"Silahkan masuk kembali, Non Allesandra!"
"Tapi saya mau ke depan situ doang!"
"Silahkan masuk, Non Allesandra!"
"Orang mau liat kupu-kupu aja kok. Itu ada disana. Kan kalian semua masih bisa liat juga kan kalo saya disana. Punya mata kan lo semua?!" Allesa yang jadi kesal karena langkah kakinya tidak pernah bisa keluar saja dari batas yang telah ditetapkan pastinya oleh Algazka.
Tuan muda tampan, tapi sangat psikopat bagi Allesandra. Masa iya untuk pergi ke halaman rumah saja tidak diperkenankan? Padahal kan lagi banyak kupu-kupu yang Allesa lihat tadi saat berada di dalam kamarnya. Kebetulan jendela kamar milik Allesandra menghadap ke halaman belakang yang dipenuhi dengan bunga-bunga yang sangat indah. Semua dirawat sehingga Allesa seringkali tidak tahan untuk berniat keluar dan ingin duduk menghirup udara disana. Halaman rumah milik Algazka yang sangat luas dan Allesa tidak bisa menikmatinya.
"Minggir nggakkk!" perintah Allesandra yang semakin kesal.
Dua bodyguard dengan tubuhnya yang tegas dan kokoh. Mereka semua rapi dengan penampilannya mengenakan jas hitam dan kemeja putih di bagian dalam. Menggunakan earpiece yang tidak pernah lepas dari telinga mereka. Pastinya untuk selalu melakukan koordinasi sesama penjaga dalam mematuhi peraturan Algazka yang tidak pernah mereka hiraukan satu kali saja.
"Bener-bener nyebelin!" Allesandra mendengus kesal melihat dua bodyguard penjaga pintu menuju halaman yang tidak membiarkan langkahnya melesat begitu saja.
Mereka sangat patuh saat bekerja pada Algazka. Tapi Allesandra menganggap mereka layaknya tawanan seperti dia. Tawanan yang tidak memiliki hak bebas selain mengikuti aturan Algazka dengan kekuasannya yang tidak mampu tertandingi oleh setiap lawannya.
"Cuma sepuluh menit kok. Janji deh. Boleh yaaa?" Allesa merubah taktik menjadikan dirinya lembut dengan bujukan rayuan manjanya. Kali saja bisa berhasil jika dia berbicara baik-baik.
Dua bodyguard tadi memilih diam dan enggan merubah posisinya. Menghalangi langkah kaki Allesa dengan pandangan lurusnya. Bagaikan patung yang tidak bisa dibasmi.
"Oke gimana kalo cuma lima menit? Saya bener-bener nggak akan bilang sama Algazka jadi kalian tenang aja, ya? Janjiii." Allesa setengah berbisik saat melakukan penawaran. Mungkin saja mereka bisa diajak kerja sama jika Allesa juga akan menyembunyikan dari Algazka.
Pokoknya Allesa ingin keluar sebentar untuk melihat kupu-kupu yang berdatangan mengelilingi taman rumah Algazka. Warnanya sangat cantik dengan sayap-sayap mereka yang begitu indah. Terbang bebas dan tidak seperti dirinya yang hanya bisa menatap dari balik ruang siksaan.
Bujukan rayuan yang entah keberapa ternyata tidak membuat mereka menanggapi Allesandra. Apa yang harus Allesandra lakukan?
Apa gue kasih mereka makan ayam goreng kremes aja ya? Kali aja mereka belom makan dan kelaperan karena mereka kan kerjaannya berdiri terus. Hemmm ... atau apa yaaa???
Allesa bergumam di dalam hati dengan mencari ide yang memutar-mutar di kepala dia. Mencoba mencari akal agar bisa bertemu kupu-kupu secara langsung. Algazka memang sangat merepotkan. Menghirup udara di luar saja tidak boleh. Dasar lelaki brengsek! Entah siapa jodoh dia yang sesungguhnya nanti. Yang jelas Allesa bukan jodoh masa depan Algazka.
"Yaudah kalo nggak mau, gue bakal ambil tali buat buat bunuh diri di depan kalian!" ancam Allesa dengan nadanya yang serius.
Dua bodyguard yang menjaga pintu mulai menoleh ke arah Allesandra yang berdiri di hadapan mereka sejak tadi. Sepertinya ancaman Allesa kini menjadi pusat perhatian untuk menanggapi keinginan Allesandra pada dua bodyguard Algazka.
"Gimana??" tanya Allesa dengan perasaannya yang sumringah meski masih mengancam. Ancaman yang pastinya hanya untuk dipakai menggertak saja agar menakuti bodyguard tersebut.
Lagian siapa juga yang mau bunuh diri. Hanya orang bodoh yang mengambil langkah untuk mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Allesandra mengamati dua bodyguard yang saling berpandangan satu sama lain. Ancaman dia yang termakan secara perlahan. Mereka tampak memikirkan ancaman Allesa yang sangat serius.
"Ambilin talinya!"
Suara dengan nada dingin, tegas, dan penuh dendam membuat Allesa refleks menoleh. Suara langkah kaki yang semakin terdengar mendekat. Sosok yang kini berdiri di hadapan Allesa saat membalikkan tubuhnya. Algazka Zinadine Geus. Rupanya dia sudah pulang dan sempat mendengarkan ucapan Allesa tadi.
Algazka mengangkat sebelah alisnya dengan tatapan yang masih melekat pada Allesandra. Gadis cantik dan polos yang kini berdiri mematung.
"Mau bunuh diri kan?" tanya Algazka tanpa senyuman di wajahnya. Tidak ada senyuman yang tercipta untuk Allesandra. Perempuan yang datang dari keluarga pembunuh adik kesayangan dia.
"Ini talinya, Tuan Algazka." Daskario menghampiri Algazka yang sudah menengadahkan tangannya menanti Daskar mengambilkan tali saat dia memerintahkan tadi.
Algazka memajukan satu langkah mendekati Allesa yang masih berdiri tanpa suara.
"Bahkan kalo kamu berniat menyerahkan potongan jari-jari kamu pun untuk mengancam mereka, mereka tidak akan pernah melanggar aturan saya, Allesandra!" nada Algazka yang terdengar dengan intonasinya kegeramann dan keangkuhannya.
Peraturan yang seharusnya Allesandra tahu. Semua takluk pada setiap ucapan yang terlontar dari Algazka.
"Take it! This is what you want." Algazka menyerahkan tali pada Allesa. Ucapan Allesa yang tadi sempat mengancam bodgyguard Algazka untuk melakukan bunuh diri.
Ihhh masa iya gue bunuh diri beneran? Dasar sinting emang Algazka! Lo bener-bener gue gentayangin nanti Algazka. Gue bakal berdiri di depan jendela kamar lo sampe lo gak bisa meremmm!
Allesa menggerutu di dalam hatinya dengan tatapan yang masih membalas tatapan Algazka yang tidak pernah lepas setiap dia menatap Allesa dengan keinginan kuat untuk membunuhnya.
Algazka kembali memajukan langkahnya. Kini dia menatap tajam Allesandra dari jarak dekat. Nafas yang Allesa rasakan secara kasar menyapu wajah dia.
"Asal kamu tau ... saya benar-benar ingin melihat kamu mati, Allesandra!"
Allesandra masih diam. Tatapan Algazka yang selalu Allesandra lihat dengan hasratnya yang sangat ingin menyaksikan Allesandra hilang dari bumi ini secepatnya. Kebencian yang tidak pernah memiliki obat untuk menghilangkan kekejaman seorang Algazka tanpa memandang siapa saja.
Algazka benar-benar ingin melihat Allesandra bisa mati!
***
Algazka yang masih berada di perjalanan mengecek jam tangannya. Seharusnya dia masih bisa menyisakan waktu lebih sedikit untuk menunggu Allesa bangun dan sarapan bersama. Tapi gara-gara ucapan Daskar yang menyampaikan keinginan Nastazie jadi membuat dia harus berangkat lebih pagi.Algazka tidak mau membuat Allesa penuh pertanyaan karena sejujurnya dia yang cukup tegang untuk menghadapi tes sialan itu. Tapi di balik ketegangannya, Algazka ingin semuanya lekas selesai.Daskar yang mengemudikan mobilnya menoleh pada Algazka. Pagi itu Daskar diminta untuk mengemudikan mobil tanpa perlu ada supir seperti biasanya. Jadi hanya ada Algazka ada Daskar saja di dalam mobil dan tidak ada penjagaan juga."Apa Tuan Algazka baik-baik saja?" tanya Daskar di sela-sela kemudinya.Algazka menghembuskan nafas kesal sekaligus melirik Daskar. "Lo liatnya gue baik-baik aja apa gimana?" tanya Algazka ketus."Saya melihat Tuan Algazka yang selalu santai, tenang,
Allesa melangkahkan kakinya keluar kamar. Sudah mandi dan sudah wangi juga seperti biasa. Sekarang waktunya dia akan melaksanakan sarapan seperti jadwal biasanya bersama Algazka pada pagi hari.Buru-buru dia mendekati kamar Algazka yang ternyata tidak tertutup rapat. Allesa mengintip."Algazkaaa?" panggil Allesa sambil masih mengintip lewat celah pintu kamar Algazka yang tidak terbuka lebar, hanya sejengkal saja kira-kira.Tapi panggilan Allesa tidak mendapat tanggapan dari Algazka."Aku masuk ah." Allesa memancing agar Algazka bersuara, tapi yang ada suara kamar tetap hening.Jadi mau tidak mau Allesa yang memilih masuk ke dalam kamar untuk melihat sedang apa Algazka. Ruangan kamar Algazka yang sangat rapi, wangi Algazka yang masih membekas, tidak berantakan sama sekali, dan Algazka yang juga tidak ada."Kemana sih, Algazka?" tanya Allesa bergumam di dalam kamar Algazka sambil menyisir pandangannya, tapi bagaimana pun Algazka me
"Pokoknya gue mau tau kapan mau ngelakuin itu. Kapan Algazka mau ngecek test kehamilan gue? Gue ini perlu tau, tau, dan tauuu!" Ucapan Zie yang berdendang penuh semangat membuat Daskar menjauhkan hpnya dari telinga dia.Siang itu Zie menghubungi Daskar untuk menanyakan tentang rencana test yang ingin dilakukan oleh Algazka. Berhubung nomor Zie sudah di blok oleh Algazka, jadi mau tidak mau Zie harus melewati Daskar sebagai perantara untuk kesepakatan mereka."Nona Zie ...""Mana Algazka sekarang? Lo lagi sama dia kan pasti?" tebak Zie yang sangat tahu sekali dimana ada Algazka, pasti ada Daskar. Mereka memang selalu bersama dan tidak dapat dipisahkan."Tuan Algazka lagi sibuk." Daskar menjawab apa adanya.Memang benar kalau Algazka yang sedang menemani Allesa bermain di pantai dengan Princess yang sudah dibawa oleh penjaga Algazka lainnya tadi. Entah apa yang ada di dalam pikiran Algazka sampai mau mengikuti Allesa untuk membawa Princess
"Emang kenapa? Kok kamu bilang kayak gini tiba-tiba, kita kan udah ngerencanain sesuai jadwal. Kok berubah? Kamu ada masalah?" tanya Allesa dengan sederet pertanyaannya.Pertanyaan itu dilontarkan oleh Allesa ketika Algazka yang mengatakan ingin merubah waktu pernikahan mereka. Kontan saja hal itu cukup mengejutkan bagi Allesa. "Nggak ada masalah, Sayang." Algazka meyakinkan dengan nada lembutnya yang membuat rona pipi Allesa jadi semakin tampak merah, lebih merah dari tamparan yang sudah dia dapatkan dar Alan."Terus kenapa mau dirubah? Kenapa mau dipercepat?" tanya Allesa yang masih penasaran dengan perubahan jadwal dar sisi Algazka.Jadwal pernikahan yang mereka rencanakan hanya beberapa hari saja dan akan terlaksana di minggu ini. Namun Algazka yang tiba-tiba saja mengatakan bahwa dia ingin mempercepat rencananya menjadi lusa. Hal yang benar-benar membuat Allesa sangat terkejut sekali."Algazka, kamu kalo ngebet kawin ya nggak gini j
Dan di dalam perjalanan pulang, Allesa hanya diam tidak bersuara. Pikirannya masih memikirkan bagaimana keadaan Alan. Bohong jika dia bisa mengacuhkan kakaknya begitu saja apalagi sekarang juga ada Almana di rumahnya.Allesa takut jika Almana juga bisa disakiti oleh Alan walau dia masih sangat menaruh peduli pada kakaknya. Kasihan Almana yang harus mendengar kekerasan saat usianya yang masih bayi.Mobil yang dikemudikan oleh Algazka dihentikan dan membuat Allesa memandangi jalan yang dimana lokasinya belum sampai ke rumah. Allesa mengamati jalan yang tidak jauh dari pandangannya ada sebuah laut berwarna biru dengan suara desiran ombak dari kaca mobil yang sudah diturunkan oleh Algazka.Tatapan Allesa menoleh pada Algazka yang ada di balik kemudi. Tadi saat pulang dari rumah, Algazka meminta Daskar untuk pindah ke mobil penjaga yang lain karena Algazka ingin mengemudikan mobilnya sendiri.Allesa pikir Algazka masih ingin memarahi dia, tapi sepanjan
Perlakuan sikap Alan yang memang sudah biasa dan selalu terkesan semena-mena. Memang begitu lah Alan yang membuat Nadya dan Garvin banyak menghela nafas dan menahan kesabaran pada anak lelakinya yang satu itu selama ini. Apalagi tingkahnya tidak pernah cocok dengan Allesa dan selalu menaruh rasa tidak suka. Meski begitu, Allesa tetap lah Allesa yang selalu memposisikan Alan sebagai seorang kakak walau Alan sering bersikap tidak baik pada Allesa. Dan terbukti pada siang itu saat Allan menarik Allesa keluar dan menampar wajahnya. Tamparan Allan membuat pipi Allesa memerah sehingga dia menahan rasa perih dan sakitnya. Belum lagi Allan yang juga menghemparkan tubuhnya sampai membuat dia terpentok ke dinding dan meringis sakit. Namun yang menjadi kepedulian Allesa sat itu adalah keberadaan Almana yang sampai menangis karena kaget. Dan sekarang sikapnya yang ingin kembali memukul Allesa, sudah dihentikan oleh Algazka yang tidak sengaja mendenga