"Siapa yang berani menjemput malaikat maut?!" Algazka masih tidak terima dengan apa yang harus dilalui oleh Casper. Binatang peliharaan yang dia rawat dengan cara baik meski hatinya tidak pernah melampiaskan pada makhluk hidup seperti manusia.
Dua mata tajamnya melirik kembali busur panah yang dia letakkan diatas meja kerjanya di kediaman Falcone.
"Memang semua karena perempuan brengsek itu! Seandainya aja dia nggak cari gara-gara di waktu pagi tadi!" Algazka kembali melayangkan pikirannya pada Allesandra.
Umpatan yang sudah diucapkan oleh Allesandra dan tidak akan membuat Algazka melupakannya. Betapa beranianya dia mengumpat dengan kata ...
"Idiot?! Beraninya dia bilang saya idiot???" Algazka meremas busur panah dan melemparkan kasar ke lantai.
Coba saja tadi Allesandra tidak memakan waktu pagi dia dengan tingkahnya. Mungkin Algazka bisa lebih mempersiapkan diri untuk berangkat ke Falcone dan menyelamatkan Casper. Yang pasti Casper tidak akan terluka seperti sekarang. Algazka juga pasti bisa menemukan siapa yang membidik Casper dengan busur panah beracun sialan itu.
Allesandra memang datang dari perempuan kutukan dan pembawa sial bagi kehidupan Algazka. Jika saja dia tidak ingat akan dendamnya pada Garvin yang sudah membunuh adik Algazka. Dia pasti akan menghabisi keluarga Garvin tanpa tersisa. Tapi semua tidak akan semudah itu. Algazka sangat ingin menyiksa Allesandra yang menjadi permata hati Garvin.
"Saya benar-benar akan membuat kamu menderita, Allesandra!"
"Allesandra?"
Suara yang tiba-tiba muncul dengan nada penasaran membuat Algazka menoleh. Suara yang berasal dari ambang pintu ruangan yang sudah terbuka. Dan lagi-lagi karena Allesandra brengsek itu yang sampai membuat Algazka tidak sadar jika ada yang masuk ke dalam ruangannya.
"Who is Allesandra, Algazka?" nada kali ini tidak terdengar atas rasa penasaran lagi. Namun kecemburuan mulai menjelma secara perlahan. Nama perempuan yang keluar dari mulut seorang Algazka Zinadine Geus.
Nama yang sangat asing di kedua telinga seorang Alecta Nastazie. Perempuan cantik dengan tubuhnya yang sexy bagai gitar spanyol seperti yang dijuluki para penggemarnya. Dia mantan model majalah di Istanbul yang sekarang sudah berhenti karena memilih ingin fokus kuliah di Jakarta untuk mengambil S2. Tempat dimana ada Algazka meski dia sangat mampu melanjutkan kuliah di negara luar. Zie nama panggilannya, dia berjalan mendekati Algazka yang sudah menatap dirinya setelah perempuan itu menutup pintu ruangan.
"Kamu udah balik?" tanya Algazka buka suara.
"Udah. Aku kan udah bilang kalo hari ini aku bakal balik ke Jakarta karena buat mulai kuliah bulan depan. Kamu lupa? Apa karena pikiran kamu sibuk dengan nama perempuan yang kamu sebut tadi? Siapa? Allesandra?!" Zie masih penasaran dengan nama perempuan yang berhasil disebut oleh Algazka.
Seharusnya tidak ada nama perempuan selain dirinya. Algazka bukan lah lelaki yang mudah menyebut nama perempuan begitu saja. Zie semakin penasaran. Siapa Allesandra?
"I'm asking you, Algazka!" Zie jadi sedikit kesal karena Algazka tampak menyembunyikan sesuatu darinya.
Rasa sayangnya sejak tiga tahun lalu tidak boleh dicampakkan begitu saja meski dia baru benar-benar mendapatkan balasan di waktu enam bulan lalu. Zie tidak akan pernah mau melihat Algazka bersama perempuan lain.
"Nothing special!" sahut Algazka akhirnya.
"But ..."
"Bahkan kamu udah tau siapa yang spesial di dalam hidup aku, Nastazie." Algazka memotong ucapan Zie yang pasti ingin kembali melakukan protes.
Jawaban dan ungkapan Algazka yang langsung meluluhkan hati Zie. Perasaan yang dia rasakan terus berbalas dan tidak datang satu arah. Siapa yang tidak mau mengharapkan Algazka? Seornag lelaki tampan yang memiliki segalanya. Sikap dingin dengan darah pembunuhnya seakan menghilang begitu saja setiap melihat Algazka melangkah. Begitu banyak perempuan yang juga ingin masuk ke dalam kehidupan Algazka meski mereka tahu banyak tantangan dan adrenalin yang harus mereka semua miliki. Seakan Algazka mampu mengalahkan ketakutan mereka semua.
"I love you, Algazka...."
Senyuman di wajah Zie tergelincir manis. Tidak salah dia mendatangi Algazka dengan memberikan kejutan kedatangannya. Zie mencondongkan tubuhnya ke hadapan Algazka. Wangi tubuhnya yang siap memangsa dirinya tanpa ingin Zie melakukan perlawanan.
Keadaan itu sangat berbeda dengan ruangan yang kini dihuni Alessandra.
Gadis itu tampak cekikikan.
"Ya ampun, Non Allesa jangan bikin Reina jantungan lagi ya? Jantung Reina ini udah mulai lemah lama-lama, Non," nasehat Reina mengingat kemarahan Algazka tadi pagi.
Ya, Reina menjadi salah satu teman Allesandra sejak dia melangkahkan kaki masuk ke dalam istana milik Algazka.
Pelayan yang pertama kali menghampiri Allesa dan dia juga yang mengurusi semua perlengkapan Allesandra itu senang dengan Reina karena selama ini dia dia sebatang kara di tempat Algazka
"Hihihi ... biarin aja! Dia emang idiottt!" Allesandra acuh dan cuek. Biar saja. Kalau perlu Algazka mampu mendengarnya. Allesandra masih tertawa geli. "Ya ampun Non Allesa ini. Bener-bener deh." Reina hanya bisa menggeleng kepala melihat tingkah Allesandra yang dibawah umurnya. Gadis itu sangat polos sekali. Sikapnya yang benar-benar apa adanya, cuek, dan masa bodo. Reina salut sebenarnya dengan keberanian yang juga Allesa miliki. Dia tampak tidak terlihat takut saat berhadapan dengan Algazka. Beda dengan dirinya yang kadang masih gemetar saat berada di hadapan Algazka meski dia sudah bekerja selama bertahun-tahun. Reina tersenyum sambil meraih sisir untuk menyisirkan rambut Allesandra yang panjang berwarna hitam mahogany. Reina senang sekali mendapat tugas tambahan untuk mengurusi keperluan Allesandra yang sangat akrab dengan dirinya meski pertemuan itu baru saja terjadi dalam hitungan jari. Sosok Allesandra adalah sosok yang paling menyenangkan bagi Reina di istana mengerikan ini. Setidaknya kehidupan dia memiliki warna selain hitam yang selalu Algazka tampilkan. Entah kenapa bisa Allesandra berada di rumah ini. Reina tidak memilih mencari tahu dan Allesandra yang juga tidak pernah menceritakannya. Hanya saja yang Reina ingat saat Algazka datang membawa gadis cantik itu. Reina harus mengurusi semua keperluan Allesandra dan memastikan langkah kaki Allesa yang tidak keluar dari batas pintu utama milik Algazka. "Cantikkk." Reina memuji Allesa saat selesai menyisirkan rambut Allesa yang panjang itu. Senang sekali membantu Allesa yang memang sangat cantik dan penurut meski sering membuat jantung Reina berhenti mendadak. "Makasih ya, Reiii!" "Sama-sama, Non ..." "Ah udah dibilang jangan manggil Non-Non lagiiii. Panggil aku Allesandra. Just Allesa okay?" Allesandra kembali mengingatkan pada Reina karena dirinya yang tidak mau diperlakukan secara khusus apalagi istimewa. Lagipula Allesa tahu kalau umur mereka tidak beda jauh. Mungkin hanya sekitar lima tahun saja. "Tapi Non ..." "Ih tuh kannn!" Allesandra jadi cemberut. Reina adalah sosok yang dia anggap sebagai teman di tempat brengsek ini. Apalagi tipikalnya yang selalu menganggap semua yang ada disekeliling Allesandra sama sejak dulu. Begitu lah yang diajarkan Denadya untuk tidak pernah melihat derajat siapapun karena semua sama diatas muka bumi ini. "Yaudah, yaudah. Gitu aja cemberut. Okay Allesa, kan?" Wajah Allesa yang tadi cemberut jadi sumringah saat mendengar Reina yang sudah mengubah nama panggilannya. Hatinya jadi nyaman karena Allesa yang sempat merasa asing dan tidak memiliki siapa-siapa di kediaman Algazka. "Nah gitu dong. Kamu itu udah aku anggap kayak sahabat aku disini. Makasih ya, Reiii." "Sama-sama, Allesandra." Reina memeluk Allesandra yang langsung disambut hangat oleh balasan pelukan Allesandra.Rasa rindu pada rumahnya setidaknya terbayar dengan kehadiran Reina yang selalu berada di dekat dia.
Setidaknya, dia punya teman, kan?
"Silahkan masuk kembali, Non Allesandra!""Tapi saya mau ke depan situ doang!""Silahkan masuk, Non Allesandra!""Orang mau liat kupu-kupu aja kok. Itu ada disana. Kan kalian semua masih bisa liat juga kan kalo saya disana. Punya mata kan lo semua?!" Allesa yang jadi kesal karena langkah kakinya tidak pernah bisa keluar saja dari batas yang telah ditetapkan pastinya oleh Algazka.Tuan muda tampan, tapi sangat psikopat bagi Allesandra. Masa iya untuk pergi ke halaman rumah saja tidak diperkenankan? Padahal kan lagi banyak kupu-kupu yang Allesa lihat tadi saat berada di dalam kamarnya. Kebetulan jendela kamar milik Allesandra menghadap ke halaman belakang yang dipenuhi dengan bunga-bunga yang sangat indah. Semua dirawat sehingga Allesa seringkali tidak tahan untuk berniat keluar dan ingin duduk menghirup udara disana. Halaman rumah milik Algazka yang sangat luas dan Allesa tidak bisa menikmatinya."Minggir nggakkk!" perintah Allesandra yang semakin kesal.Dua bodyguard dengan tubuhnya y
"Kamu ini memang cuma datang dari keluarga pengecut. Maka dari itu saya lebih senang melihat kamu menderita daripada kamu mati begitu saja, Allesandra!"Ucapan Algazka yang masih terngiang di kedua telinga Allesa saat dia kembali ke dalam kamarnya. Tali yang Algazka perintahkan tidak jadi diberikan dengan ucapan dia yang ingin jauh membuat Allesa menderita. Harga yang harus dibayar mahal oleh Garvin. Ayah yang masih tidak Allesa yakini bisa membunuh adik Algazka meski keberadaan dan pengakuan Garvin memang telah membunuh adik Algazka."Tapi kalo tadi Algazka beneran jadi kasih talinya, gue kan nggak mungkin juga nggak ambil. Masa iya gue tarik ucapan yang gue ucapin di depan kutu busuk itu. Mungkin talinya bakal gue pake buat ikat leher dia!" Allesa menggerutu mengingat ucapan dan sikap Algazka yang selalu seenaknya.Allesa menghela nafas panjang. Mengamati jendela kamar sebagai pemandangan yang menjadi makanan dia sejak hari pertama kehidupan di kediaman Algazka."Jadi laper. Mau maka
"Kamu punya pacar, Algazka?"Pertanyaan yang akhirnya terlontar dari mulut Allesandra. Sebuah pertanyaan yang tidak pantas juga dinilai memiliki kesalahan mengingat hak yang sepatutnya dia perjuangkan walau terasa diangan-angan."Kamu punya pacar, Algazka?" Pertanyaan Allesa yang terdengar sangat ingin tahu. Namun Algazka tidak menjawab. Seakan memberikan jawaban atas kebenaran dari pertanyaan milik Alesandra.Algazka telah memiliki kekasih ternyata. Jadi benar kalau tanda merah ini pasti lipstik yang dimiliki oleh kekasih Algazka. Begitu pula parfum yang Allesa cium. Tidak menyangka juga kalau Algazka memiliki seorang kekasih. Siapa perempuan yang kejatuhan sial itu untuk berada di kehidupan Algazka. Berbagai pertanyaan menghampiri pikiran Allesa yang semakin penasran."Kenapa? Kamu bertanya seperti ini seakan kamu adalah istri sesungguhnya, Allesandra!" Algazka akhirnya membuka suara sekaligus menyadarkan status Allesa yang tidak perlu diseriuskan.Tidak sepantasnya Allesa berbicara
Allesandra yang sudah berhasil kabur dari pandangan Algazka menghembuskan nafas kasar setelah sampai di tempat dia akan meletakkan pakaian milik Algazka untuk dicuci, semacam keranjang laundry. Tempatnya berada di bawah yang tidak jauh dari dapur. Hanya saja ruangan tersebut dikhususkan sebagai tempat untuk mencuci pakaian. Beberapa peralatan mandi seperti handuk bersih juga diletakkan di ruangan tersebut. Ada lemari sebagai tempat penyimpanan. Rumah besar yang baagikan istana itu memang sangat tertata rapi. Sudah bisa ditebak kalau semua mencerminkan sisi gelap Algazka yang ternyata seorang lelaki mesum. "Emang dasar mesum kok!" Allesa menggerutu. Tangan mungilnya melempar kecil pakaian milik Algazka yang sudah masuk ke dalam keranjang laundry. "Bisa-bisanya dia punya otak, tapi otaknya nggak berputar dengan baik. Ihh cowok mesum!" Allesa kembali menggerutu. Entah apa yang telah dilakukan oleh Algazka kepada
Tatapan bengis Algazka masih membuat Allesa mengunci suaranya. Sorot mata lelaki itu penuh dengan rasa benci. "Kamu denger kan kata-kata saya tadi?! Kamu bukan seorang istri karena kamu adalah seorang anak pembunuh sekaligus budak yang tidak akan pernah saya pandang meski hanya sebelah mata pun!" Algazka menegaskan dan langsung meninggalkan Allesa yang meneteskan air mata seketika. Air mata yang sudah dibasuh oleh bahu tangannya dengan cepat. Kata-kata Algazka memang selalu berniat menyakiti hatinya. Kebencian, hinaan, dan rasa jijik pada dirinya seperti seekor lalat. Tapi mendengar sebagai anak pembunuh itu menyakitkan hati Allesa. "Bisa-bisanya gue nangis!" Allesa membasuh air matanya mulai menggerutu. Sikapnya yang mudah dia kontrol meski rasa sakitnya masih bergelayut manja. Siapa yang tidak patah dicap demikian pada lelaki yang mengambil status sebagai suami? Seorang suami y
"Siapa?" "Nakamante, Tuan Algazka." "Nakamante?" Algazka tersenyum kecut saat mendapatkan nama yang memang sudah berhasil dia tebak sebelum Daskar memberikan kepastian. Ternyata busur panah beracun sialan yang hampir membunuh Casper berasal dari Nakamante. Laki-laki yang memilih darah campuran Jepang. Salah anggota kelompok Maesaki yang tidak pernah bersahabat dengan Falcone. Nakamante termasuk anggota Maesaki yang patut diandalkan. Tembakannya dengan busur panah tidak pernah meleset meski dari jarak jauh sekalipun. Dan sekarang setelah Algazka memperkuat buktinya, dia tidak akan membiarkan Nakamante lolos begitu saja. Termasuk Maesaki yang sudah mencoba mengganggu ketenangan dirinya dengan melibatkan Casper. Daskario membuka laptop milik Algazka yang sudah tergeletak di atas meja. Menghadapkan pada dirinya sehingga Algazka melihat layar laptop tersebut sudah dengan senyuman. "Nakamante? Nice t
Algazka begitu senang melihat Nakamante yang masih asik disantap oleh anjing liarnya. Tiga anjing yang pastinya senang mendapatkan makan mewah pada hari itu.Sementara di waktu yang sama dan di tempat yang berbeda suasana cemas menyelimuti."Allesa, kamu kenapa?" tanya Reina yang melihat Allesa buru-buru duduk. Dia seperti orang habis berlari-lari dan sekarang tampak kelelahan.Reina yang baru saja meletakkan susu untuk Allesa mendekati perempuan polos itu. Allesa yang sudah duduk di tepi tempat tidur dan masih terdiam. Mengatur nafasnya yang tengah berantakan."Kamu abis kemana? Aku udah siapin susu buat kamu tuh." Reina duduk di sebelah Allesa.Sejak dia masuk, Reina memang tidak melihat Allesa berada di dalam kamar. Biasanya sih dia hanya jalan-jalan mengelilingi rumah saja. Paling sering berada di balkon kamarnya. Kadang kasihan juga melihat Allesa yang terpenjara tanpa bisa Reina lakukan apapun untuk membebaskannya.Allesa y
Tatapan Allesandra membulat. Kaget melihat Algazka yang berdiri di ambang pintu kamarnya. Sejak kapan Algazka berada disana? Mirip banget sama hantu. "Eh, kamu bilang apa tadi? Tikus? Kamu ngatain aku tikus?" Allesa baru sadar atas ucapan Aldiska. Lelaki yang memang senang sekali berbuat dan berbicara seenaknya! "Iya! Memang itu kenyataannya kan? Buktinya apa tadi? Kamu kan tadi abis dari ruang kerja saya yang diatas dan kamu lari setelah melihat yang nggak seharusnya!" Algazka yakin sekali dengan tingkah Allesandra. Perempuan itu sering merepotkan dirinya. Ada saja tingkah yang membuat Algazka harus lebih menahan sabar sebelum dia melenyapkan Allesandra. Allesa terdiam sejena. Rupanya Algazka tahu kalau dia sempat keatas tadi. "Kamu ngapain ke atas? Hah?" tanya Algazka penasaran. Allesandra yang masih diam tiba-tiba tersenyum. "Mau liat apa yang dilakuin suami aku."
"Ya ampun, All. Jadi selama ini tuh kamu istrinya Tuan Al ..." "Reina nggak usah berisik. Kamu kok berisik banget sih, Reina?" Allesa melirik sebal pada Reina yang yang akhirnya membuat Allesa bercerita. Tidak ada alasan lagi bagi Allesa yang tidak menceritakan pada Reina. Toh pada akhirnya dia tetap tidak akan bisa keluar dari tempat Algazka. Baginya Reina juga adalah teman dirinya selama berada di tempat menyebalkan itu. Saling berbagi cerita rasanya tidak masalah. Apalagi Reina juga selalu melihat kebersamaan Allesa dengan Algazka. "Ya tapi kan aku kaget, Allesa. Eh, kalo kamu emang istrinya Tuan Algazka, artinya aku emang harus manggil kamu ..." "Apa? Apa, apa, apa???" Allesa yang sudah tahu Reina akan berkata apa. "Cukup panggil aku Allesa aja, nggak ada yang berubah. Lagian tuh ini statusnya cuma asal-asalan aja." Allesa menambahkan dengan sikap acuhnya. Reina yang tadi didatangi oleh All
"Aku agak khawatir melihat Allesa waktu itu sebenarnya, tapi aku juga melihat kalau Allesa mau aja mengikuti ucapan lelaki itu dan tanpa paksaan." Arga kembali menjelaskan pada Nadya dan Garvin. Kata-kata Arga membungkam mulut Nadya. Apa mungkin yang dibicarakan oleh Arga karena tidak mungkin juga dia berbohong. Tapi kenapa bisa Allesa ada di Taman Bunga Seneca bersama lelaki yang sudah pasti dia adalah Algazka. Lelaki yang sangat Nadya benci dan tidak akan pernah dia anggap sebagai menantunya sedikit pun. Penjelasan Arga semakin membuat Nadya yakin bahwa Allesa kini memiliki perasaan juga terhadap Algazka. Mereka seperti sepasang kekasih yang tengah menghabiskan waktu secara bersama-sama. "Tadinya aku ingin menghalangi Allesa yang pergi pada saat aku juga mendengar lelaki itu menyuruh Allesa untuk masuk mobil, tapi aku melihat Allesa yang nurut aja sama lelaki itu. Jadi aku pikir lelaki itu nggak akan bikin Allesa kenapa-napa walau setelah itu aku mikir dia bisa aja berbahaya."
"Makasih ya, Arga. Lagian kamu ngapain sih bawa banyak makanan kayak gini. Repot banget kamu, Arga." Nadya yang mendapatkan kedatangan dari Arga yang membawakan beberapa makanan. Siang itu Arga mendatangi rumah Allesa untuk bertemu dengan Nadya yang pernah dia temui juga saat di minimarket. Ingin menjenguk keluarga Allesa sekaligus untuk bertemu dengan Allesa juga yang belum sempat mengobrol lama. "Allesa mana, Tan?" tanya Arga yang belum melihat kehadiran Allesa sejak tadi. Masih teringat dengan pertemuannya kemarin yang hanya berbicara sesaat dan terputus karena kedatangan lelaki yang tidak Arga kenal membawa pergi Allesa. "Eh duduk dulu dong, Arga. Kamu mau minum apa?" tanya Nadya buru-buru mengalihkan setelah meletakkan beberapa bungkusan dari Arga diatas meja. Nadya masih tidak mau mengungkapkan tentang Algazka yang telah menculik putri kesayangannya. Membayangkannya saja dia enggan dan begitu muak. Arga yang selalu mendapatkan sambutan hangat dari keluarga Allesa lang
"Thank you, Mr. Algazka." "Thank you." "Thank you, Mr. Geus." Ucapan terima kasih saat pertemuan meeting yang telah selesai diadakan di kantor milik Algazka. Projek besar yang ditangani oleh Algazka kembali berhasil dia taklukan. Kemenangannya tentu saja tidak pernah memberikan rasa kecewa pada investor dan seluruh tim yang turut hadir dan selalu mempercayakan pada Algazka yang cerdas. Projek besar yang memiliki nilai tidak main-main itu dia raih dengan mudah meski memiliki lawan yang kuat sekali pun. Algazka selalu puas dengan hasilnya meski selalu haus menjalankan semua titik yang membawa dirinya pada keberhasilan. "Selamat atas kemenangannya, Tuan Algazka." Daskar yang sudah berada di sebelah Algazka memberikan tuannya itu selamat dengan wajah penuh senyuman. Saat itu Algazka masih berada di ruang meeting dan belum meninggalkan ruangan tersebut. "Ada jadwal apa lagi hari ini?" tanya Algazka dengan nada dinginnya pada Daskar yang sudah cepat membuka ipad, benda yang tid
"Makasih, Reinaaa." Allesa setengah teriak melihat menu sarapan yang sudah dihidangkan di atas meja makan.Sarapan buatan Reina yang enak dan juga pasti ada unsur sehat-sehat untuk setiap menu sarapan. Sudah selesai berkuda yang menghabiskan waktu hampir satu jam lebih, hal itu membuat Allesa kini merasakan lelah dan sangat lapar.Tadinya Allesa belum ingin berhenti, tapi Allesa kasihan dengan Princess yang pastinya ingin melakukan 'me time', makanya dia menghentikan kegiatannya dan berjanji akan main bersama Princess lagi setelah Princess memulihkan tenaganya. Super senang karena ini adalah waktu pertama kali Allesa bisa menunggangi Princess walau ada insiden di awal.Seharusnya saat menunggangi Princess pertama kali Allesa ditemani oleh Algazka yang sudah berjanji pada dirinya. Tapi melihat sikap Algazka yang sangat dingin dan arogan, Allesa tentu saja tidak mau ditemani oleh Algazka. Jangan kan ditemani, berbicara dengan dirinya saja pun Algazka enggan
"PRINCESSSS, SADAR PRINCESSS INI AKU ... WHAHHHHH ..." teriakan histeris Allesa yang masih memekik.Princess berlari tanpa arah dan entah apa yang membuatnya marah sehingga Allesa tidak bisa mengontrol dan terombang-ambing diatas tubuh Princess. Dan melihat itu Daskar langsung berlari mengejar Allesa yang berteriak tanpa henti."Nona Allesaaa!" Daskar berlari mengikuti langkah kaki Princess yang masih tampak panik.Dan dalam hitungan tidak lebih dari dua menit, Daskar dengan cepat meraih pelana dan langsung naik ke atas tubuh Princess yang tetap berlari-lari, kini dia berhasil mengambil posisi tepat di belakang posisi Allesa."Nona Allesa baik-baik saja?" tanya Daskar pada Allesa yang mengangguk-anggukkan kepalanya.Nafas Allesa terengah-engah dengan jantungnya yang hampir loncat akibat ulah Princess yang berada di luar dugaan. Dan sekarang Princess sudah jauh lebih tenang karena Daskar yang mengambil alih untuk menggenggam tali kekangnya
Jam sudah menunjukkan hampir pukul lima pagi. Tapi Allesa masih tidak bisa kunjung tidur mengingat dia sudah sempat tertidur tadi dan ditambah sikap Algazka yang sangat menyebalkan. Allesa memutuskan untuk pergi ke kandang Princess guna menghibur hatinya.Memang hanya Princess yang bisa menghibur kesedihan Allesa meski dia bisa saja berkeluh kesah pada Reina. Tapi Allesa tidak mau membawa Reina hanya untuk mendengarkan dia bercerita tentang sikap Algazka. Biar saja hal ini menjadi rahasia dia dengan Princess."Princesss." Allesa yang sudah sampai di kandang kuda dan menghampiri bilik Princess.Dia tersenyum dengan mata sembabnya yang menangis hampir sejam saat semalam. Tangannya mengusap-usap rambut Princess dengan penuh kasih sayang. Dia membuat posisinya berjongkok melihat Princess yang tengah duduk santai."Princess aku lagi sedih dan kesel juga. Kamu mau dengerin nggak cerita aku. Tapi ini cerita antara kamu dan aku aja, oke?" Allesa memberika
Allesa membuka matanya secara perlahan. Satu tangannya memegang perut dia yang masih kosong. Terasa lapar dan bunyi perut yang sesekali terdengar. Baru sadar kalau dia belum makan karena menunggu Algazka sejak tadi.Tapi Allesa mengamati sekeliling pandangannya. Dia berada di dalam kamar dan kini dia juga berada di atas tempat tidur. Artinya ada yang menggendong dia sampai ke kamar. Apa Algazka yang membawa dia ke kamar?Buru-buru Allesa bergegas turun dari tempat tidur, namun tatapannya menoleh ke arah nakas. Ada nampan berisi makanan utuh yang disediakan untuk dirinya diatas nakas. Tapi Allesa tidak menghiraukan, dia tetap turun dan keluar dari kamarnya."Algazkaaa?" Allesa yang langsung mendapatkan Algazka saat dia baru saja keluar.Tampak Algaza yang baru turun tangga dari lantai tiga. Tatapannya menoleh sesaat ke arah Allesa, tapi dia tetap melangkah menuju kamarnya yang berada di seberang tepat kamar Allesa."Algazka." Buru-buru All
Dan di dalam perjalanan pulang, Algazka tidak sedikit pun megeluarkan suaranya. Tidak ada yang dia ucap sama sekali sejak pertemuan Allesa dengan Arga.Sesekali Allesa melirik ke arah Algazka yang tengah mengemudikan mobilnya. Satu tangannya menggenggam setir mobil dan satu tangannya di letakkan diatas kaki dengan tatapan tajam mengamati jalan.Algazka tidak banyak bicara. Berbeda dengan perjalanan pergi tadi yang dimana Algazka dan Allesa mengobrol. Bahkan Algazka juga tertawa saat mendengar celoteh Allesa yang super bawel dan berbicara sesukanya.Apa Algazka marah? Padahal tadi Allesa hanya ingin memperkenalkan dia dengan Arga agar tidak salah paham mengingat dia juga pernah menyebut nama Arga di hadapan Allesa dan sempat menuduhnya.Allesa menoleh ke arah Algazka. "Algazka, tadi itu yang namanya Arga. Aku tadi mau ngenalin kamu biar kamu tau kalo aku sama dia nggak ada apa-apa. Dan aku juga mau kenalin kamu sama dia." Allesa berkata terus teran