Home / Romansa / Istri Tawanan Abdi Negara / Pernikahan Yang Tak Diinginkan

Share

Pernikahan Yang Tak Diinginkan

Author: ekaphrp
last update Last Updated: 2025-05-20 10:13:47

Pernikahan Tavisha dan Barathayudha berlangsung seperti prosesi kenegaraan. Mewah, terorganisir, namun hampa. Prosesi upacara pedang pora berlangsung khidmat. Kini, dua pengantin berdiri di pelaminan dengan tubuh yang kaku. 

Tavisha berbalut kebaya putih gading hanya mampu menatap para undangan dengan tatapan tajam nan kosong. Ia berdiri tepat di sisi Yudha, pria berseragam TNI dengan sorot mata datar serta rahang mengeras. Tak ada bisikan lembut atau kata-kata yang menenangkan kemelut di hatinya. Hanya ada jeda yang menggantung panjang di antara mereka. Tavisha bahkan tak tahu apa yang harus ia lakukan setelah ini. Sungguhan, pernikahan ini terlalu tiba-tiba. Bahkan, ia tak sempat mengenal siapa sosok suaminya. 

‘Ma, Tavisha akhirnya menikah,’

Dalam keheningan Tavisa bermonolog. Bagaimanapun, peran ibu yang harusnya masih membersamai—tak lagi didapatkan sejak remaja. Itu mengapa, ada kekosongan dalam jiwa perempuan disana. 

“Selamat, ya, Nak.”

Begitu para tamu menghampiri, menyapa lalu tersenyum. Saat itu pula kesadaran Tavisha seolah ditarik ke dunia nyata. 

Para tamu berpangkat tinggi dari kalangan militer dan politik silih berganti hadir, tersenyum dengan topeng penuh sandiwara. Namun di pelaminan itu, Tavisha dan Yudha yang seharusnya menjadi pusat kebahagiaan hanya berdiri kaku—asing satu sama lain.

Dalam pikiran, Tavisha bertanya-tanya apakah dirinya hanya tumbal dari kesepakatan dua penguasa? Barang tukar agar rahasia tak pernah terungkap? Ia merasa terkekang dan dipermainkan. 

Waktu terus berlalu tanpa perempuan itu sadari bahwa mereka sudah tiba di kediaman pengantin baru. Tubuhnya menegang kala pintu mobil dibukakan oleh sopir. 

“Silakan, Nona.”

Tavisha mendongak, mencari keberadaan sosok yang seharusnya duduk di sisinya selama perjalanan tadi. Namun kali ini, ia temukan Yudha sudah lebih dulu berjalan masuk ke kediaman tersebut. 

Tavisha membeku sampai-sampai sopir tersebut kembali menginterupsi pikirannya.

“Nona?”

“Iya, Pak. Terima kasih.”

Tavisha turun dari mobil, melangkah perlahan seraya mengitari pandangan. 

Rumah itu bergaya minimalis dengan fasad hitam yang berdiri tegak bersama garis-garis yang membentuk geometris sempurna. Dari depan tampak struktur kubus  berlapis dengan permainan panel kaca besar yang bisa menampilkan interiornya, menyajikan perpaduan kehangatan kayu serta dinginnya logam. Teras depan berundak, dihiasi dengan tanaman hijau segar yang menambah kontras pada dinding yang gelap. Sementara lampu tanam tersembunyi di setiap anak tangga memancarkan cahaya keemasan, menciptakan aura kemewahan ketika malam.

Lantai atasnya seolah melayang, dengan balok hitam pekat yang menjorok ke depan, melindungi area di bawahnya dari terik matahari sekaligus memberikan kesan futuristik. Dinding kaca yang penuh, menciptakan ilusi tanpa batas. Seakan memperlihatkan interior yang dirancang dengan apik—tanaman tropis berdiri gagah di sudut, membawa kesegaran alam ke dalam ruangan. Sentuhan kayu pada plafon juga memperhalus estetika modern, menyiratkan kehangatan di tengah kesempurnaan desain minimalis.

Namun terlepas dari kemewahan itu semua, Tavisha tidak merasakan kehangatan menyambut kedatangannya disana. Ah, tapi ia bersyukur, setidaknya ia tinggal jauh dari asrama. 

Tavisha melangkah dengan tubuh yang masih berbalut kebaya. Ada kekosongan dalam jiwanya. Apa yang akan terjadi setelah ini? Setelah dirinya melangkahkan kaki ke dalam rumah pria asing yang bahkan baru ia temui sekali.

Tavisha memejamkan mata seraya menghembuskan nafas. Seharusnya ia tidak perlu takut dengan keasingan. Bahkan ia sudah merasakan itu sejak sang ibu meninggal. Lalu apa yang ia takutkan?

Setibanya di ruang tamu, Yudha sudah duduk di sofa, seakan menunggu untuk mengatakan sesuatu padanya. Tubuh tegap itu, duduk dengan sempurna. Garis wajahnya benar-benar tegas. Seakan menunjukkan bahwa pria itu memang sosok yang berwibawa.

“Silakan duduk,” titah pria itu dengan tatapan yang tak terbaca.

Tavisha pun duduk, tepat di sofa lain. Dimana meja menjadi pembatas diantara mereka. 

“Saya tahu, kamu tidak siap tidur satu kamar dengan saya.”

Satu kalimat itu langsung menohok Tavisha yang bahkan belum benar-benar duduk dengan sempurna. Mendengar ucapan itu, ia memalingkan wajah lalu tersenyum pahit. Apa semua pria dengan seragam kehormatan selalu bersikap angkuh seperti itu?

“Itu mengapa saya sudah siapkan kamar diatas.”

Tavisha masih mencoba mencerna ucapan tersebut. 

“Oke. Nggak masalah!”

Tavisha menaikan sedikit dagu, seolah tak terganggu dengan ucapan itu. Padahal, ia merasa sangat tersinggung. Sungguhan!

“Dan saya tidak suka ada orang asing di rumah ini—“ 

Belum genap ucapan itu terlontar, Tavisha langsung melayangkan tatapan tajam.

“Maksud lo—lo nggak suka sama kehadiran gue di rumah ini?”

Tavisha menghentakan tangan di pahanya. Entah sudah semerah apa kulitnya. Hal itu reflek. Tavisha hanya tidak ingin menunjukkan bahwa dirinya mudah diintimidasi.

“Bukan begitu.”

“Terus maksud lo apa?”

Terdengar hembusan napas yang berat. Yudha berdehem sebelum meluruskan ucapannya.

“Saya tidak suka pakai ART. Jadi, kalau kamu butuh sesuatu—kamu bisa self service.

Kalimat itu kembali menyulut emosi Tavisha. Ia sama sekali tidak takut. Meski tatapan Yudha sudah setajam pedang di pesta pora tadi.

“Ya—siapa juga yang minta lo layani.”

Tavisha membuang wajahnya. Baru beberapa menit berinteraksi, ia sepertinya sudah bisa menebak seperti apa sifat sang suami.

“Kalau tidak ada lagi yang mau didiskusikan, saya mau istirahat.”

Tanpa menunggu jawaban. Yudha meninggalkan wanita itu dalam keheningan.

‘Apes banget gue bisa nikah sama robot kayak dia!’

Tavisha memandang kepergian Yudha dengan tatapan sinis. 

Tangan yang sedikit gemetar akibat menahan emosi, kini mengangkat rok kebayanya, berjalan menaiki anak tangga yang terbuat dari kayu jati terpoles sempurna.

Setiap pijakan terasa berat, seperti menapak ke sebuah kehidupan yang tak pernah ia bayangkan, penuh ketidakpastian dan bayangan dingin seorang pria yang kini jadi suaminya.

Ketika ia mencapai lantai atas, koridor panjang dengan dinding beton seakan membungkam suara. Dan mempertegas kesan dingin dan asing tempat tersebut. Lampu tanam di sisi lantai memancarkan cahaya lembut, namun sama sekali tak mampu mengusir keheningan.

Sebuah pintu kayu hitam di ujung koridor menarik perhatiannya. Perlahan, Tavisha mengulurkan tangan untuk membuka kenop pintu tersebut. Begitu daun pintu berderit lembut, ruang di baliknya terbuka memperlihatkan kamar yang begitu mewah namun tetap minimalis, sejalan dengan desain keseluruhan rumah itu.

Tempat tidur berukuran king terletak di tengah ruangan, berbalut seprai putih bersih terbentang rapi. Di sisi kanan, sebuah meja kerja dengan lampu duduk berdesain futuristik berdiri kokoh. Layar iMac tipis yang diposisikan dengan hati-hati menambah kesan profesional. Di lain sisi dinding kaca memamerkan pemandangan malam yang damai. Namun, tidak sedamai hatinya saat ini. 

Tavisha menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan sisa keberanian yang masih ia miliki. Ia tahu, malam ini akan panjang. Bahkan, terlalu panjang untuk seorang perempuan yang tak pernah bisa memilih takdirnya sendiri. Sekali lagi, bayangan sang ibu melintas dalam benak. Wajah yang selalu penuh kasih, namun kini tak bisa lagi ia temui.

‘Ma, Tavisha nikah. Tapi kenapa hati ini rasanya begitu kosong? Apa ini yang Mama rasakan dulu, ketika hidup bersama Papa?’

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Mbak Nana
galak ,kaku lama lama jatuh cinta kapok Lo yudha
goodnovel comment avatar
Mbak Nana
rasanya kok pengen nangis kalau jadi tavisa ya awla nikah tidak ada manis nya sama sekali bukan salah tavisa kalau dia jadi mempelai mu kalian kan korban
goodnovel comment avatar
Kania Putri
ya ampun yudha koq yo galak amat jangan gitu sama bini sendiri. bisa kan bicara lembut sedikit ya sih kamu gak suka dengan pernikahan terpaksa ini tapi jangan gitu juga memperlakukan Tavisha
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Kehadiran Yang Tak Diharapkan

    Usai menyelesaikan misi di luar kota, Yudha langsung kembali. Ada satu misi lain yang harus diselesaikan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman, yaitu meluruskan apa yang terjadi. Bahwa sesungguhnya ia tidak tahu tentang riwayat alergi sang istri. Setelah beberapa hari menghilang tanpa jejak, ia yakin—Tavisha yang mudah sekali berapi-api akan tersulut emosi. Untuk itu, langkah kakinya berat dan cepat, seolah dibersamai oleh badai yang tak terlihat. Yudha bahkan belum sempat mengganti seragam yang mungkin tampak lusuh. Tapi ia tidak peduli. Bahkan, matanya terlihat memerah bukan karena kantuk, tapi karena ia tidak tidur dalam memimpin misi penyelamatan sandera yang menegangkan. Namun, yang menguasai pikirannya sejak kembali ke ibu kota bukanlah misi tersebut, melainkan satu nama—Tavisha.Ia tak sempat ke rumah atau bahkan menghubungi komandannya. Begitu mendarat, ia hanya meminta izin darurat ke markas untuk langsung menuju rumah sakit. Dada Yudha sesak karena rasa bersalah. Ia mendeng

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Menghilang Tanpa Jejak

    Ruang perawatan intensif itu hening. Hanya suara monitor detak jantung dan desisan lembut dari tabung oksigen yang memecah sunyi. Lampu ruangan redup, menghindarkan pasien dari silau yang bisa menambah tekanan. Tirai gorden sedikit terbuka, membiarkan semburat cahaya jingga menyelinap masuk melalui jendela kaca yang sedikit berembun. Udara di dalam ruangan tetap dingin, namun tak cukup untuk mengusir bayangan tadi pagi.Tavisha membuka matanya perlahan. Kelopak matanya berat, seperti digantungi oleh batu. Penglihatannya buram dalam beberapa detik, tapi perlahan mulai fokus. Warna putih mendominasi pandangan. Bau antiseptik menyeruak tajam di indera penciuman. Hal itu, menyadarkan bahwa dirinya sedang ada di rumah sakit. Ia tidak langsung bergerak. Dadanya terasa sesak, meski tidak seberat beberapa jam sebelumnya. Ada rasa mengganjal di tenggorokan. Nafasnya masih pendek, tapi tidak lagi menyakitkan.Ketika kesadarannya kembali utuh, otaknya langsung memutar ulang potongan-potongan in

  • Istri Tawanan Abdi Negara    Berawal Dari Kesalahan …

    Yudha berdiri tegak di barisan paling depan ketika matahari mulai naik, sehingga menciptakan siluet tajam di balik deretan prajurit berseragam lengkap. Ia tampak fokus mendengarkan laporan komandan upacara, tetapi dibalik ketegasan, pikirannya belum sepenuhnya pulih dari bayang-bayang perjanjian pernikahan yang Tavisha ajukan tadi pagi. “Gue nggak keberatan memainkan peran sebagai istri cuma buat menjaga wajah dan stabilitas politik kalian. Tapi, jangan harap gue mau hidup selamanya sama lo!”Sungguhan perempuan itu berhasil membuat hidupnya jauh dari kata tenang. Selama ini, ia menganggap pernikahan hanya akan menghambat karirnya. Dan benar saja, selama apel pagi, ia dibuat tidak tenang. Meskipun ia berusaha setenang lautan, tapi gemuruh ombak tetap menggoyahkan pertahanan. Yudha tak tahu apa yang akan terjadi di dalam hubungan pernikahan mereka nantinya. Bahkan, maksud dibalik perjodohan itu terlalu samar. Apa benar yang Tavisha katakan? Bahwa pernikahan mereka hanya demi misi yang

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Perjanjian Pernikahan

    Pagi itu matahari masih enggan naik sepenuhnya ke langit ketika Tavisha melangkah cepat di lorong lantai dua. Hening, selain suara langkahnya sendiri yang bergema di seluruh penjuru rumah. Rambutnya dicepol tinggi, pakaian yang ia kenakan sederhana—menggambarkan bahwa ia memang sosok mahasiswi. Balutan kaos oversize serta celana jeans selalu menjadi andalannya. Langkah itu semakin tegas berkelana, matanya menyala dengan tekad yang tak bisa diganggu gugat. Setelah apa yang terjadi semalam. Betapa dinginnya sosok sang suami dan tidak berprikemanusiaannya. Tavisha perlu mempertegas bahwa ia tidak akan hidup dalam kendali pria itu. Hari ini ia akan menyelesaikan satu hal penting. Perjanjian pernikahan.Ia tak sudi menjadi boneka dalam permainan politik keluarga. Jika mereka mengikatnya pada pria bernama Yudha demi misi yang ia sendiri tak tahu, maka ia juga berhak menentukan kapan akan melepaskan diri. Ia sudah menyusun draft perjanjian pernikahan itu semalam, dengan pasal-pasal rinci, te

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Pernikahan Yang Tak Diinginkan

    Pernikahan Tavisha dan Barathayudha berlangsung seperti prosesi kenegaraan. Mewah, terorganisir, namun hampa. Prosesi upacara pedang pora berlangsung khidmat. Kini, dua pengantin berdiri di pelaminan dengan tubuh yang kaku. Tavisha berbalut kebaya putih gading hanya mampu menatap para undangan dengan tatapan tajam nan kosong. Ia berdiri tepat di sisi Yudha, pria berseragam TNI dengan sorot mata datar serta rahang mengeras. Tak ada bisikan lembut atau kata-kata yang menenangkan kemelut di hatinya. Hanya ada jeda yang menggantung panjang di antara mereka. Tavisha bahkan tak tahu apa yang harus ia lakukan setelah ini. Sungguhan, pernikahan ini terlalu tiba-tiba. Bahkan, ia tak sempat mengenal siapa sosok suaminya. ‘Ma, Tavisha akhirnya menikah,’Dalam keheningan Tavisa bermonolog. Bagaimanapun, peran ibu yang harusnya masih membersamai—tak lagi didapatkan sejak remaja. Itu mengapa, ada kekosongan dalam jiwa perempuan disana. “Selamat, ya, Nak.”Begitu para tamu menghampiri, menyapa la

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Tanisha Putri Tandjung

    "Nona Tavisha ...."Dua orang pria berbadan besar lengkap dengan pakaian serba hitam berdiri di hadapan seorang wanita dengan rambut dicepol asal, pakaian kasual—celana jeans, kaos oversize polos serta sepatu kets putih. Tak lupa, shoulder bag berwarna senada dengan sepatunya."Sudah saya bilang, jangan menunjukkan eksistensi kalian di lingkungan kampus. Kenapa—""Maaf, Nona. Bapak ingin bertemu Anda."Salah seorang pria berwajah bulat memotong ucapan perempuan tersebut hingga tampak begitu kesal. Perempuan itu memutar bola matanya malas."Saya masih ada tugas, minggir!""Maaf, Nona. Bapak bilang kalau Nona tidak mau datang baik-baik, kami terpaksa—"Belum genap ucapan itu terlontar, Tavisha langsung berdecak sinis. Melihat lingkungan sekitar, dimana beberapa orang menatap ke arahnya dengan pandangan tak suka. Membuat Tavisha menjatuhkan pilihan untuk melangkah secara sukarela."Oke ... oke!"Perempuan itu menghentakkan kaki, melangkah lebih dulu menuju mobil MV3 dengan plat nomor mer

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status