Share

4 || Sifat iblis seorang Leonard Mattew

Grazella benar-benar merasakan siksaan yang teramat. Dia memilih disiksa Bibinya, dari pada mendapatkan siksaan seperti ini. Gabriel membuatnya seperti wanita murahan. Grazella sangat membenci tubuhnya sendiri.

Grazella benar benar merasa sangat kotor. Mati matian selama ini menjaga tubuhnya, agar tidak bertemu dengan pria brengsek, tapi takdir justru lebih kejam.

"Kevin tolong aku. Kamu kemana? Hiks ... tolong kembalilah, bawa aku pergi dari iblis ini," batinnya, teringat dengan orang yang sangat ia sayangi.

VENESIA | ITALIA 01.20 PM (siang)

Setelah hampir 17 jam di pesawat, akhirnya mereka sampai di Italia. Terlihat gadis itu sedang berbaring, Grazella terlihat sudah memakai dress, dan wajahnya sudah sedikit di poles. Gabriel memanggil pramugari, dan menyuruhnya membersihkan tubuh sang gadis.

Gabriel berusaha membangunkan Grazella, dengan mengusap lembut wajah sang gadis. "Baby, bangunlah kita sudah sampai."

Gadis itu perlahan membuka matanya, dia mencoba bangun, dan berdiri untuk melangkah.

"Arrghh!"

"Perhatikan langkahmu, El!" Gabriel mengeram kesal, melihat Grazella hampir saja terjatuh, jika tangannya tidak cekatan menarik tubuh mungil itu.

Bagaimana tidak lemas? Dengan santainya gabriel terus menggempur Grazella di sana. Bahkan baru 1 jam istirahat, tubuh Grazella sudah digempur lagi dan lagi.

"Badanku, sakit semua." Pria itu terkekeh mendengar ucapan gadisnya ini.

"Aku gendong, mau?" Grazella mengangguk pasrah, karna memang badannya sangat lemas.

"Terima kasih, baby. Karna kamu memberikan itu untukku, tapi aku tidak menyesal karna mengambilnya darimu!"

Grazella terlihat kesal, dengan ucapan pria yang sedang memeluknya ini. "Dari yang ada di film film, aku harus pura pura patuh sama penculiknya, setelah itu kabur! Kamu memang cerdas, El!" batin gadis itu tersenyum lebar.

"Ekm. Namamu siapa?" Gabriel terkejut dengan pertanyaan gadis itu. Pria itu tersenyum, dan mengusap kepala Grazella yang membuat gadis itu mendongak.

Grazella sedikit terkesima, melihat wajah datar, yang sudah tersenyum lebar ke arahnya.

"Gabriel Leonard Mattew." Grazella mengangguk. Badan pria itu terdiam, saat mendengar apa yang di ucapkan Grazella. Gabriel sangat suka, saat namanya dipanggil dengan nada lembut dan halus.

"Baiklah, Leon. Aku akan menurut padamu. Tapi tolong pertemukan aku dengan, Gio." Gabriel tersenyum simpul.

"Aku suka saat kamu memanggilku, Leon. Terus panggil aku dengan itu."

Mereka segera turun dari pesawat. Mata Grazella melotot, melihat banyaknya' mobil van hitam yang berbaris di sana. Grazella juga melihat mobil Mercedes, yang terparkir cantik di parkiran pesawat itu. Gabriel membantu gadisnya untuk turun, melewati tangga pesawat.

"Bentornato, signore."

'Selamat datang kembali, Tuan.'

Mereka, mengunakan bahasa italia.

"Bagaimana, keadaan markas?"

"Baik, Tuan!"

"Mereka, siapa?" Dengan berbisik Grazella bertanya.

"Mereka anak buahku." Gadis itu terkejut, mendengar ucapan Gabriel.

Grazella kembali bersuara. "Sebanyak itu?" Gabriel menahan senyum, karena masih banyak anak buahnya di sana.

Mereka segara memasuki mobil Mercedes yang sudah di siapkan anak buahnya. "Apa kau membawa yang kumau, Wil?" tanya Gabriel pada anak buahnya.

"Ini, Tuan." Wiliam memberikan sebuah paper bag ke tuannya, dia duduk di kursi depan.

Gabriel memberikan itu pada Grazella, yang membuat gadis itu kebingungan. Dia pun mengeluarkan suaranya. "Buat apa? Aku bukan musli__"

"Pakai saja, El," jawab Gabriel datar. Grazella mendengus kesal, dia pun memakai cadar yang di berikan padanya.

Gabriel kembali bersuara yang membuat gadis itu semakin badmood.

"Ingat! Jangan pernah kamu perlihatkan wajahmu pada siapa pun, saat berada di luar mansion, Mengerti?" Grazella meremas dengan kuat dress yang ia gunakan.

"Kalau malu karena wajahku, kenapa dia membawaku? Dasar menyebalkan," batinnya, dengan mata sudah berkaca kaca.

• • •

Setelah hampir satu jam, mereka sudah sampai di sebuah mansion mewah nan megah. Grazella sedikit takut, karena mansion itu berada di tengah hutan.

Gabriel dan Grazella, segera turun dari mobil, dan melangkah menuju mansion. Baru juga sampai di ruang tamu, seorang wanita paruh baya menyapa mereka.

"Benveito, signore."

'Selamat datang, Tuan.'

Bibi Margaret. Paruh baya itu menjabat menjadi kepala maid, di mansion. Di belakangnya terdapat 6 seorang gadis, yang berpakaian ala maid.

Mereka berbaris menjadi dua bagian, dan membungkuk menyapa Gabriel.

"Di antara kalian, siapa yang bisa bahasa Indonesia?" Gabriel segera mengutarakan keinginannya.

"Saya, Tuan." Seorang gadis dengan wajah oriental, mengangkat tangannya. Gabriel segera menghampirinya.

"Mulai sekarang, kau jadi maid pribadi untuk gadisku." Gadis itu mengangguk.

Gabriel kembali menggandeng Grazella, untuk naik ke lantai atas. Mereka berhenti di depan lift.

"Baby, aku akan ke perusahaan, kamu istirahat setela__"

"Tidak, Leon! Aku mau bertemu, Gio! Dimana dia!?" Gabriel mencoba menenangkan gadisnya, ia mengusap lembut wajah Grazella

"Kita bertemu adik ipar, besok saja, ya?"

"Dasar pembohong!" Grazella mendorong tubuh Gabriel, terlihat pria itu berusaha sabar.

"Baby, kamu tau aku bukan orang yang penyabar, jangan selalu memancing iblisku keluar!"

"Persetan dengan itu, Leon! Kamu pembohong! Dasar bajingan! Di mana Adikku, brengsek!" Grazella langsung berlari.

"Berhenti, El!" Gabriel mengeluarkan suara emasnya.

Grazella tidak menghiraukan, dan terus berlari. Para maid pun terlihat tegang, mereka sudah hafal betul tabiat Tuannya. Lebih baik mereka diam bagai patung sebelum mendapat perintah.

Satu tembakan peluru, membuat gadis itu tersentak.

Tubuh Grazella berhenti di tengah ruang tamu, suara tembakan itu membuatnya diam. Gabriel segera menghampiri gadis itu. "Sekali lagi kakimu melangkah, maka salah satu maid di sini akan menjadi mayat, El!"

Gadis itu berbalik, dan menatap nyalang ke arah Gabriel. "Hahaha kamu pikir aku percaya!"

"Baiklah. Kamu! Tembak kepalamu jika gadis keras kepala ini tidak mengikuti perintahku!" Gabriel menunjuk salah satu maid, dengan menggunakan bahasa Inggris. Itu adalah bahasa wajib yang harus di kuasai seluruh anak buahnya yang bekerja di mansion.

Grazella membalikan badannya, dan melihat bahwa maid itu berjalan, dan mengambil salah satu pistol yang ada pada bodyguard di sana. Hal itu membuat mata Grazella membulat sempurna.

"Kamu gila, hah? Untuk apa kamu menuruti ucapan, iblis ini!"

"Ke sini, El." Grazella masih tidak perduli, dan tetap melangkah.

"Tembak kepalamu, sialan!" Grazella langsung berbalik, dan menatap bengis ke arah Gabriel.

"Atas hak apa kamu ...."

Tubuh maid yang berada di belakangnya, sudah terbaring, dengan kepala berlumuran darah.

Grazella segera berbalik, dia menutup mulutnya dengan tangan bergetar, kakinya sudah lemas tak bertenaga.

"Da-dasar gila!"

Gadis itu berbalik, dan menatap penuh kebencian ke arah Gabriel.

"Masuk ke kamarmu, sekarang!" Grazella masih mematung di sana, dia sangat takut pada pria di depannya ini.

Saat melihat Gabriel melangkah, dengan cepat Grazella berlari menuju Wiliam, dia berdiri di belakang pria itu.

"Tolong aku! Tuanmu itu iblis, aku takut! Kumohon. Tolong aku, hiks ...."

To be continued...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status