Jantung Allesa hampir berhenti berdetak saat Algazka mendekatkan wajahnya yang ingin benar-benar mencium Allesa.Algazka tersenyum, tahu kalau Allesa yang kaku seperti patung."Jangan suka nantang saya." Algazka berbisik lalu melepaskan tangan Allesa dan memundurkan posisinya.Allesa masih diam. Syok sekali saat Algazka mengutarakan kata ciuman sampai akhirnya dia beralih memajukan wajahnya ke telinga Allesa untuk membisikan ucapannya. Sekuat tenaga dia berusaha menetralkan nafasnya yang hampir hilang. Algazka keterlaluan.Allesa menatap sebal Algazka yang tampak puas sekali."Kenapa? Kamu ngomong lagi?" tanya Algazka melihat ekspresi Allesa yang tampak ingin mengumpat dan mengocehi dirinya.Tapi tidak sampai tiga detik Allesa sudah menggelengkan kepalanya."Saya mau nanya satu hal sama kamu." Algazka sudah memasang wajah serius."Apa?"Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana dan tatapannya menatap Allesa yang tampak penasaran."Kamu tahu dari mana nama adik kamu Almana?" tany
"Nggak, gue nggak terimaaa!" Zie melempar hpnya kesal.Keputusan Algazka yang sama sekali tidak Zie terima, ditambah dia juga tidak bisa menghubungi Algazka lagi. Curiga kalau nomor Zie yang diblokir oleh Algazka. Semua memang karena pelayan brengsek itu, seandainya saja tadi dia tidak muncul, mungkin Zie masih bisa berlama-kama menghabiskan waktu bersama Algazka dan lelaki tampan itu masih dalam keadaan mood yang baik."Emang dasar pelayan nggak tau malu dan nggak tau diri. Lo liat aja ya gue bakal ngasih pelajaran sama lo!" ancam Zie kesal.Dia meremas rambutnya frustasi atas keputusan yang dia dengar dari mulut Algazka. Keputusan yang tidak akan pernah mau Zie dengar.Pikirannya berhenti pada sosok yang tiba-tiba muncul di dalam pikirannya. Zie langsung mengambil hp yang dia lempar keatas kasur tadi, mengutak-atik mencari nomor dan menmpelkan ke telinganya."Gue mau lo ngelakuin satu hal buat gue.""Siapa?" Tanya suara diseber
"Kamu nih ya bener-bener deh, ada aja kelakuan kamu, Daskar." Reina yang tidak berhenti menceramahi Daskar saat mengetahui kejadian tadi yang membuat murka Tuan Algazka. Daskar meneguk teh hangat yang disuguhi oleh Reina beserta cemilan yang telah dibuatkan untuknya. Teman dekatnya itu memang perhatian sekali terhadap dirinya sejak sama-sama bekerja di rumah milik Algazka meski Daskar jauh lebih lama bekerja disana. "Besok-besok yang ada busur panahnya itu beneran nancep ke jantung kamu." Daskar tersenyum mendengar ocehan Reina yang belum kunjung usai. "Emangnya kamu rela kalo aku hilang dari sini?" tanya Daskar yang tampak santai-santai saja setelah kejadian tadi. "Kamu bilang apa?" "Iya, emangnya kamu rela kalo ... ehhh." Daskar melebarkan tangannya untuk menghalangi Reina yang siap-siap menusuk dengan garpu. "Kenapa? Takut?" tanya Reina masih tersulut emosi, satu tangannya menggenggam garpu yang siap dia arahkan ke tubuh Daskar. "Kamu tega banget sih, Reina. Masa iya a
Kalimat Algazka masih membuat Allesa belum membuka suaranya. Tidur sama Algazka?"Jangan kotor pikiran kamu." Algazka sedikit memberikan penjelasan, tahu sekali kalau pikiran Allesa yang selalu kotor terhadap dirinya."Kotor apanya?" Allesa buka suara.Jantung dia sungguh tidak aman melihat Algazka dari jarak dekat apalagi ucapan Algazka yang terbilang menjurus."Saya tahu yang ada di dalam pikiran kamu. Saya hanya minta untuk kamu menemani saya tidur, bukan tidur yang kamu maksud." Algazka memperjelas.Rona merah di wajah Allesa terlihat. Allesa salah besar menilai Algazka yang bisa melakukan hal negatif sesuai yang Allesa pikirkan. Ternyata Algazka tidak sekotor yang Allesa tangkap walau dia memiliki hak untuk melakukannya.Allesa jadi malu karena sudah berprasangka tidak baik. Tapi kan siapa yang bisa berpikir baik jika berhadapan dengan Algazka si mafia itu? Allesa masih membela sikapnya di dalam hati dia sendiri."N
"Dimana Algazka, saya mau ketemu sama dia. Dimana dia? Dimana sekarang?""Maaf, Nona Zie untuk saat ini Tuan Algazka tidak bisa diganggu." Salah satu penjaga kediaman milik Algazka yang berada di area pintu utama melarang Zie untuk masuk ke dalam.Larangan yang tentu saja membuat Zie merasa murka. Pasalnya, baru kali ini kedatangan dia ditolak dan dihalangi saat ingin masuk ke dalam rumah. Penjaga rumah itu berdiri di depan pintu utama dengan tiga penjaga lainnya yang menghalangi Zie untuk melangkahkan kakinya masuk."Lo pikir gue siapa sampe bisa lo larang masuk? Lo lupa gue siapa?" tanya Zie masih tidak terima pada penjaga yang berdiri lebih maju dan sudah mengucapkan larangannya itu."Maaf, Nona Zie tapi saya hanya mengikuti perintah.""Perintah siapa? Perintah Algazka? Gue nggak percaya!" Zie yakin sekali kalau Algazka tidak akan sampai berbuat seperti ini.Masa iya dia sampai menyuruh penjaga untuk menghalangi dirinya masuk.
"Ihh apaan sih," Allesa refleks mendorong tubuh Algazka yang membuat kedua tangannya terlepas dari pinggang dia, kebetulan Algazka juga memang sengaja melepaskannya.Allesa masih gugup dan panik apalagi saat mendengar ucapan Alagzka tadi. Apa maksud Algazka?"Jangan sembarangan ya kalo ngomong di depan muka aku." Allesa memperingatkan dengan wajah nyolot dan juga tengilnya, berusaha menetralkan hati dia yang masih super cenut-cenut.Algazka tersenyum kecut. Dia membuat posisinya menyandarkan ke sandaran tempat tidur sambil mengamati punggung Allesa yang masih duduk dan dengan cepat Allesa merubah posisinya sehingga dia tidak membelakangi Alagzka. Kini dia membuat posisinya menghadap Algazka dengan tatapan penuh waswas."Algazka, aku nggak suka ya kalo kamu ngomong yang menjurus-jurus." Allesa menatap kesal Algazka yang tersenyum tipis."Menjurus apa? Saya selama ini ngomong biasa aja.""Kamu tau maksud aku.""Saya nggak
"Gimana, Garvin?" tanya Nadya yang sejak tadi berada di dekat suaminya saat menghubungi Algazka.Nadya menatap Garvin yang sudah meletakkan hpnya diatas meja. Lelaki yang memiliki umur hampir 45 tahun dengan parasnya yang masih tampan itu menatap Nadya. Apa yang harus dia jelaskan ketika sambungan telepon tadi pun sudah dimatikan oleh Algazka secara sepihak."Bisa kan kita ketemu sama Allesa sebentar? Seenggaknya kamu aja nggak masalah." Nadya menatap Garvin lekat-lekat.Suaminya itu tersenyum dan mengecup kening Nadya, istri yang sangat dia sayangi sepenuh hati."Nanti kita coba lagi ya, Sayang." Garvin mengucapkan pelan setelah mengecup kening Nadya."Apa maksud kamu?" tanya Nadya mendorong tubuh Garvin agar dia bisa menatapnya lebih jelas.Garvin menghela nafas, tahu akan penjelasannya lagi dan lagi membuat Nadya kecewa."Kita belum bisa ketemu Allesa, tapi Algazka bilang kalo Allesa baik-baik aja.""Dan kamu
"Saya nggak tau kenapa saya harus jelasin ini sama kamu, tapi saya pikir kamu tetap harus tau." Allesa masih terpaku atas ucapan Algazka yang dia dengar sebagai penjelasan yang menyebabkan kesedihan hatinya tadi. Tidak Allesa sangka atas sikap Alagzka yang sampai hati untuk menjelaskan agar dirinya tidak salah paham. Dan entah kenapa setelah Algazka menjelaskan hati Allesa jadi senang. Setidaknya dia tahu kalau posisi dia tidak lah kosong setelah lelaki tampan itu mengambil status sebagai suami. Algazka yang perlahan-lahan menerima dirinya sebagai seorang istri. "Terus tadi yang telepon siapa?" tanya Allesa ingin tahu, masih penasaran kenapa sikap Algazka sampai membuat dirinya keluar kamar walau lelaki itu sering mengusir Allesa sebelumnya. Ada jeda sedikit setelah Allesa memberikan pertanyaan pada Algazka yang tampak diam. "Tapi kalo emang tadi temen bisnis kamu ya gapapa." Allesa kembali bersuara. Mungkin memang ada permasalahan penting di dalam bisnis Algazka yang juga ti
"NGGAK, NGGAK, NGGAK BOLEHHHH. ALGAZKAAA!" teriak Nadya histeris dengan air matanya.Nadya meronta-ronta, tapi gerakan tubuhnya itu telah dikunci oleh masing-masing dua penjaga Algazka yang menahan Nadya dan juga Garvin di sisi kiri dan kanan mereka."ALGAZKAAA!" teriak Garvin menahan amarahnya, tapi dia pun tidak bisa bergerak karena dua penjaga Algazka memiliki tubuh yang kokoh dan pastinya terlatih.Tatapan Garvin penuh murka saat Daskar berhasil membawa Almana keluar dari kamarnya. Namun Algazka yang selalu santai meski mampu menerkam kapan saja."Algazka, tolong kamu jangan keterlaluan!""Algazka, lepasin anak akuuu. Kamu nggak berhak mengambil anak aku semuanya. Dia anak aku, lepasin Almana, lepasinnn!" Nadya menangis histeris sambil meronta-ronta.Tidak terima dengan perilaku Algazka yang sudah berniat membawa Almana. Kasihan sekali anak bayinya itu yang masih tertidur yang kini berada di dalam dekapan Daskar.Algazka melihat Almana yang digendong oleh Daskar. Bayi mungil itu p
Penekanan kalimat atas hak penuh pada Allesa yang telah diucapkan oleh Algazka membuat Arga terdiam sejenak. Entah siapa lelaki yang bersikap berkuasa itu? Namun Arga tentunya tidak ada ketakutan sedikit pun pada dia.Arga tersenyum kecut pada Algazka yang masih berdiri di hadapan dia. "Maaf, tapi saya tidak mengenal siapa anda." Arga balas memperlihatkan keberaniannya menghadapi seorang Algazka yang baru saja dia dengar namanya dari mulut Nadya.Ucapan Arga membuat Algazka sedikit menoleh pada Garvin dan Nadya yang berada di belakang dirinya. Rupanya kedua orang tua Allesa itu tidak memberitahu bahwa Allesa telah memiliki seorang suami. Tebakan yang sangat mudah saat melihat mereka begitu terbuka menerima kedatangan Arga."Dan jangan pernah berani untuk menyakiti Allesa." Arga kembali membuka suaranya dan kali ini ada nada ketegasan yang membuat Algazka menyorot dia. "Karena saya adalah orang pertama yang akan melindungi dia dari siapapun yang membahayaka
"Ya ampun, All. Jadi selama ini tuh kamu istrinya Tuan Al ..." "Reina nggak usah berisik. Kamu kok berisik banget sih, Reina?" Allesa melirik sebal pada Reina yang yang akhirnya membuat Allesa bercerita. Tidak ada alasan lagi bagi Allesa yang tidak menceritakan pada Reina. Toh pada akhirnya dia tetap tidak akan bisa keluar dari tempat Algazka. Baginya Reina juga adalah teman dirinya selama berada di tempat menyebalkan itu. Saling berbagi cerita rasanya tidak masalah. Apalagi Reina juga selalu melihat kebersamaan Allesa dengan Algazka. "Ya tapi kan aku kaget, Allesa. Eh, kalo kamu emang istrinya Tuan Algazka, artinya aku emang harus manggil kamu ..." "Apa? Apa, apa, apa???" Allesa yang sudah tahu Reina akan berkata apa. "Cukup panggil aku Allesa aja, nggak ada yang berubah. Lagian tuh ini statusnya cuma asal-asalan aja." Allesa menambahkan dengan sikap acuhnya. Reina yang tadi didatangi oleh All
"Aku agak khawatir melihat Allesa waktu itu sebenarnya, tapi aku juga melihat kalau Allesa mau aja mengikuti ucapan lelaki itu dan tanpa paksaan." Arga kembali menjelaskan pada Nadya dan Garvin. Kata-kata Arga membungkam mulut Nadya. Apa mungkin yang dibicarakan oleh Arga karena tidak mungkin juga dia berbohong. Tapi kenapa bisa Allesa ada di Taman Bunga Seneca bersama lelaki yang sudah pasti dia adalah Algazka. Lelaki yang sangat Nadya benci dan tidak akan pernah dia anggap sebagai menantunya sedikit pun. Penjelasan Arga semakin membuat Nadya yakin bahwa Allesa kini memiliki perasaan juga terhadap Algazka. Mereka seperti sepasang kekasih yang tengah menghabiskan waktu secara bersama-sama. "Tadinya aku ingin menghalangi Allesa yang pergi pada saat aku juga mendengar lelaki itu menyuruh Allesa untuk masuk mobil, tapi aku melihat Allesa yang nurut aja sama lelaki itu. Jadi aku pikir lelaki itu nggak akan bikin Allesa kenapa-napa walau setelah itu aku mikir dia bisa aja berbahaya."
"Makasih ya, Arga. Lagian kamu ngapain sih bawa banyak makanan kayak gini. Repot banget kamu, Arga." Nadya yang mendapatkan kedatangan dari Arga yang membawakan beberapa makanan. Siang itu Arga mendatangi rumah Allesa untuk bertemu dengan Nadya yang pernah dia temui juga saat di minimarket. Ingin menjenguk keluarga Allesa sekaligus untuk bertemu dengan Allesa juga yang belum sempat mengobrol lama. "Allesa mana, Tan?" tanya Arga yang belum melihat kehadiran Allesa sejak tadi. Masih teringat dengan pertemuannya kemarin yang hanya berbicara sesaat dan terputus karena kedatangan lelaki yang tidak Arga kenal membawa pergi Allesa. "Eh duduk dulu dong, Arga. Kamu mau minum apa?" tanya Nadya buru-buru mengalihkan setelah meletakkan beberapa bungkusan dari Arga diatas meja. Nadya masih tidak mau mengungkapkan tentang Algazka yang telah menculik putri kesayangannya. Membayangkannya saja dia enggan dan begitu muak. Arga yang selalu mendapatkan sambutan hangat dari keluarga Allesa lang
"Thank you, Mr. Algazka." "Thank you." "Thank you, Mr. Geus." Ucapan terima kasih saat pertemuan meeting yang telah selesai diadakan di kantor milik Algazka. Projek besar yang ditangani oleh Algazka kembali berhasil dia taklukan. Kemenangannya tentu saja tidak pernah memberikan rasa kecewa pada investor dan seluruh tim yang turut hadir dan selalu mempercayakan pada Algazka yang cerdas. Projek besar yang memiliki nilai tidak main-main itu dia raih dengan mudah meski memiliki lawan yang kuat sekali pun. Algazka selalu puas dengan hasilnya meski selalu haus menjalankan semua titik yang membawa dirinya pada keberhasilan. "Selamat atas kemenangannya, Tuan Algazka." Daskar yang sudah berada di sebelah Algazka memberikan tuannya itu selamat dengan wajah penuh senyuman. Saat itu Algazka masih berada di ruang meeting dan belum meninggalkan ruangan tersebut. "Ada jadwal apa lagi hari ini?" tanya Algazka dengan nada dinginnya pada Daskar yang sudah cepat membuka ipad, benda yang tid
"Makasih, Reinaaa." Allesa setengah teriak melihat menu sarapan yang sudah dihidangkan di atas meja makan.Sarapan buatan Reina yang enak dan juga pasti ada unsur sehat-sehat untuk setiap menu sarapan. Sudah selesai berkuda yang menghabiskan waktu hampir satu jam lebih, hal itu membuat Allesa kini merasakan lelah dan sangat lapar.Tadinya Allesa belum ingin berhenti, tapi Allesa kasihan dengan Princess yang pastinya ingin melakukan 'me time', makanya dia menghentikan kegiatannya dan berjanji akan main bersama Princess lagi setelah Princess memulihkan tenaganya. Super senang karena ini adalah waktu pertama kali Allesa bisa menunggangi Princess walau ada insiden di awal.Seharusnya saat menunggangi Princess pertama kali Allesa ditemani oleh Algazka yang sudah berjanji pada dirinya. Tapi melihat sikap Algazka yang sangat dingin dan arogan, Allesa tentu saja tidak mau ditemani oleh Algazka. Jangan kan ditemani, berbicara dengan dirinya saja pun Algazka enggan
"PRINCESSSS, SADAR PRINCESSS INI AKU ... WHAHHHHH ..." teriakan histeris Allesa yang masih memekik.Princess berlari tanpa arah dan entah apa yang membuatnya marah sehingga Allesa tidak bisa mengontrol dan terombang-ambing diatas tubuh Princess. Dan melihat itu Daskar langsung berlari mengejar Allesa yang berteriak tanpa henti."Nona Allesaaa!" Daskar berlari mengikuti langkah kaki Princess yang masih tampak panik.Dan dalam hitungan tidak lebih dari dua menit, Daskar dengan cepat meraih pelana dan langsung naik ke atas tubuh Princess yang tetap berlari-lari, kini dia berhasil mengambil posisi tepat di belakang posisi Allesa."Nona Allesa baik-baik saja?" tanya Daskar pada Allesa yang mengangguk-anggukkan kepalanya.Nafas Allesa terengah-engah dengan jantungnya yang hampir loncat akibat ulah Princess yang berada di luar dugaan. Dan sekarang Princess sudah jauh lebih tenang karena Daskar yang mengambil alih untuk menggenggam tali kekangnya
Jam sudah menunjukkan hampir pukul lima pagi. Tapi Allesa masih tidak bisa kunjung tidur mengingat dia sudah sempat tertidur tadi dan ditambah sikap Algazka yang sangat menyebalkan. Allesa memutuskan untuk pergi ke kandang Princess guna menghibur hatinya.Memang hanya Princess yang bisa menghibur kesedihan Allesa meski dia bisa saja berkeluh kesah pada Reina. Tapi Allesa tidak mau membawa Reina hanya untuk mendengarkan dia bercerita tentang sikap Algazka. Biar saja hal ini menjadi rahasia dia dengan Princess."Princesss." Allesa yang sudah sampai di kandang kuda dan menghampiri bilik Princess.Dia tersenyum dengan mata sembabnya yang menangis hampir sejam saat semalam. Tangannya mengusap-usap rambut Princess dengan penuh kasih sayang. Dia membuat posisinya berjongkok melihat Princess yang tengah duduk santai."Princess aku lagi sedih dan kesel juga. Kamu mau dengerin nggak cerita aku. Tapi ini cerita antara kamu dan aku aja, oke?" Allesa memberika