Umi Khaira mendekat ke arah Azizah. "Nak, kita bicarakan semua ini bersama. Jangan pernah mengatakan hal itu yang nantinya akan membuatmu menyesal."
"Menyesal? BAhkan saat ini hatiku sudah hancur Umi," tuding Azizah sambil menunjuk dadanya."Kita bicarakan semua ini di ruang tamu, biar semuanya clear. Setelah itu terserah kepadamu Nak, mau mengambil keputusan apa. Biarkan kami menjelaskan kenapa kami tidak memberitahukan tentang hubungan antara Fatma dan juga Satria." Abi Haidar berujar, dia mencoba untuk menetralkan suasana yang terlihat sangat tegang.Akhirnya Azizah mau, walaupun sejujurnya hati dia merasa sangat sakit bagaikan diremas-remas seperti ampas kelapa yang sedang diperas santannya.Namun, tiba-tiba saja Fatma kembali pingsan karena dia baru pulang dari rumah sakit namun keadaannya juga belum sepenuhnya pulih.Semua orang menjadi panik, begitu pula dengan Azizah. Apalagi saat melihat hidung Fatma mengeluarkan darah, namun wanita itu mencoba untuk diam hingga akhirnya Satria memanggil dokter ke rumah untuk memeriksa keadaan istrinya..."Bagaimana keadaan anak saya, Dok?'' tanya Umi dengan cemas.Terlihat Dokter yang di tapsir umur 40 tahun itu, menghela nafasnya panjang..''Keadaannya semakin buruk, Nyonya. Ibu Fatma keadaannya semakin melemah, bahkan terapinya selama ini tak berpengaruh,'' jelas dokter itu dengan wajah pasrah.''Huhuu ... Bi, anak kita Bi ...'' Umi menangis sejadi jadinya, memeluk tubuh suaminya dengan erat.''Tenang Mi! Kita hanya bisa berdo'a saja saat ini,'' jelas Abi dengan suara purau.'Sebenarnya ada apa ini? Mbak Fatma sebenarnya menderita penyakit apa?' batin Azizah tak mengerti.Azizah melihat madunya terbaring lemah dengan wajah pucat, dan infus di tangannya. Hati Azizah miris melihat keadaan Fatma saat ini. Walaupun dia sakit, tapi Azizah masih mempunyai hati yang tulus. Melihat keadaan Fatma membuat Hawa prihatin.Satria duduk di kursi di sebelah Fatma. Dia menggenggam tangan kurus itu, lalu mengecupnya dengan pelan. Fatma tersenyum saat Satria mengecup tangannya. Tapi, Fatma juga sadar jika di hati Satria tak ada namanya.Fatma melihat Azizah berdiri di pojokan, lalu menggerakan tangannya agar Zizah mendekat. Melihat Fatma memintanya mendekat, Zizah pun terpaksa melangkahkan kakinya ke arah sepasang suami istri tersebut.''Zizah, aku tau kamu sakit dan kecewa," lirih Fatma dengan lemah.''Fatma, jangan di paksakan ya. Kamu istirahat saja,'' ucap Satria cemas.Dia tak tega melihat Fatma berbicara dengan suara yang begitu lemah. Tapi Fatma menggelengkan kepalanya, mengatakan jika dia tidak papa. Kemudian Fatma meraih tangan Zizah, dan menggenggamnya.''Zizah, hati perempuan mana yang tak sakit ketika suaminya menikah kembali? Aku sakit, Zah, sangat sakit. Tapi, itu semua juga harus ku tanggung. Sebab aku yang meminta Mas Satria menikah kembali." Fatma sejenak menjeda ucapannya.'' Zah, sudah 5 bulan terakhir aku meminta Mas Satria untuk menikah kembali, tapi dia selalu menolaknya. Dan aku hanya ingin ada yang mengurusnya saat aku sudah tiada nanti," tuturnya dengan lemah, "kami menikah bukan karena cinta. Tapi karena perjodohan. Tapi Mas Satria selalu memperlakukan ku dengan baik, walau ku tahu jika di hatinya tak pernah ada cinta untuku. Dan aku berharap Mas Satria bisa membuka hatinya untukmu." Fatma menatap Satria dengan senyuman manisnya.Azizah tak kuasa menahan air matanya kembali.''Sayang, maafkan Mas. Mas selalu berusaha mencintaimu, tapi, Mas juga gak mengerti dengan hati ini.'' sesal Satria.Fatma tersenyum pada suaminya. "Kamu gak salah Mas, hati memang tak bisa di paksakan," ucap Fatma.''Lalu, kenapa Mbak rela meminta Mas Satria untuk menikah kembali?'' tanya Zizah sambil mengusap air matanya.Fatma tersenyum pada madunya. "Kamu lihat aku sekarang kan, Zah? Aku di vonis terkena penyakit kanker rahim stadium 4. Dan waktuku tak banyak lagi, Zah. Aku hanya ingin, Mas Satria ada yang menjaga dan melayaninya, saat aku tak lagi di sisinya. Aku juga ingin melihatnya mempunyai keturunan."Mata Azizah melotot tak percaya, dia tak menyangka jika perempuan di hadapannya itu sedang menderita sakit keras.''Maafkan aku, Mbak. Aku tidak--"''Kamu tak perlu minta maaf, Zah. Aku senang karena kamu yang menjadi istri Mas Satria, sekaligus adik maduku. Aku hanya minta kepadamu, Zah, tolong jangan berpisah dari Mas Satria!" pinta Fatma.''A-aku ...'' Azizah terlihat bimbang.''Anggaplah ini sebagai permintaan terakhirku padamu, Zah. Aku mohon jangan berpisah! Di sisa waktuku ini, aku mau kita akur sebagai istri Mas Satria. Memang tidak akan mudah, aku tahu itu. Tapi kumohon Zah, aku ingin kita tidak menyakiti dan dendam satu sama lain. Aku ingin kita sebagai Adik dan Kakak.'' pinta Fatma dengan suara lirihnya.Azizah menangis tersedu-sedu. Dia tak menyangka jika Fatma begitu baik, dan begitu kuat. Hatinya begitu suci seperti sutera. Seketika Zizah memeluk tubuh kurus itu, dan Fatma mengusap kepala Zizah dengan senyum manisnya.''Kenapa Mbak begitu mulia? Jika aku ada di posisi Mbak, aku pasti tak akan sanggup,'' lirih Zizah.''Kamu tahu, Zah? Aku yakin, jika Allah sudah memilihkan kamu untuk bersama Mas Satria."Azizah semakin terisak dengan ucapan Fatma. Kemudian Satria berdiri dan memeluk Zizah untuk pertama kalinya.''Maafkan aku juga, Zah, jika aku tak jujur padamu,'' sesal Satria.''Berjanjilah Mbak! Mbak akan sehat. Aku akan membantu Mbak sebagai adik," ujar Zizah mencoba berdamai.Tadinya ia marah, tapi saat melihat keadaan Fatma, dan melihat kemuliaan wanita itu. Azizah mencoba untuk berdamai dengan keadaan walau sakit dan berat.Umi yang mendengar ucapan Zizah, segera menghambur memeluknya. Dia terharu karena Zizah mau menerima kenyataan yang begitu pahit.''Terima kasih Nak, dan maafkan kami,'' ujar Umi.''Aku memang sakit Mi, tapi benar kata Mbak Fatma. Allah itu maha adil, dan aku yakin jika semua sudah di atur oleh Allah,'' jelas Zizah.''Masya Allah! Umi bahagia, Nak. Umi mau kamu anggap umi sebagai ibu kamu juga?'' Zizah menatap Satria yang saat ini juga melihatnya.Entah kenapa, Zizah seperti pernah melihat wajah Satria, dan nama pria itu tidak asing. Tapi Zizah lupa dimana dan siapa. Tetapi, tatapan Satria mengingatkan dia pada seseorang.Suasana di sana terasa penuh haru, semua sudah lega karena Zizah mau memaafkan Satria dan Fatma. Dan Zizah mau menerima keadaaan Fatma.'Aku memang sakit, tapi melihat keteguhan. Dan kemuliaan hati Mbak Fatma menyadarkan aku, jika hidup ini tak sepenuhnya sesuai apa yang kita mau. Aku sangat kagum padanya, dia mau menerimaku sebagai adik madunya. Padahal aku tahu hatinya pun pasti sakit. Tapi melihat keadaannya sekarang, membuatku tak tega. Dia harus mengorbankan cintanya untuk di bagi dengan wanita lain, yaitu diriku. Jika Mbak Fatma saja bisa menerimaku dengan lapang dada dan ikhlas, maka aku pun harus begitu. Aku tak mau menyakitinya di saat terakhirnya.'Satria mengantar Zizah ke kamar setelah Fatma istirahat.''Mas, nanti malam kamu tidur bersama dengan mbak Fatma ya!" pinta Zizah. Dia menundukkan kepalanya karena sangat segan menatap Satria.''Gapapa Zah, aku malam ini akan tidur dengan kamu." Azizah langsung menatap Satria dengan mata membulat. Kemudian Satria menggenggam tangan Zizah. "Maaf jika aku sudah jahat. Aku akan mencoba adil."Azizah semakin menatap lekat pada pria yang menjadi suaminya itu. Entah kenapa tatapan Satria mampu membuat jantung berdebar kencang."Kenapa debaran ini sama, ya?" batin Zizah."Boleh aku membuka cadarmu?" tanya Satria. Dia sangat penasaran dengan wajah istri keduanya itu.Fatma mengangguk dengan kepala menunduk, dan dengan perlahan tangan Satria mulai membuka kain hitam itu.BERSAMBUNG....."Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap
"Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora
Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat
"Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya
"Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes
"Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di