sekali, coba yang lain lagi,” kata sang ibu yang memandang Ana penuh kekaguman. “Mbak tolong bawakan yang lain saya akan ambil semuanya yang dipilih calon menantu saya.”Apa! oh tidak! “Ibu maafkan saya, tapi itu tidak perlu, saya hanya perlu saja gaun saja.”Sang ibu terlihat tak senang dengan penolakan Ana, buru-buru Ana menjelaskan. “Saya tidak enak hati pada Bella, ehm... lagi pula bukankah yang penting dalam sebuah pernikahan doa restu.”Sang ibu berpikir sejenak. “Menurut ibu, kamu selalu cantik memakai baju apapun!” kata sang ibu dengan binar kagum di matanya.“Ibu bisa saja.”“Kamu ingat peranmu saat menjadi bidadari,” sang ibu lalu menyebutkan salah satu judul film yang Ana bintangi. “Bagi ibu kamu selalu terlihat seperti malaikat kecil.”Lagi-lagi Ana hanya tersenyum tak tahu harus berkata apa, sikap ibu Raffael di luar ekspektasinya, dia tadi sudah membayangkan ibu-ibu sosialita sengak yang sudah mengganggu kebahagiaan anaknya, tapi ternyata…Ibu Raffael sosok yang sangat mudah untuk dicintai seperti …. anaknya.eh?“Dari pada bingung pilih yang mana, kita ganggu saja yuk calon suamimu yang gila kerja itu, dia punya selera yang bagus untuk pakaian,” kata sang ibu sambil mengedipkan matanya penuh konspirasi.Satu menit, dua menit bahkan sampai seperempat jam sang ibu menunggu jawaban dari sang putra tapi, foto-foto itu hanya dibaca saja tanpa mau membalas.“Hih! Kebiasaan anak ini.”Dengan gemas sang ibu menekan tombol video untuk melakukan panggilan.Ana meremas kedua tangannya dengan cemas, Raffael pasti sengaja tidak mengangkat panggilan ibunya, bagaimanapun pernikahan ini bukan yang diharapkan wanita itu.“Ada apa, Bu?”Dada Ana rasanya mau copot mendengar suara itu.“Kenapa kamu tidak membalas pesan ibu?” tanya sang ibu dengan galak. “Lihatlah calon istrimu sangat cantik bukan.”Ana masih menundukkan kepalanya tak berani menatap ke arah ponsel sang ibu dengan Raffael di ujung sana.Raffael memandang ponselnya dengan acuh, dia sama sekali tak tertarik dengan itu.“Saya tidak berencana mengadakan pesta pernikahan, kenapa membeli gaun pengantin?” tanyanya datar.Ada yang retak di dalam hati Ana, terasa sangat sakit, meski tak ada darah yang keluar. Nyonya Sandra buru-buru memutus panggilan telepon dengan sang putra, dengan kikuk dia memasukkan kembali ponsel ke dalam tas tangan yang dibawanya, dia mengulum bibirnya dengan gugup. Dalam hati dia merutuki sikap Raffael yang bisa bicara sekasar itu. Oh Tuhan apa yang salah dengan putranya. Andai saja Raffael ada di dekatnya saat ini, pasti sudah dia remas mulutnya yang tanpa saringan itu. Di helanya napas panjang, sejenak dia memandang ke arah Ana, ada kekecewaan yang kentara sekali di mata gadis itu, meski dia yang terbiasa berakting dengan apik berusaha menyamarkan dengan sebuah senyuman kecil yang tersungging di bibirnya. “Maafkan Raffael, sayang, dia memang sangat menyebalkan kalau diinterupsi dalam bekerja,” kata sang ibu tak enak hati. “Bukan masalah, Ibu, saya tidak apa-apa, mungkin ibu bisa membantu saya untuk membelikan satu saja baju
Makan siang bersama itu membuat keduanya makin dekat, bahkan tanpa malu-malu lagi, calon itu mertuanya itu mengaku kalau dia adalah penggemar berat Ana, bahkan tak pernah ketinggalan mengikuti semua drama atau pun film yang Ana bintangi. “Jadi boleh ya ibu ikut denganmu ke lokasi syuting, ibu mau pamer pada teman-teman ibu, mendatangi tempat syuting artis idola.” Apa yang bisa Ana lakukan selain menganggukkan kepala. “Lebarkan lagi senyummu Ana… yak begitu bagus sekali, selesai sudah, kita bisa istirahat,” kata sang fotografer. Ana tersenyum dan menggumamkan terima kasih pada beberapa pihak yang membantunya. “Silahkan yang mau makan dan minum, oh ya ini juga ada kue untuk kalian semua, silahkan dinikmati, Ana ayo sini sayang,” kata sang ibu mertua yang sudah heboh sendiri menyiapkan makanan yang tadi dia pesan, entah dari restoran mana, Ana sendiri juga tak tahu, tiba-tiba saja ada mobil yang datang dan menurunkan berbagai macam ma
Kelakuan Ana makin membuat Raffael muak, apalagi Bella yang tadi sudah susah payah dia buat tersenyum kini kembali menangis dan terluka. Bella adalah belahan jiwanya sejak kecil mereka terbiasa untuk bersama dan saat para tetua menjodohkan mereka, langsung disambut dengan begitu antusias. gadis kecil yang dulu selalu ingin dilindunginya kini malah lebih sering terluka saat berada di sampingnya, dan Raffael sama sekali tak bisa menerima hal itu, siapapun yang membuat Bella menangis dan bersedih harus merasakan akibatnya. “Dia sengaja mendekati ibu,” gumam Bella di antara tangisnya. Raffael hanya bisa terdiam dengan amarah yang membakar dadanya. Bella menatap sang suami dengan sendu, Raffael tahu, Bella adalah korban sesungguhnya dari kelicikan wanita itu, dan sialnya dia tak bisa apa-apa untuk menentang kehendak ayahnya.“Jangan khawatir aku akan mengurusnya, kamu mandi saja dulu, aku akan memberinya peringatan keras.”
Raffael dan bella mengakhiri liburan mereka lebih awal, karena kekacauan yang disebabkan oleh foto itu. Raffael perlahan menghentikan mobilnya dan memperhatikan Bella yang duduk di kursi penumpang, dia terlihat sangat sedih, rasa bersalah langsung menyelimuti hatinya, juga kemarahan di saat yang hampir sama.Di sinilah sekarang mereka, di rumah orang tuanya, dia harus meminta penjelasan pada sang ibu. “Aku ingin bicara sebentar, bu.” Sang ibu yang sedang asyik menonton drama yang dibintangi oleh Ana, hanya menoleh sekilas. “Kalian datang, bicara saja.” Raffael menghela napas terlihat tak sabar dengan sikap tenang sang ibu. “Bisakah kita bicara di ruang yang lebih privat, mungkin di ruang kerja ayah.” Sang ibu mengangkat alis, dilihatnya kembali drama di televisi yang sedang seru-serunya, rasanya enggan untuk meninggalkannya, tapi ekspresi sang anak yang terlihat serius membuatnya harus mengalah. “Kenap
Akhir bulan Juli pun tiba, hari di mana pernikahan Raffael dan Ana akan segera di langsungkan. Bukan perhelatan mewah seperti yang sudah diduga oleh publik memang, hanya sebuah pesta tertutup dengan beberapa kerabat dan teman dekat mereka yang diundang, meski sedikit lebih besar dari pernikahan Raffael dan Bella yang memang digelar sangat tertutup dengan hanya mengundang keluarga inti saja, tapi tetap saja pernikahan ini terasa sangat hambar bagi Raffael. Tak bosan-bosannya dia merutuki dirinya sendiri yang malam itu sampai jatuh dalam jebakan Ana dan berakhir mengkhianati istrinya. Raffael memandang Ana yang di dudukkan di sampingnya dengan memakai gaun yang senada dengan bajunya sendiri, tapi entah mengapa Raffael merasa ada yang salah dengan gaun itu. Yang salah bukan bajunya, tapi orang yang memakainya, batinnya sinis. Dia tahu gaun itu pilihan ibunya, dan sang ibu juga sudah mengatakan-meskipun Raffael malas untuk mendengarkan- harga gau
“Sudah cukup jangan bicara apapun, tidak ada yang lebih penting untukku dari pada kamu.” Raffael memeluk Bella dengan erat, dia ingin meyakinkan Bella dengan pelukannya bahwa semuanya akan baik-baik saja, bahkan Raffael tidak ambil pusing dengan para tamu di luar sana yang ingin dia lakukan sekarang adalah bagaimana membuat Bella percaya padanya dan tidak bersedih lagi. “kamu tidak akan kembali ke bawah?” tanya Bella sambil mengatur nafasnya yang memburu, setelah apa yang mereka lakukan bersama tadi, tubuh keduanya pun masih sama-sama polos di bawah selimut. Raffael berbaring miring dan menatap sang istri dengan sayang, dia selalu kagum dengan wajah cantik sang istri dan akan makin cantik setelah apa yang mereka lakukan tadi. cintanya pada Bella memang sangat besar tapi entah kenapa setelah kejadian malam itu hubungan percintaan mereka menjadi lebih hambar, dia tak lagi merasa puas seperti sebelumnya. Raffael menggelengkan kepalanya, demi Tuha
Pernikahan adalah sebuah momen yang sangat membahagiakan bagi sepasang insan, tapi sepertinya hal itu tidak akan terjadi pada Ana. Jauh-jauh hari dia sudah mempelajari semuanya, menghafalkan semuanya seperti dia membaca skrip film atau drama yang akan dia bintangi, mensugesti dirinya sendiri bahwa ini hanya bagian lakon yang akan mengantarkannya pada kesuksesan dan juga membuatnya lebih dekat dengan laki-laki yang dia cintai, akan tetapi rasa sedih dan malu ini sangat nyata, dia bahkan bisa mendengar bisik-bisik beberapa orang yang memandangnya sebelah mata, dongeng indah yang tersebar di depan publik nyatanya hanya isapan jempol belaka. Ana hanya sendiri di sini, berusaha berdiri dengan tenang untuk menyalami para tamu undangan. “Di mana Raffael Ana? seharusnya dia menemui tamu bersamamu?” tanya salah seorang dikenal Ana sebagai seorang produser ternama, dan Ana juga pernah bekerja sama dengannya. “Ah itu, Maafkan, Raffael sedang sakit perut dia ke belakang sebentar,” kata Ana de
Ana membuang pandangannya ke luar jendela saat mobil mulai melaju, senyum yang dari tadi ada di bibirnya makin melebar, meski dia sadar itu hanya akting belaka, tapi tetap saja tak bisa mencegah hatinya yang membuncah oleh harapan. Dia diam-diam melirik Raffael yang duduk di sampingnya dengan tegang, tak ada senyum atau perkataan basa-basi untuknya, pandangan laki-laki itu juga lurus ke depan, tapi tetap saja tak mengurangi kebahagian Ana. Di rumah yang memang menjadi tempat tinggal Raffael dan Bella, terlihat wanita cantik itu berjalan hilir mudik dengan kesal di ruang depan, berkali-kali dia menengok jam dinding, tapi orang yang ditunggu tak juga muncul, ponsel yang dari tadi tak lepas dari tanganya itu tetap saja terdiam, membuat Bella ingin menjerit frustasi. “Kurang ajar, berani-beraninya wanita itu merebut suamiku,” katanya dengan pandangan marah, ponsel di tangannya juga tak luput dari amarah, dan kini tergeletak mengenaskan di sisi dinding, para pe