Berbeda dengan Lavender yang sedang beradu argumen dengan Thomas, kini Elios masih dalam perjalanan menuju perusahaan Thomas.Jalanan yang macet membuat, Elios jengkel setengah mati. dia sudah terjebak macet selama 30 menit."Sialan! kalau terus begini bisa-bisa aku terlambat." umpat Elios kesal.Dia membunyikan klakson mobilnya berkali-kali, hingga beberapa saat kemudian kemacetan pun berakhir. Elios menancapkan gas mobilnya melebihi kecepatan rata-rata.Beberapa saat kemudian dia sampai di perusahaan Thomas, Elios melihat mobil istrinya masih terparkir rapi di sana. tanpa menunggu lama dia bergegas masuk ke dalam perusahaan.Drap. Drap. Drap."Mba, saya mau ketemu pak Thomas, tadi beliau sudah meminta saya langsung menemuinya." ucap Elios tergesa-gesa."Baik, silahkan Tuan Greyson." ucap resepsionis itu mempersilahkan Elios menuju lift.Elios bergegas menuju lift, dia sudah tau letak ruangan Thomas. Elios pernah dua kali mengunjungi Thomas saat melakukan kerjasama.TING.Sesaat kemu
Suasana di dalam ruangan Thomas, perlahan berubah membaik. ketegangan yang sempat terjadi barusan seolah sirna dalam sekejap mata. seperti saat ini, setelah Thomas meninggalkan ruangannya Lavender meminta bantuan pada salah satu staf agar mengumpulkan semua karyawan perusahaan itu.Beberapa saat kemudian, mereka sudah berkumpul di lobi utama. Lavender bersama Elios menaiki lift yang akan membawa mereka berdua menuju lobi."Lav, pipimu terlihat bengkak." ujar Elios tiba-tiba.Mereka berdua masih berada di dalam lift, perlahan Lavender menyentuh pipinya yang masih terasa kebas."Nggak papa, ini nggak terlalu sakit." jawab Lavender acuh.Elios memperhatikan wajah Lavender, perlahan Elios mengangkat tangannya ingin menyentuh pipi Lavender. namun lift tiba-tiba terbuka, Elios menoleh ke arah depan, ternyata mereka sudah sampai di lobi.'Hah~ waktunya selalu tidak tepat.' batin Elios murung.Dia menggenggam kembali tangannya yang tadi hampir menyentuh Lavender, mereka berdua keluar dari lif
Siang telah berganti malam, Lavender sedang bersiap-siap pulang ke rumah. dia membereskan peralatannya yang berserakan di atas meja.Baru saja dia meletakan pulpen kembali ke tempatnya, bunyi pesan muncul di ponselnya. Lavender mengambil ponsel itu, dia melihat nama Elios tertera di layar ponselnya.[ELIOS.]Lav, aku sudah di lobi.Melihat pesan itu, kedua alis Lavender seketika naik, dia membalas pesan Elios dan menanyakan lobi mana yang dia maksud.[ELIOS.]Aku di lobi kantormu, mobilku masuk ke bengkel aku nebeng kamu pulangnya yah.Balasan Elios kembali membuat Lavender bertanya-tanya, dia merasa kondisi mobil Elios baik-baik saja saat datang tadi pagi."Apa dia menabrak sesuatu, sampai mobilnya masuk bengkel?" gumam Lavender merasa heran.Tak ingin ambil pusing, Lavender memilih kembali merapikan meja kerjanya. setelah semua beres dia meraih tas yang tergeletak di sofa lalu menyampirkan di pundak kirinya.Lavender berjalan menuju pintu, tak lupa dia mematikan lampu ruang kerja it
Waktu sudah menunjukan pukul 8 malam, Elios baru saja selesai mandi. dia menuju lemari pakaian lalu mengambil baju dan celana tidurnya.Setelah selesai mengenakan pakaiannya, dia keluar dari kamar tanpa menyisir dulu rambutnya yang masih basah. Langkah kakinya membawa dia ke depan pintu kamar Lavender, dia mulai mengetuk pintu itu secara beraturan.Tok. Tok. Tok.Tiga kali Elios mengetuk pintu, namun belum juga ada jawaban dari Lavender."Apa dia masih tidur?" gumam Elios.Perlahan dia membuka pintu kamar istrinya, saat pintu terbuka dia melihat Lavender masih tidur dan memeluk Ezra yang juga ikut tertidur.Elios mendekati mereka berdua, senyum hangat muncul di wajah Elios. "Kamu pasti sangat lelah hari ini, Lav." monolog Elios.Tangannya terangkat membelai rambut Lavender yang tergerai, rambut Lavender terasa sangat halus dan lembut. seolah membius Elios agar menyentuhnya lebih lama.Dalam diam, dia menikmati momen yang sangat jarang terjadi di antara mereka berdua. gejolak rasa se
Malam semakin larut, suasana mansion Greyson pun sudah sepi. para pelayan sudah beristirahat di kamar masing-masing.Berbeda dengan semua orang yang sudah kembali istirahat, Lavender sang nyonya rumah justru sedang melamun di balkon kamarnya. tadi setelah acara makan malam, Ezra bermain sebentar dengannya lalu kembali tidur.Hembusan angin menerpa wajah polos Lavender, dia mengenakan piyama bergambar beruang berwarna biru. suasana hening yang ada di sekitarnya membawa Lavender larut pada kenangan masa lalu."Perjanjian yang kita buat, apa kamu ingin kembali melanggarnya, El?" gumam Lavender.Dia menatap lurus ke arah jalan raya di depan rumahnya, tujuh tahun sudah berlalu sejak dia menikah dengan Elios secara paksa."Apa pantas aku mendapatkan kasih sayang dari kamu?" monolog Lavender.Dia teringat kenangan di masa lalu, luka dari orang tuanya berhasil membuat dia tidak mempercayai cinta, baginya cinta hanya berlangsung sesaat dan bisa di campakan kapan saja kalau mereka sudah bosan.
Markas utama The Untouchable, terlihat beberapa anggotanya sedang santai. selama beberapa hari ini belum ada tawaran yang ingin menyewa jasa mereka.Namun berbeda dengan rekan-rekannya, Luca kini sedang sibuk memilah beberapa file yang akan dia kirim kepada Lavender.Empat tahun dia menjadi bawahan Lavender, tapi baru kali ini dia merasakan leadernya sangat dingin bak es yang membeku.Awal-awal saat Lavender menikah, Luca masih bisa memaklumi sikap Lavender yang berubah. tapi sekarang dia sulit memahami leadernya sendiri. Luca paham dengan luka yang Lavender rasakan, dia sendiri tidak bisa membayangkan berada di posisi Lavender."Hufz, kepalaku seperti mau pecah." gumam Luca sembari memijit dahinya.Tugas dari Lavender selalu membuatnya lelah hati dan pikiran, tapi di satu sisi dia merasa bangga karena menjadi orang kepercayaan Lavender.Beberapa saat kemudian Luca selesai mengirim file itu, dia merapikan laptopnya dan meja yang berserakan berkas-berkas yang tadi dia urus."Akhirnya b
Tubuh Luca terhuyung ke belakang, dia menunduk melihat satu tembakan yang mengenai pergelangan tangannya."Aish, tanganku sudah tak mulus lagi." sesalnya menatap nanar tangannya yang bercucuran darah."Itulah akibatnya kalau kamu berani menolak tawaranku, Luca." ujar pria itu yang tak lain ialah Baskara.Luca kembali menatap Baskara, dia berdecih sinis. "Nyenyenye, ngomong doang gede kalo nggak ada bodyguard anda juga udah koit kali."Baskara menggeram marah, dia mengepalkan kedua tangannya hingga buku-bukunya memutih."Kamu benar-benar keras kepala, Luca! kamu nggak takut mati hah?" sentak Baskara.Luca mengangkat jari tengahnya dan mengarahkan ke arah Baskara, dia tertawa sinis ke arah Baskara."Nggak, karena mati dan hidup itu di tangan tuhan bukan di tangan anda brengsek." sahut Luca enteng."Benar, sayangnya saya yang akan menjadi perantara untuk mencabut nyawamu." tegas Baskara seraya menampilkan smirk andalannya."Coba aja kalo bisa." sahut Luca sembari menatap remeh ke arah Ba
Apartemen milik Owen terlihat dua pemuda sedang duduk menikmati minuman bersoda dari kulkas, mereka Owen dan juga Levi yang sedang menunggu kedatangan Maya selama dua jam."Ck tuh anak kemana sih? masa dandan sampai dua jam gini." cetus Owen jengkel."Dia pakai dempul seribu lapis kali." sahut Levi acuh."Mungkin, biar nggak kasat mata." imbuh Owen.Mendengar celotehan absurd dari Owen, tawa Levi pecah. mereka berdua mendadak main tebak-tebakan seraya menunggu kedatangan Maya. "Lev, tebak nih kayu... kayu apa yang renyah?" Owen memberi tebakan pertama pada Levi.Levi menaruh telunjuknya di dagu seolah sedang berpikir keras."A-ha Kayupuk, bener kan?" sahut Levi bangga."Yah, kok bener sih." sesal Owen tak terima.Levi terkekeh. "Jelas lah, Levi gitu loh.""Idih narsis amat jadi orang, Lev." Sinis Owen."Iri? bilang babi." ejek Levi.BUK.Seketika bantal sofa mendarat di kepala Levi, dia menoleh dan melihat Owen sedang tertawa ngakak di depannya."Haha mampus." Owen tertawa puas melih