Home / Romansa / Istri Tiga Tahun CEO Arrogant / Permintaan seorang ayah.

Share

Istri Tiga Tahun CEO Arrogant
Istri Tiga Tahun CEO Arrogant
Author: iva dinata

Permintaan seorang ayah.

Author: iva dinata
last update Last Updated: 2024-03-07 09:22:59

"Kamu harus menikah dengan putra dari rekan bisnis saya, Ashilla."

Aku tertegun. Enteng sekali pria itu berbicara, wajahnya bahkan hanya mendongak sebentar lalu kembali menunduk menikmati makan siangnya.

Segitu tak tahu malunya dia. "Kamu bersedia kan?"

Aku masih bergeming. Kutatap dalam pria yang terlihat begitu menikmati makanannya itu.

"Langsung saja, intinya perusahaan sedang mengalami krisis dan butuh dana yang besar untuk bisa bertahan." Lagi, Haidar Raziqin, berbicara tanpa sedikitpun merasa sungkan atau tak enak hati.

Pria yang darahnya mengalir dalam darahku tapi tak pernah mengakuiku sebagai putrinya--mendadak langsung memerintah.

Di sisi lain, Utari, nyonya rumah ini menatapku sebentar lalu melenggang pergi setelah meletakkan segelas jus jeruk dan piring kosong di atas meja tepat di sebelah suaminya.

"Jadi, saya harus menikahinya agar perusahaan mendapat suntikan dana?"

Pria tua di hadapanku itu mengangguk.

Reflek ujung bibirku tertarik sinis.

Baru kemarin dia mengusirku saat aku datang untuk berpamitan ke Jepang. Tak lupa juga menegaskan untuk yang kesekian kalinya jika aku bukanlah anggota keluarganya jadi tak perlu datang lagi ke rumah mewahnya ini.

Tapi, belum 24 jam kini dia menjilat kembali ucapannya?

Luar biasa!

Satu langkah aku mendekati meja makan, "Untuk apa saya harus melakukannya?"

"Sebagai baktimu padaku. Satu-satunya orang tua yang sekarang kamu miliki," ucapnya tenang.

Bakti?

Sontak aku tertawa geli, sangat tidak tahu malu. Benar kata orang-orang, rasa takut hidup miskin bisa membuat orang lupa dengan harga dirinya.

"Anda tidak membesarkan saya. Tidak juga merawat saya apalagi memberi kasih sayang. Lalu, bakti apa yang Anda maksudkan?"

Wajahnya memerah dan matanya melotot tajam.

"Hancurlah perusahaan Anda tapi saya tidak akan menghancurkan hidup saya dengan menikahi orang yang tidak saya kenal."

Aku sudah menjawab permintaannya. Jadi tugasku sudah selesai, aku pun berbalik dan berjalan menuju pintu keluar. Namun langkahku langsung terhenti begitu terdengar gebrakan meja disusul omong kosong pria yang baru beberapa detik yang lalu mengakuiku sebagai anak.

"Mau tidak mau kamu harus menuruti perintahku. Jangan jadi anak durhaka yang tak tahu berterima kasih," serunya penuh emosi.

"Jika bukan karena kasihan, saya juga tidak akan memintamu untuk menikahi anak rekan bisnisku. Pikirkan baik-baik, setelah menikah kamu tidak perlu susah-susah bekerja dan hanya menikmati hidup sebagai orang kaya. Hal yang tidak pernah kamu rasakan sejak kecil."

Suara lantang pria itu berhasil membuat amarahku tersulut. Aku berbalik, melempar tatapan tajam pada laki-laki itu.

"Hidup saya sudah sangat bahagia. Terima kasih atas perhatiannya. Tapi maaf, saya tidak butuh belas kasihan dari Anda."

Pria itu berdiri. "Ingatlah, jika tanpa bantuanku kamu juga tidak akan bisa seperti sekarang ini?"

Apa lagi? Jangan bilang dia akan kembali mengungkit.....

"Apa kamu lupa, biaya sekolahmu saya yang bayar. Jika saat itu saya tidak memberikan uang kepada nenekmu, kamu pasti tidak bisa ikut ujian dan sekarang tidak bisa berdiri dengan sombong di depanku."

Tak salah lagi.

Pria ini pasti akan mengungkit uang itu. Uang yang diberikannya pada nenek untuk melunasi tunggakan spp agar aku bisa ikut ujian akhir di sekolah menengah atas.

Kuhela nafas panjang lalu kuserahkan amplop coklat yang aku ambil di dalam tas Selempangku. Sejak kemarin aku sudah menyiapkannya. Namun urung kuberikan karena pria ini langsung mengusirku begitu aku menginjakkan kaki di teras rumahnya.

"Jumlahnya sepuluh kali lipat dari uang yang Anda berikan pada nenek waktu itu."

Aku segera pergi setelah meletakkan amplop coklat berisi uang di atas meja.

Brak!

Kembali terdengar gebrakan meja yang lebih keras dari sebelumnya. Namun kali ini tak membuatku menghentikan langkah. Aku tetap melaju menuju pintu ruang tamu.

"Dasar anak durhaka," umpatnya keras sekali. "Kalau bukan karena aku menikahi Mamamu, mungkin saat ini semua orang akan menganggap kamu anak haram. Dasar anak tidak tahu diri!"

"Ingat ucapanku, kamu tidak akan pernah bahagia meski kamu punya banyak harta. Sepertiku kamu juga akan ditinggalkan orang-orang yang kamu cintai."

Deg!

Kuelus dadaku yang mulai terasa sesak.

Ya Allah...... Kenapa pria itu begitu membenciku?

Dengan kaki yang gemetaran, kupercepat langkahku sampai menuju pintu. Rasanya begitu pengap udara di rumah mewah ini.

Aku tidak pernah tahu alasan orang tuaku bercerai. Setiap kali aku bertanya, nenek tidak pernah menjawab pertanyaanku. Bahkan, sampai menghembuskan nafas terakhir beliau tetap bungkam.

Dia hanya berkata, "Suatu hari Papamu akan menyesali semua perbuatannya kepadamu dan mamamu."

Jawaban itu juga yang selalu aku dapatkan setiap kali bertanya pada nenek, apa alasan Papa menceraikan Mama dan sangat membenciku.

Mama sendiri juga tak pernah mau membahas tentang Papa dan masa lalu mereka. Mama tak. berumur panjang, beliau meninggal saat akin baru memasuki tahun kedua di bangku SMP karena sakit.

Mama mulai sakit-sakitan sejak aku berumur enam tahun. Meski begitu, Mama tetap bekerja membantu di sebuah toko di pasar sedangkan Nenek berjualan nasi pecel. Sejak. perceraian Mama dan Papa, nenek memutuskan untuk kembali ke kampung halaman ya di salah satu kota di Jawa Timur.

Setelah mama meninggal nenek sempat mengantar aku ke rumah Papa di Jakarta. Niatnya untuk sekadar menjalin silahturahmi agar hubungan antar anak dan ayah tidak terputus. Namun setiap kami datang satpam langsung mengusir dan berkata Papa tidak ada di rumah.

Spontan kedua tanganku mengepal erat mengingat semua kenyataan itu.

Jika saja aku tahu uang yang nenek katakan pinjam dari saudara jauhnya itu adalah uang dari Papa, aku pasti akan menolaknya.

Meski harus mengulang satu tahun di bangku sekolah aku rela.

"Setidaknya aku punya alasan untuk tetap membencinya sampai akhir!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Tiga Tahun CEO Arrogant   Kedatangan teman lama.

    Terdengar dering ponsel dari dalam rumah. Elgar yang sedang menyirami tanaman di teras langsung bergegas masuk. Dering panggilan itu sudah di stel khusus untuk satu nomor saja. Sampai didalam segera diraihnya benda pipih yang ada di atas meja ruang tamu. Sebuah senyum merekah dari bibir tegas pria berwajah bule itu saat terlihat kontak dengan nama My Wife nampak dilayar ponselnya. "Halo, assalamu'alaikum," sapanya dengan wajah berbinar dan langsung dijawab oleh lawan bicaranya. [Kamu sedang apa?] Suara dari seberang sana. Elgar pun mengerutkan dahinya. Tidak biasa sang istri tiba-tiba menelpon dan menanyakan kegiatannya. Shilla tipe wanita yang percaya dan memberi kebebasan pada pasangannya. Bukan pencemburu yang selalu meminta pasangannya untuk melaporkan setiap yang dilakukan. "Aku sedang menyiram bunga saat mendengar ponsel berdering." [Sambil bernyanyi dan tertawa sendiri?] "Ya?" Elgar belum bisa mengerti maksud Shilla. "Maksudnya?" [Ya maksud kamu apa, seny

  • Istri Tiga Tahun CEO Arrogant   "Biasanya pendiam dan jarang senyum, lah.... iki. kok. guya guyu dewe,

    Sudah satu bulan sepasang suami istri itu menepi di pinggiran kota. Hidup sebagai orang biasa. Pagi hari Shilla dan Elgar berolahraga lari berkeliling jalanan yang masih sepi dan asri. Melewati sawah dan sungai yang airnya terlihat jernih. Perjalanan mereka berakhir di pasar tradisional yang banyak menjajakan jajanan dan makanan tradisional. Elgar yang sebelumnya tidak pernah memakan makanan tradisional sangat senang. "Bukan sehat yang ada gula darahmu naik," tegur Shilla saat sang suami mulai lepas kendali. Sudah satu kantong plastik penuh dengan jajanan pasar di tangan kiri Elgar namun pria blasteran itu masih sibuk memilih makanan lain lagi. "Anggap saja kita berbagi rejeki dengan ibu-ibu penjual di sini," bisik Elgar lalu kembali sibuk dengan deretan jajanan yang dominan berasa manis yang ada di depannya. Jika untuk berbagi Shilla sama sekali tidak keberatan. Sayangnya itu hanyalah alasan Elgar saja. Setiap. sampai di rumah dia memang akan memanggil. beberapa anak kecil

  • Istri Tiga Tahun CEO Arrogant   Pulang ke Surabaya.

    Setelah mendapatkan rumah sakit yang tepat Elgar dan Shilla memutuskan untuk pulang ke Surabaya. Sejenak melipir ke pinggiran kota untuk menenangkan diri. Di sana Shilla dan Elgar disambut oleh Budhe Siti dan Rizal. Dua orang itu sangat bersyukur melihat Shilla kembali bersama Elgar. Rasa syukur Budhe Siti ucapkan karena Shilla sudah bisa memaafkan Elgar. "Alhamdulillah... Nak, akhirnya kamu bisa membuka hatimu, mengikhlaskan semua yang telah terjadi." Ucap Budhe Situ setelah adegan penyambutan yang diwarna dengan tangis haru. "Shilla ingin seperti Mama, bisa memaafkan meski sakit." "Iya sayang, kamu memang seperti mamamu, punya hati yang lembut dan penuh kasih." Budhe Siti memeluk satu-satunya keponakan yang dimilikinya itu erat. Elgar yang menyaksikan ikut terharu. Pria itu berjalan mendekat lalu berjongkok di depan dua wanita yang duduk di sofa ruang tamu. "Budhe sebagai saksinya, saya janji tidak akan mengulangi kesalahan saya. Saya akan menjaga dan mencintai Shilla

  • Istri Tiga Tahun CEO Arrogant   Memulai dari awal.

    Meski bersedia memberi kesempatan kedua namun Shilla masih enggan untuk tidur satu kamar dengan Elgar. Wanita cantik dengan rambut panjang sepunggung itu memilih tidur kamar tamu yang ada di lantai bawah rumah mewah peninggalan papa mertuanya. Berbagai alasan Elgar utarakan untuk memaksa istrinya itu tidur di kamar utama namun seperti yang Elgar tahu, istrinya itu sangat keras kepala. "Aku bilang nggak. Kalau kamu maksa aku akan pulang ke Surabaya." Kekeh Shilla sambil mendelik. "Kurasa ikut tinggal di Surabaya lebih baik dari pada tinggal di ibu kota yang udara sangat panas dan banyak polusi." Balas Elgar bersemangat. "Ck...." Tak menyahut Shilla berlalu menuju teras samping. Menyirami bunga-bunga lebih menyenangkan dari pada berdebat dengan Elgar. "Shilla aku lapar. Pengen makan buah." Shilla menoleh, matanya memicing. Pria yang tadi ditinggalkannya di ruang tengah kini sudah duduk kursi panjang dekat pintu penghubung teras samping dan ruang tengah. "Kau punya ka

  • Istri Tiga Tahun CEO Arrogant   Memulai hidup baru.

    "Sepertinya kita terlalu lunak dengan wanita itu." Sebuah senyum sinis terlihat di bibir Putra. Pagi ini saat di baru sampai di depan pintu kamar inap bosnya, dua anak buahnya langsung memberi laporan. "Ingat, jangan biarkan dia masuk. Kita tidak tahu apa tujuannya mendekati Tuan." "Benar. Mr. Elgar punya banyak musuh baik dalam. urusan bisnis juga pribadi." Sahut Johan. "Ck, Tuan Elgar." Gerald membetulkan ucapan rekannya. "Perbaiki panggilanmu, jangan membuat Tuan Elgar marah." Ya, sejak kesalahpahaman tentang panggilan Olivia oleh security di mansion kini Elgar meminta semua anak buahnya dan karyawannya untukmu memanggilnya Tuan dan memanggil Shilla dengan panggilan Nyonya. "Biasakan lidahmu dengan bahasa Indonesia. Atau Tuan Elgar akan mengirimmu kembali ke Jerman." "Saya mengerti," ujar Johan mengangguk paham. Dan Putra pun menepuk pundak anak buahnya itu. "Berjaga dengan baik. Saya akan masuk melihat keadaan Tuan." Sebelum masuk Putra mengetuk pintu kamar. Baru setelah

  • Istri Tiga Tahun CEO Arrogant   "Satu lagi, aku mohon tunggu aku sampai aku sadar. Tolong jangan tinggalkan aku."

    Setelah menjalani perawatan selama hampir satu bulan, hari ini Elgar aka menjalani operasi transplantasi ginjal. Tentu saja setelah Dokter menyatakan kondisinya siap untuk menjalani operasi. Malam ini operasi akan dilakukan, ruang operasi sudah siap juga dengan dokternya. Di ruang rawat inap VVIP Elgar sedang bersia dengan ditemani Shilla dan Putra DM juga Bik Saroh yang sudah seminggu ini ikut bergantian menjaga Elgar. Sebelum dibawa ke ruang operasi Elgar meminta waktu untuk berdua dengan Shilla. "Tolong jangan maafkan aku, aku mohon do'akan agar aku tetap hidup untuk menebus dosa-dosaku padamu." Permintaan Elgar membuat Shilla mengerutkan dahi, bingung. Bagi Shilla permintaan Elgar sangat tidak masuk akal. "Kau takut mati?" tanya Shilla penasaran. "Iya, aku takut mati. Aku takut karena belum menebus semua kesalahan dan dosaku. Dan yang paling kutakutkan kita tidak akan bisa berjodoh di akhirat karena kamu menikah lagi." Sontak saja Shilla melebarkan matanya, kaget dan

  • Istri Tiga Tahun CEO Arrogant   "Tetap diam di tempatmu. Segeralah sehat jika ingin menebus dosa-dosamu."

    "Nanti saya akan kembali lagi, sekarang silahkan beristirahat." Dokter Arinda mengurai senyum termanisnya lalu berjalan menuju pintu. Elgar dan Shilla kompak menghembuskan nafas kasar. Dalam hati ingin sekali mengeluarkan kalimat kasar pada dokter yang menurutnya sangat tidak sopan. "Bagaimana bisa seorang dokter kepo dengan masalah pribadi pasiennya?" gerutu Shilla tanpa sadar. Wajahnya yang bisanya berekspresi datar kini terlihat kesal. Matanya melotot dan bibirnya mengerucut. Untuk apa dia menjaga Elgar jika sudah ada dokter yang begitu memperhatikan pria itu. Bukankah Shilla harusnya senang? Sekarang Shilla bisa pulang ke Surabaya dengan tenang. Tak perlu merasa bersalah apalagi merasa tak tega. Elgar tak hanya mendapatkan dokter yang tepat tapi mungkin bisa mendapatkan calon istri yang baru sebagai pengganti Shilla. Ya, semua sudah benar dan tepat. Tapi entahlah..... hati Shilla bukannya senang. Ada rasa kesal dan marah mengingat setiap perhatian yang dokter Arinda

  • Istri Tiga Tahun CEO Arrogant   "Cepatlah sembuh, aku bosan setiap hari harus merawatmu di sini."

    Sudah dua minggu Shilla menemani dan merawat Elgar selama menjalani pengobatan di rumah sakit. Meski Maaf itu belum sepenuhnya terucap namun Shilla tak pernah meninggalkan pria yang masih sah menjadi suaminya itu. Bibirnya boleh berkata benci dan tak cinta lagi namun hatinya tak pernah bohong. Rasa peduli dan iba membuat wanita yang memiliki paras cantik khas pribumi itu berhenti peduli. Entah benar karena iba atau ada rasa lain yang tak ingin diakuinya. Setiap hari Shilla berada di sisi Elgar, menjaga, menyuapi makan, mengantar saat ingin ke kamar mandi dan sudah dua hari Shilla juga yang mengelap tubuh Elgar dengan air bersih. Semua itu Shilla lakukan dengan telaten meski kadang bibir tipis itu mengeluarkan kalimat gerutunya. "Badanku terasa lebih segar," ucap Elgar dengan senyum mengembang setelah Shilla membersihkan tubuhnya dengan waslap dan air bersih. Hatinya sangat bahagia karena bukan lagi perawat laki-laki yang membantunya membersihkan diri tapi sang istri yang me

  • Istri Tiga Tahun CEO Arrogant   "Sekarang kita hanya harus berdoa, semoga Alloh melancarkan semuanya."

    Karena sudah memasuki waktu dhuhur aku putuskan untuk melaksanakan sholat dhuhur lebih dukungan sebelum makan siang. Aku memilih kamar tami di lantai atas sedangkan Elgar susah menaiki yanga menuju kamarnya yang ada di lantai dua rumah mewah ini. Di dinding ruang tengah masih terpasang foto Almarhum Papa Leonard dan Mommy Rosa. Dalam foto itu Mommy Rosa tersenyum tipis sedangkan Papa Leonard wajahnya datar. Bahkan dalam foto pun Papa Leonard tak mau berpura-pura bahagia. Tanpa sadar aku menghela nafas, serumit itu cinta mereka. Mungkin raga bisa mengalah namun hati tak mau berubah. Raga mungkin bersanding dengan orang lain namun perasaan cinta tak pernah berpaling. Pasti sangat sakit jadi Mommy Rosa, begitupun Papa Leonard. Dan lebih menderita lagi Mama, yang sudah mengalah namun tetap disalahkan. "Nyonya, silahkan." Aku tersentak saat seorang pelayan menyerahkan mukena yang tadi sempat aku minta. "Ah.... Terima kasih," ucapku berusaha menarik kedua sudut bibirku namun

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status