Home / Rumah Tangga / Istri Tawanan Abdi Negara / Bab 13 - Mulai Mencair

Share

Bab 13 - Mulai Mencair

Author: ekaphrp
last update Last Updated: 2025-07-23 18:36:57
“Pernah dengar Operasi Langit Merah?” tanya Tavisha, lirih tapi mantap.

Tak ada sahutan dari sosok pria di hadapannya. Yudha—nyaris seperti bongkahan es yang membeku. Bibirnya sedikit berkedut. Namun, tatapannya tetap tak terbaca. Tavisha yang melihat itu hanya bisa menerka—apa ada yang salah dari pertanyaannya?

“Gue baca-baca literature sebelumnya, kejadian itu tepat sepuluh tahun yang lalu. Mungkin, lo ikut saat operasi itu berlangsung?”

Pertanyaan itu semakin membuat Yudha membeku. Seolah ada luka lama yang kembali menganga. Kesakitan yang tak pernah dirasa, kini begitu menyiksa. Kepalan tangan diatas meja, rahang yang semakin mengeras—membuat atmosfer ruangan seketika memanas.

“Hei? Lo dengar gue, ‘kan?”

Tavisha melambaikan tangan di depan wajah pria yang kini membisu. Entah apa yang ada dipikiran Yudha saat itu. Tavisha hanya ingin bertanya untuk menggugurkan rasa penasarannya saja. Tapi yang ia dapati, Yudha justru melamun.

“Ya, kalau lo nggak mau jawab … juga nggak apa-a
ekaphrp

Kita kasih mereka deket dulu, ya. Haha. Semangatttt bacanya. Akan banyak kejutan hubungan mereka di depannya. Jangan lupa kasih gem, komen, dan ulasan. Love you!

| 13
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (35)
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
nahh gth dong kalau saling nyapa dan saling berbicara kan enak d pandang walau c Yudha ngomong nya masihh datar juga tapi setidaknya ada kemajuan ke arah yang lebih baik .
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
wahhh ada apa dengan operasi itu kenapa membuat Yudha bungkam pasti ada sesuatu .
goodnovel comment avatar
niezie etty
kayaknya si Yudha ada sangkut pautnya tuh sama judul yg mau di usung tavisha jadi cocok banget kalau Yudha jadi narasumbernya tapi reaksi tubuh Yudha bikin bertanya2.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 78 - Berat Hati

    Yudha menatap wajah sang istri cukup lama sebelum beranjak dari tepi ranjang. Ia menyampirkan selimut hingga sebatas dada sang perempuan, memastikan agar tetap hangat. Dan ketika ia hendak berdiri, ponsel di saku celananya bergetar. Ia pun merogoh lalu memandang layar menampilkan kontak dari markas besar. Getarannya terasa seperti alarm yang membangunkan sisi lain dalam dirinya—sisi yang tak pernah bisa menolak panggilan tugas.Sekilas, ia memandang Tavisha sekali lagi. Perempuan itu masih terlelap, wajahnya teduh dengan rambut terurai menutupi sebagian pipinya. Yudha menahan napas sejenak, baru melangkah keluar kamar sepelan mungkin. Begitu tiba di ruang tamu, ia segera mengangkat panggilan itu.“Siap perintah!”Suara di seberang terdengar tegas. “Kapten, mohon segera ke markas. Ini mendesak. Panglima memerintahkan seluruh tim utama hadir pagi ini.”“Pagi ini?” Yudha melirik jam di dinding. Waktu menunjukkan pukul tujuh tiga puluh. “Iya, Kapten. Tidak bisa ditunda.”“Baik. Saya sege

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 77 - Sebuah Petuah

    Dahlia keluar dari kamar setelah berhasil menenangkan sang menantu dan memberinya makan. Hormon yang dialami Tavisha memang tidak biasa. Perempuan itu sangat rapuh. Seolah jika dipegang sedikit saja mampu menghancurkannya. Setelah pintu kembali tertutup, Yudha langsung menghampiri. Ada kecemasan di wajah yang tak bisa ia tutupi. “Bagaimana Tavisha, Bu?"“Dia tidur lagi setelah makan dan minum vitamin.”Terdengar hela nafas lega setelahnya. Dahlia lantas menyelipkan tangannya di sela lengan putranya sambil membawa pria itu untuk duduk di sofa. “Duduk sini, kita ngobrol sebentar.”Yudha hanya mengangguk pelan. “Jangan terlalu keras dengan Tavisha, Nak,” nasehat sang ibu setelah berhasil duduk di sofa ruang tamu bersama putranya. Namun, tidak ada sahutan yang berarti dari bibir Yudha. Pria itu hanya bergeming, seakan berpikir apa benar ia terlalu keras pada istrinya? Padahal, ia sudah berusaha untuk bisa menahan semua ego dan amarah yang terpendam di kepala hanya demi tidak menyakiti

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 76 - Rapuh dan Tak Berdaya

    Yudha membiarkan tangis itu pecah. Ia membiarkan perempuan rapuh dan tak berdaya itu meluapkan segala kesedihannya melalui tangisan. Ibunya bilang, perempuan hamil itu perasaannya sangat sensitif. Ia bisa menangis hal-hal bahkan sekecil apapun. Apalagi Tavisha yang tengah menghadapi badai besar dalam hidupnya. Setelah lama menunggu, tangis itu akhirnya berubah jadi sebuah keheningan. Yudha menilik sang perempuan yang tengah berada dalam pelukan. Tak ada suara selain deru napas teratur. Yudha bisa menebak bahwa perempuan itu sudah tertidur. Ia pun menyelipkan tangannya ke celah leher dan kaki sang perempuan. Kemudian berdiri membopongnya menuju ranjang.Dengan sangat hati-hati, Yudha meletakkan sang istri, seakan takut membuatnya terbangun. Setelahnya, ia menyingkap rambut dan mengusap sisa air mata yang ada di kelopaknya.“Maafkan saya Tavisha.”“…”“Saya menyayangi kamu lebih dari apapun.”“…”Ungkapan hati seorang Yudha yang tak pernah secara jelas terucap di hadapan istrinya. Ia s

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 75 - Yang Terpendam

    Ketika kembali ke kediamannya, Yudha mendapati sang istri lagi-lagi merenung di ujung jendela kamar. Tatapannya kosong sambil memeluk kedua kakinya. Ada perasaan sesak saat dirinya harus melihat keadaan Tavisha yang semakin hari semakin menyedihkan. Ia tidak ingin psikologis perempuan itu terganggu. Terlebih ada bayi dalam kandungannya yang harus mendapatkan perhatian lebih. “Tavisha?” Yudha mendekat, duduk di hadapan perempuan itu. Jemarinya menarik sofa sang istri agar lebih dekat. Kemudian menelaah setiap guratan yang tampak di wajah. “Ada apa?” tanya Yudha, suaranya rendah nyaris tanpa ekspresi. “...” Namun yang ditanya lagi-lagi tak memberinya jawaban. Yudha hampir frustasi. Ia tidak pernah melihat sisi Tavisha yang sebegini rapuh. Dan itu—membuat dirinya merasa bersalah. Bukan hanya karena ia tidak bisa menenangkan hati perempuannya. Tapi, ia sadar. Sebagai abdi negara, ia tidak bisa selalu menemani Tavisha. Bahkan, jika ada operasi yang mengharuskannya pergi, ia tidak bi

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 74 - Melawan Takdir

    Setelah melihat keadaan istrinya, Yudha memutuskan untuk secara terang-terangan mendatangi sang ayah di kediamannya. Sore itu, Yudha tiba di kediaman Dirgantara ketika langit mulai meredup. Hanya menyisakan cahaya jingga yang mengitari halaman. Lantas, ia turun dari mobil, menutup pintu tanpa suara berlebih.Kali ini, langkahnya terasa begitu berat. Terlebih, saat ia mulai melewati pintu utama. Yudha kembali berpikir, kapan terakhir dirinya berbicara serius empat mata dengan sang ayah? Ah, ia pun teringat saat makan malam terakhir di kediamannya. Ketika, Tavisha pertama kali menyebut operasi langit merah dalam acara makan malam tersebut. Bagi Yudha, sang ayah bak bayangan tegas dalam hidupnya. Pria penuh wibawa itu, nyaris tak tersentuh oleh apapun. Pintu dibuka oleh seorang asisten rumah tangga. Begitu melihat Yudha, wanita paruh baya itu buru-buru menunduk. “Selamat sore, Tuan Muda.” “Bapak ada di dalam?” “Ada. Beliau di ruang kerja.”Yudha mengangguk, lalu melangkah masuk. Ruma

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 73 - Menjadi Asing

    Setelah semua riuh pertengkaran mereda malam itu, rumah besar keluarga Tandjung tenggelam dalam kesunyian. Dokter sudah pulang, meninggalkan pesan agar Tavisha banyak beristirahat. Seisi rumah pun berangsur hening. Namun, Yudha tidak lekas meninggalkan kediaman itu. Ia duduk di ruang tamu cukup lama, punggungnya bersandar pada sofa dengan pandangan kosong. Rasanya ia masih mendengar suara lirih Tavisha, kalimat-kalimat getir yang menuduh sekaligus menolak kehadirannya. Kepalanya berat, tapi setiap kali menutup mata, wajah pucat istrinya yang tak sadarkan diri kembali muncul. Akhirnya, Yudha memilih tidur di kamar tamu. Lampu sengaja tidak dimatikan. Tubuhnya berbaring, tetapi pikiran terus berkelana. Tentang rahasia yang belum ia buka, tentang kenyataan kehamilan yang baru diketahuinya, juga tentang kemungkinan kehilangan kepercayaan Tavisha sepenuhnya. Di kamar utama, Tavisha terjaga. Tubuhnya lemah, tapi ia tidak bisa memejamkan mata. Pandangannya sering beralih ke pintu, menunggu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status