Share

Bab 5 | Pilihan Terburuk (Sophia Aland)

“Sophia!” Tuan Felix memekik dengan intonasi sangat tinggi. Dia benar-benar tersulut api amarah pada jawaban sang putri sulung. “Sejak kapan kau jadi gadis pembantah seperti ini?”

Garis senyum getir ditunjukkan ke arah sang papa, yang terlihat semakin berapi-api menghadapi pemberontakan Sophia.

“Sejak Mama Belinda membodohi Papa dan masuk ke keluarga kita.”

“Beraninya kau, Sophia!”

PLAK!

Ayunan tangan kencang Tuan Felix menghempas salah satu pipi Sophia, membuat gadis itu jatuh tersungkur memeluk batu nisan yang sudah setengah hancur.

Sophia tertunduk dengan sorot mata muram. Ini bukan lagi kali pertama sang papa menampar Sophia, dan ... kali ini tamparan itu terjadi karena Sophia menyinggung si wanita licik.

“Sophia, Papa sudah berkali-kali memperingatkanmu, jangan lagi menyalahkan Mama Belinda. Tapi, kau tetap mempersulit hidupmu sendiri.”

‘Tamparan hari ini, sudah cukup membuatku sadar. Jika rumah ini ... sudah bukan lagi tempat ternyamanku. Maafkan Sophia, Ma ....’ Sophia bermonolog lirih dalam hati, bertekad bulat untuk keluar dari keluarga Aland.

“Kakak, sudah pulang?”

Tiba-tiba wajah dan mata sembab Sophia terangkat, saat mendengar suara Amara, sang adik tiri.

Amara sengaja mengeluarkan desis khawatir. Namun, hal itu tak selaras dengan sorot mata dan senyum mengejek yang terukir tipis di bibir saat gadis itu ketika memandang ke arah Sophia yang tak bertenaga.

“Aku sungguh gelisah menunggu Kakak pulang. Tapi, kata Mama ... Kakak sedang bersenang-senang. Jadi aku tak lagi khawatir. Apa Kakak sedang berkencan?”

“Tidak hanya berkencan, Honey. Kakakmu sebentar lagi akan menikah.” Tak perlu menebak lagi, itu suara Nyonya Belinda. Ternyata kedatangan Amara ditemani sang mama tiri.

“Apa?” Kembali berakting, Amara menutup mulut yang terbuka dengan tangan kiri berpura-pura terkejut. “Benarkah apa yang dikatakan Mama, Kak?”

“Benar. Sophia akan segera menikah. Dia akan tetap menjadi istri Tuan Jackson.” Kini Felix kembali menyambar, tak peduli separah apa luka di tubuh Sophia. Hutang-hutangnya pada Jackson Hamilton harus lunas dengan menukar sang putri sulung.

“Kamu dengar itu, Sophia? Papamu juga menginginkanmu menikahi Tuan Jackson Hamilton. Kalau kamu menikah, keluarga kita akan terbebas dari seluruh hutang.” Tambah bersemangat Nyonya Belinda, yang sengaja memprovokasi Tuan Felix, agar tak lemah melihat wajah pucat pasi Sophia.

“Sophia, kali ini dengarkan Papa. Dan semoga tamparan yang Papa berikan, bisa membuat matamu terbuka. Papa baru saja menerima surat peringatan dari orang Tuan Jackson Hamilton

... mereka akan membunuh Papa, kalau Papa tidak membawa satu dari dua putri Papa.” Tuan Felix memberitahu surat yang baru saja lelaki itu terima dari orang Hamilton.

“Kau harus menikah dengan Tuan Jackson, Sophia.” Kini suara lelaki itu terdengar lirih, seakan meminta tolong pada sang putri kandung.

“Jadi, Papa takut mati? Tapi, justru mengorbankan masa depan Sophia, seperti itu? Apa Papa tahu, kenapa pria itu ingin menikahi salah satu putri dari keluarga Aland?”

Semua orang di sana seketika terdiam membisu sembari memandang Sophia dengan tatapan lekat penuh arti. Mereka seakan meminta gadis itu untuk melanjutkan perkataannya.

“Kakak ... ada apa denganmu, kamu membuat keluarga kita dalam keadaan sulit. Aku yakin, pria itu akan lebih bisa membahagiakan Kakak.” Amara! Sophia benar-benar ingin sekali mencekik sang adik tiri saat ini juga.

Ia sudah terlalu jengah mengalah untuk Amara. Kali ini Sophia akan berjuang menolak pernikahan konyol ini.

“Amara, sepertinya kamu juga harus mendengarkan ini. Bukankah kamu salah satu dari putri Felix Aland?”

“A-apa maksud Kakak?” Seketika sorot mata panik memenuhi pandangan mata Amara. Gadis itu diam-diam meremas kuat kepalan tangan di belakang tubuh.

“... Jackson Hamilton sudah memiliki calon istri sendiri yang sedang mengidap Anemia Sel Sabit. Dia ingin menjadikan salah satu putri keluarga Aland sebagai alat pendonor sampai wanita itu sembuh. Bukankah darah Sophia dan Amara memang sama?”

“Tuan Jackson sudah merencanakan ini semua.” Lanjut sendu Sophia, yang saat ini sedikit tertunduk sembari menggenggam serpihan batu nisan mendiang sang mama.

Belum juga kalimat Sophia terselesaikan, Tuan Felix sudah lebih dulu menyela, membuat bahu kecil Sophia seketika merosot jatuh.

“Lalu kenapa kalau Tuan Jackson sudah memiliki wanita lain? Dia adalah pria konglomerat nomor satu di Madrid. Bukankah sangat aneh jika pria seperti Jackson Hamilton tidak mempunyai koleksi wanita?”

“A-apa?” Tatapan berkaca-kaca Sophia tampak kosong memandang sang papa, yang tak ubahnya seperti Jackson Hamilton, “pria itu ingin menukar nyawaku demi membangkitkan nyawa wanita lain. Dan Papa tidak marah?”

“Heh, pertanyaan konyol apa itu?”

“Kau yang harus menikahi pria itu, Sophia. Bukan adikmu!” tekan Tuan Felix pada sang putri sulung.

“Papa yang konyol. Di keluarga ini ada dua nona. Kenapa tidak Amara yang Papa nikahkan dengan pria itu? Kenapa harus Sophia!? Kenapa!”

“... dia!” Sophia menunjuk melurus ke arah sang adik tiri dengan napas memburu sesak, “selama ini Sophia terus berkorban dan menahan siksaan Mama Belinda, hanya demi memanjakan Amara. Lalu kenapa sekarang, Sophia juga harus kembali berkorban untuk dia!”

“Kak, kenapa kamu menyalahkan aku? ... aagh, ke-kepalaku tiba-tiba sangat sakit, Ma. Aagh, tolong aku ....”

“Amara!” Nyonya Belinda memekik khawatir saat tangannya reflek menangkap tubuh sang putri kandung, yang limbung dengan tangan memegang sisi kepala. “Sophia, apa yang kamu katakan, hah? Kamu tahu adikmu memiliki tubuh lemah, mana mungkin bisa menikahi Tuan Jackson.”

‘Amara ... kamu lagi-lagi membuatku jijik dengan aktingmu!’ geram Sophia dalam hati sembari menatap nyalang sang adik tiri, yang dengan jelas mengulas senyum mengejek ke arah dirinya.

“Ti-tidak apa, Ma. Biarkan Amara saja yang menggantikan Kakak untuk melunasi hutang keluarga kita. Amara ....”

“Tidak boleh. Kamu tidak akan menikahi pria itu. Yang akan menikahi Tuan Jackson tetap Sophia.” Tuan Felix menyambar, dengan sorot mata memerah nyalang menatap Sophia.

“Kau tidak bisa menolak, Sophia. Atau ... kau ingin melihat pelayan pribadimu mati tertembak?” imbuhnya mengancam.

Dan benar saja, pelayan yang sejak kecil telah mengasuh Sophia, kini terlihat berjalan maju dengan menahan isak tangis ketakutan, saat sebuah ujung pistol menyentuh pelipis mata.

“Bibi!”

“No-Nona ... saya mohon, jangan pedulikan saya. Sa-saya rela mati demi kebebasan Nona Sophia dari keluarga Aland.”

“... saya sudah berjanji pada mendiang Nyonya Cintya untuk menjaga Nona Sophia dengan nyawa saya,” tambahnya dengan terbata-bata.

Buru-buru Sophia bangkit berdiri, hendak ingin mendekati sang pelayan, tapi suara lantang sang papa kembali membuat langkah itu bergerak mundur.

“Dasar pelayan sialan! Sesuai dengan keinginanmu. Biarkan kau menyusul nyonyamu ke Ne—”

“Cukup! Jangan sakiti dia, Pa. O-oke, Sophia setuju. Sophia akan menikahi Tuan Jackson demi melunasi hutang Papa. Apa sekarang kalian puas, hah?!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status