Allesa melongok ke arah mobil yang mulai berjalan meninggalkan istana Algazka. Perempuan yang tadi datang sudah pergi.Namun kepergiannya menjadi tanda tanya bagi Allesa. Raut wajah perempuan itu tidak tampak bahagia seperti saat dia datang. Wajahnya memiliki kesedihan meski dia memakai kacamata hitam miliknya. Sebagai perempuan, Allesa bisa membaca raut wajah dari perempuan tersebut. Apa dia bertengkar dengan Algazka?"Ngapain juga gue pusingin mereka. Yang penting gue happy karena tadi udah sempat liat Mama, Papa sama adik bayiii!" Allesa yang tersenyum ceria.Kebahagiaan yang dirasakan Allesa masih terpancar sejak video call dengan Nadya, Garvin, dan adik Allesa yang bernama Almana. Senang sekali melihat mereka yang bisa Allesa tatap kembali. Semua baik-baik saja. Lega sudah bisa mengetahui kabar keluarga yang Allesa rindukan walau masih memiliki kerinduan yang mendalam. Tapi setidaknya, Allesa akhirnya dapat memandang keluarganya lagi meski tidak secar
Nakuto mengepalkan tangannya kuat. Tatapannya tajam mengamati kotak hitam yang dikirimkan sebagai paket untuknya."Sudah dipastikan kalau ini benar jari tangan dari Nakamante, Tuan Nakuto." Ucapan salah satu anak buah Nakuto semakin membuat dirinya geram.Ejekan, hinaan, dan juga sikap merendahkan yang ditujukan oleh dirinya. Siapa lagi kalau bukan Algazka. Jari Nakamante yang ada di dalam sebuah kotak dengan busur panah memberikan isyarat bahwa Algazka mengetahui siapa penyerang di Falcone waktu itu.Algazka terlalu pintar untuk dijadikan lawan.Nakuto kembali mengamati apa yang ada di dalam kotak paket tersebut. Kotak yang tertera untuk Nakuto. Ada kesedihan yang dia rasakan saat melihat jari tangan yang dikirimkan oleh Algazka. Orang kepercayaan Nakuto yang sudah dia anggap sebagai keluarga."Jika dilihat dari bagian jarinya, jari Nakamante ini dikirimkan setelah dia kehilangan nyawanya, Tuan Nakuto.""Jadi dia dibunuh lalu di
"Sudah diantarkan?""Sudah, Pak Daskar.""Tepat di rumahnya kan?" Daskar memastikan pada salah satu anggota keamanan yang dia bawahi."Iya, Pak. Dipastikan sudah diterima dan mungkin sekarang Nakuto sedang menikmati paketnya."Daskar tersenyum sinis. "Kalo begitu kamu boleh pergi." Daskar mendudukan dirinya sambil meraih cangkir berisikan kopi hitam panas.Tugas yang diperintahkan oleh Algazka telah selesai dilaksanakan. Pembalasan yang patut Nakuto terima atas apa yang telah dilakukan pada Casper."Kamu kirim paket apa?"Daskar menoleh. Tatapannya mengamati sosok yang berjalan masuk ke arahnya."Kamu bukannya lagi cuti, Reina?" tanya Daskar pada Reina yang memilh duduk tepat di seberangnya langsung."Udah balik.""Udah selesai urusannya?"Reina menganggukkan kepala. "Udah. Kamu kirim paket apa?" tanya Reina lagi. Daskar belum menjawab pertanyannya.Daskar menyeruput kopi panasnya sampai setengah. Dia melirik jam tangannya. Masih ada satu jam lagi waktu dia kembali bekerja."Urusan Tu
Pintu yang hampir tertutup tidak dapat dirapatkan maupun bisa dikunci. Daun pintu yang sengaja ditahan oleh satu tangan yang tegas. Tangan yang digunakan sengaja untuk menghadang kamar yang ingin ditutup."What do you say?!" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Algazka.Ada kata yang tidak dimengerti oleh Algazka. Apa maksud Allesa mengatakan ... burung? Burung apa yang berkibar?"You say bird? What bird?" tanya Algazka yang tampak penasaran.Pertanyaan Algazka jadi membuat Allesa melongo. Namun di hati kecilnya.Hihihi! Algazka nanya burung apa? Dia nggak tau burung? HAHAHA.Allesa yang berceloteh di dalam hatinya sambil cekikikan. Ingin sekali rasanya dia tertawa lebar dan sepuas mungkin di hadapan wajah Algazka. Namun dia enggan. Biar saja Algazka penasaran sampai lebaran sepuluh tahun lagi. Padahal tampang Algazka sangat tampan dengan otaknya yang sudah pasti brilliant, namun ternyata dia tidak mengerti burung apa yang Alles
"Kamu jangan asal bicara ya, Daskar." Reina tidak terima atas ucapan tuduhan Daskar yang dinilai menghakimi perasaannya tanpa sebab. "Sembarang banget sih kamu kalo ngomong, nanti kalo didengar Tuan Algazka mau gimana?" "Kalo didenger emangnya kenapa? Lagian kalo nggak bener ya nggak usah panik kan?" Daskar tersenyum jahil, bikin mata Reina melebar. "Jangan diterusin, aku nggak suka kamu nuduh kayak tadi." "Emangnya bener sebagai tuduhan ya? Bukannya kenyataan?" Daskar semakin menjadi-jadi. Menghadapi sikap Daskar memang membutuhkan kesabaran. Dia seringkali menjahili dengan ucapannya yang asal bicara. Mungkin juga Daskar banyak tekanan setiap menghabiskan waktu bekerja dengan Algazka. Itu saja yang Reina pikirkan setiap melihat Daskar berulah. "Pokoknya awas ya ngomong sembarang lagi, jangan sampai aku masukin ke dalam mesin cuci!" ancam Reina beranjak dari duduknya, meninggalkan Daskar yang hanya terkekeh melihat kepergian Reina. Sementara di lantai dua suasana tegang lagi-la
"Udah nggak usah dipikirin apa yang dibilang sama Algazka, Zie. Lo kan tau dia kayak gimana orangnya."Karla tengah menghibur Nastazie yang menghampiri ke apartemennya malam itu. Dia teman dekat Zie yang ikut modeling dan juga mengetahui hubungannya dengan Algazka. Tadi saat pulang dari rumah Algazka, Nastazie memutuskan ke rumah Karla setelah memutar-mutar mengeliling jalanan tanpa arah."Tapi tetap aja ucapan dia kali ini tuh nusuk banget di hati gue, Kar." Nastazie masih tidak menyangka tentang apa yang diucapkan oleh Algazka saat di rumahnya tadi. "Masa iya di nggak mau punya anak? Seorang Algazka yang semua orang juga tahu kekayaan bisnisnya. Apa iya dia nggak mau punya keturunan yang mewarisi bisnisnya nanti?" Zie masih tampak bingung.Pikiran Algazka sungguh tidak bisa ditebak. Selalu berhasil membuat hati Zie kacau balau, padahal dia mengira telah memenangkan hati dari lelaki dingin itu."Terus lo gimana akhirnya?" tanya Karla kemudian, in
"Hah serius? Coba liat, mana yang sakit?" Reina memastikan badan Allesa memiliki luka yang parah atau tidak. Panik.Suara tawa Allesa menghentikan gerakan Reina yang sudah menebaknya."Allesaaa?""Hehehe bacanda. Makanya nggak boleh tinggalin aku lagi pokoknya. Nanti kalo mau cuti aku mau ikut." Allesa memelototi Reina yang hanya bisa geleng-geleng kepala sekaligus lega melihat Allesa yang ternyata baik-baik aja."Kamu itu ya, Alll. Mana boleh juga kamu keluar.""Biarin aja, lagian kan bisa kabur!""Ehh, sstttt!" Reina menutup mulut Allesa. "Jangan suka ngomong sembarangan." Reina memperingatkan. "Nanti kalo didengar Tuan Algazka gimana? Aku nggak mau kamu dapat masalah lagi." Reina setengah berbisik.Kekhawatiran Allesa malah membuat Allesa senyum-senyum."Lucu banget sih." Allesa terkekeh geli."Apanya yang lucu, Al?""Kamu, takut banget sama Algazka." Allesa tampak acuh."Kamu nih y
"Algazkaaa?" Allesa menghampiri Algazka yang berada diatas tempat tidur.Algazka memejamkan mata, meracau, dan wajah dia berkeringat. Sepertinya Algazka mengalami mimpi buruk."Panas." Allesa bergumam setelah dia meletakkan tangannya di kening Algazka.Dia berlari keluar mencari peralatan yang dapat menurunkan demam Algazka. Secepat kilat turun ke bawah mengambil air panas, wadah, dan handuk kecil yang bisa dijadikan bantuan untuk meredakan suhu tubuh Algazka.Berlari-lari dari lantai dua ke lantai satu pantry dan kembali ke lantai dua. Tampak Allesa yang ngosa-ngosan, keadaan Algazka menghilangkan kekejaman yang pernah dia lalui selama bersamanya."Tolong, jangan ... berhenti ..." Algazka masih meracau, sementara Allesa sibuk melakukan kompres beberapa kali untuk meredakan panas Algazka.Sesekali dia memegang tangan Algazka yang juga masih panas diikuti gumaman yang tidak Allesa mengerti.Sekitar 30 menit Allesa melakuk
"NGGAK, NGGAK, NGGAK BOLEHHHH. ALGAZKAAA!" teriak Nadya histeris dengan air matanya.Nadya meronta-ronta, tapi gerakan tubuhnya itu telah dikunci oleh masing-masing dua penjaga Algazka yang menahan Nadya dan juga Garvin di sisi kiri dan kanan mereka."ALGAZKAAA!" teriak Garvin menahan amarahnya, tapi dia pun tidak bisa bergerak karena dua penjaga Algazka memiliki tubuh yang kokoh dan pastinya terlatih.Tatapan Garvin penuh murka saat Daskar berhasil membawa Almana keluar dari kamarnya. Namun Algazka yang selalu santai meski mampu menerkam kapan saja."Algazka, tolong kamu jangan keterlaluan!""Algazka, lepasin anak akuuu. Kamu nggak berhak mengambil anak aku semuanya. Dia anak aku, lepasin Almana, lepasinnn!" Nadya menangis histeris sambil meronta-ronta.Tidak terima dengan perilaku Algazka yang sudah berniat membawa Almana. Kasihan sekali anak bayinya itu yang masih tertidur yang kini berada di dalam dekapan Daskar.Algazka melihat Almana yang digendong oleh Daskar. Bayi mungil itu p
Penekanan kalimat atas hak penuh pada Allesa yang telah diucapkan oleh Algazka membuat Arga terdiam sejenak. Entah siapa lelaki yang bersikap berkuasa itu? Namun Arga tentunya tidak ada ketakutan sedikit pun pada dia.Arga tersenyum kecut pada Algazka yang masih berdiri di hadapan dia. "Maaf, tapi saya tidak mengenal siapa anda." Arga balas memperlihatkan keberaniannya menghadapi seorang Algazka yang baru saja dia dengar namanya dari mulut Nadya.Ucapan Arga membuat Algazka sedikit menoleh pada Garvin dan Nadya yang berada di belakang dirinya. Rupanya kedua orang tua Allesa itu tidak memberitahu bahwa Allesa telah memiliki seorang suami. Tebakan yang sangat mudah saat melihat mereka begitu terbuka menerima kedatangan Arga."Dan jangan pernah berani untuk menyakiti Allesa." Arga kembali membuka suaranya dan kali ini ada nada ketegasan yang membuat Algazka menyorot dia. "Karena saya adalah orang pertama yang akan melindungi dia dari siapapun yang membahayaka
"Ya ampun, All. Jadi selama ini tuh kamu istrinya Tuan Al ..." "Reina nggak usah berisik. Kamu kok berisik banget sih, Reina?" Allesa melirik sebal pada Reina yang yang akhirnya membuat Allesa bercerita. Tidak ada alasan lagi bagi Allesa yang tidak menceritakan pada Reina. Toh pada akhirnya dia tetap tidak akan bisa keluar dari tempat Algazka. Baginya Reina juga adalah teman dirinya selama berada di tempat menyebalkan itu. Saling berbagi cerita rasanya tidak masalah. Apalagi Reina juga selalu melihat kebersamaan Allesa dengan Algazka. "Ya tapi kan aku kaget, Allesa. Eh, kalo kamu emang istrinya Tuan Algazka, artinya aku emang harus manggil kamu ..." "Apa? Apa, apa, apa???" Allesa yang sudah tahu Reina akan berkata apa. "Cukup panggil aku Allesa aja, nggak ada yang berubah. Lagian tuh ini statusnya cuma asal-asalan aja." Allesa menambahkan dengan sikap acuhnya. Reina yang tadi didatangi oleh All
"Aku agak khawatir melihat Allesa waktu itu sebenarnya, tapi aku juga melihat kalau Allesa mau aja mengikuti ucapan lelaki itu dan tanpa paksaan." Arga kembali menjelaskan pada Nadya dan Garvin. Kata-kata Arga membungkam mulut Nadya. Apa mungkin yang dibicarakan oleh Arga karena tidak mungkin juga dia berbohong. Tapi kenapa bisa Allesa ada di Taman Bunga Seneca bersama lelaki yang sudah pasti dia adalah Algazka. Lelaki yang sangat Nadya benci dan tidak akan pernah dia anggap sebagai menantunya sedikit pun. Penjelasan Arga semakin membuat Nadya yakin bahwa Allesa kini memiliki perasaan juga terhadap Algazka. Mereka seperti sepasang kekasih yang tengah menghabiskan waktu secara bersama-sama. "Tadinya aku ingin menghalangi Allesa yang pergi pada saat aku juga mendengar lelaki itu menyuruh Allesa untuk masuk mobil, tapi aku melihat Allesa yang nurut aja sama lelaki itu. Jadi aku pikir lelaki itu nggak akan bikin Allesa kenapa-napa walau setelah itu aku mikir dia bisa aja berbahaya."
"Makasih ya, Arga. Lagian kamu ngapain sih bawa banyak makanan kayak gini. Repot banget kamu, Arga." Nadya yang mendapatkan kedatangan dari Arga yang membawakan beberapa makanan. Siang itu Arga mendatangi rumah Allesa untuk bertemu dengan Nadya yang pernah dia temui juga saat di minimarket. Ingin menjenguk keluarga Allesa sekaligus untuk bertemu dengan Allesa juga yang belum sempat mengobrol lama. "Allesa mana, Tan?" tanya Arga yang belum melihat kehadiran Allesa sejak tadi. Masih teringat dengan pertemuannya kemarin yang hanya berbicara sesaat dan terputus karena kedatangan lelaki yang tidak Arga kenal membawa pergi Allesa. "Eh duduk dulu dong, Arga. Kamu mau minum apa?" tanya Nadya buru-buru mengalihkan setelah meletakkan beberapa bungkusan dari Arga diatas meja. Nadya masih tidak mau mengungkapkan tentang Algazka yang telah menculik putri kesayangannya. Membayangkannya saja dia enggan dan begitu muak. Arga yang selalu mendapatkan sambutan hangat dari keluarga Allesa lang
"Thank you, Mr. Algazka." "Thank you." "Thank you, Mr. Geus." Ucapan terima kasih saat pertemuan meeting yang telah selesai diadakan di kantor milik Algazka. Projek besar yang ditangani oleh Algazka kembali berhasil dia taklukan. Kemenangannya tentu saja tidak pernah memberikan rasa kecewa pada investor dan seluruh tim yang turut hadir dan selalu mempercayakan pada Algazka yang cerdas. Projek besar yang memiliki nilai tidak main-main itu dia raih dengan mudah meski memiliki lawan yang kuat sekali pun. Algazka selalu puas dengan hasilnya meski selalu haus menjalankan semua titik yang membawa dirinya pada keberhasilan. "Selamat atas kemenangannya, Tuan Algazka." Daskar yang sudah berada di sebelah Algazka memberikan tuannya itu selamat dengan wajah penuh senyuman. Saat itu Algazka masih berada di ruang meeting dan belum meninggalkan ruangan tersebut. "Ada jadwal apa lagi hari ini?" tanya Algazka dengan nada dinginnya pada Daskar yang sudah cepat membuka ipad, benda yang tid
"Makasih, Reinaaa." Allesa setengah teriak melihat menu sarapan yang sudah dihidangkan di atas meja makan.Sarapan buatan Reina yang enak dan juga pasti ada unsur sehat-sehat untuk setiap menu sarapan. Sudah selesai berkuda yang menghabiskan waktu hampir satu jam lebih, hal itu membuat Allesa kini merasakan lelah dan sangat lapar.Tadinya Allesa belum ingin berhenti, tapi Allesa kasihan dengan Princess yang pastinya ingin melakukan 'me time', makanya dia menghentikan kegiatannya dan berjanji akan main bersama Princess lagi setelah Princess memulihkan tenaganya. Super senang karena ini adalah waktu pertama kali Allesa bisa menunggangi Princess walau ada insiden di awal.Seharusnya saat menunggangi Princess pertama kali Allesa ditemani oleh Algazka yang sudah berjanji pada dirinya. Tapi melihat sikap Algazka yang sangat dingin dan arogan, Allesa tentu saja tidak mau ditemani oleh Algazka. Jangan kan ditemani, berbicara dengan dirinya saja pun Algazka enggan
"PRINCESSSS, SADAR PRINCESSS INI AKU ... WHAHHHHH ..." teriakan histeris Allesa yang masih memekik.Princess berlari tanpa arah dan entah apa yang membuatnya marah sehingga Allesa tidak bisa mengontrol dan terombang-ambing diatas tubuh Princess. Dan melihat itu Daskar langsung berlari mengejar Allesa yang berteriak tanpa henti."Nona Allesaaa!" Daskar berlari mengikuti langkah kaki Princess yang masih tampak panik.Dan dalam hitungan tidak lebih dari dua menit, Daskar dengan cepat meraih pelana dan langsung naik ke atas tubuh Princess yang tetap berlari-lari, kini dia berhasil mengambil posisi tepat di belakang posisi Allesa."Nona Allesa baik-baik saja?" tanya Daskar pada Allesa yang mengangguk-anggukkan kepalanya.Nafas Allesa terengah-engah dengan jantungnya yang hampir loncat akibat ulah Princess yang berada di luar dugaan. Dan sekarang Princess sudah jauh lebih tenang karena Daskar yang mengambil alih untuk menggenggam tali kekangnya
Jam sudah menunjukkan hampir pukul lima pagi. Tapi Allesa masih tidak bisa kunjung tidur mengingat dia sudah sempat tertidur tadi dan ditambah sikap Algazka yang sangat menyebalkan. Allesa memutuskan untuk pergi ke kandang Princess guna menghibur hatinya.Memang hanya Princess yang bisa menghibur kesedihan Allesa meski dia bisa saja berkeluh kesah pada Reina. Tapi Allesa tidak mau membawa Reina hanya untuk mendengarkan dia bercerita tentang sikap Algazka. Biar saja hal ini menjadi rahasia dia dengan Princess."Princesss." Allesa yang sudah sampai di kandang kuda dan menghampiri bilik Princess.Dia tersenyum dengan mata sembabnya yang menangis hampir sejam saat semalam. Tangannya mengusap-usap rambut Princess dengan penuh kasih sayang. Dia membuat posisinya berjongkok melihat Princess yang tengah duduk santai."Princess aku lagi sedih dan kesel juga. Kamu mau dengerin nggak cerita aku. Tapi ini cerita antara kamu dan aku aja, oke?" Allesa memberika