Share

115. Selalu Salah

Author: pramudining
last update Last Updated: 2025-05-24 12:47:36

Happy Reading

*****

Sania bersiap membuka mulut untuk membalas perkataan si tetangga tukang nyinyir itu, tetapi Aliyah memegang tangannya dengan kuat. Istlri pertama Haidar tersebut menggelengkan kepalanya.

"Kanapa, Nduk?" tanya Sania sambil meredam emosinya. Sejak tadi pagi, dua menantunya selalu menjadi gunjingan dan hal tersebut membuat Sania benar-benar muak.

"Nggak usah diladeni, Bun. Kan, Bunda sendiri yang ngomong tadi," bisik Aliyah.

Semua interaksi menantu mertua itu terlihat oleh sang ibu yang berkata negatif tadi. Dia pun curiga. "Kalian mengolok-olok aku, ya?" tanyanya sinis.

"Dih, nggak salah pertanyaan njenengan? Bukannya njenengan yang menghina menantuku duluan. Aneh. Kok, ada maling triak maling." Sania mencebik bahkan tertawa meremehkan perempuan di depannya. "Ayo, Nduk. Kita pulang sekarang. Nggak perlu ngeladeni orang kurang waras."

Aliyah cuma menganggukkan kepala atas perkataan sang mertua. Lalu, dia mulai mendorong kursi rodanya meninggalkan ibu-ibu itu.

"Hei, m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Istri Warisan Sahabat   147. Rumah Sakit Lagi

    Happy Reading*****Kebahagiaan keluarga Haidar terus bertumbuh, meskipun kadang ada kerikil kecil menghalangi. Namun, mereka bisa mengatasi. Kandungan Aliyah pun tumbuh dengan baik sekalipun banyak obat yang harus dia konsumsi. Semua dia terima demi mempertahankan kesehatan janinnya.Pada tri semester pertama, setiap dua minggu sekali Aliyah harus memeriksakan kandungan. Kekhawatirannya sangat besar sekali, terkadang Dokter Irma sampai geleng-geleng kepala. Pasien satu itu selalu pesimis dengan kesehatannya sendiri.Tumbuh kembang kedua putra Haidar pun sangat baik. Ilyas sudah pandai berbicara, segala hal yang dia lihat dan mengusik hatinya selalu ditanyakan tak jarang Hazimah kewalahan dengan segala pertanyaannya. Jika sudah begitu, maka Ilyas akan merengek dan mengadu pada ibunya, Aliyah.Putra kedua Haidar sudah mulai belajar berdiri, meskipun masih lebih banyak jatuhnya. Semua begitu terasa membahagiakan saat rasa saling menghormati dan kasih sayang terjaga dengan sendirinya. Ko

  • Istri Warisan Sahabat   146. Terima kasih

    Happy Reading*****"Dih, kok marah, sih?" sahut Aliyah yang melihat wajah lucu sang suami ketika kesal padanya. "Kamu itu, Sayang. Mas sudah mengucapkan terima kasih dengan tulus, malah enggak diterima dengan senang hati. Siapa yang enggak jengkel kalau begitu," kata Haidar."Lagian kamu juga aneh, Le. Azza yang melahirkan, tapi kamu malah mengucapkan terima kasih sama Aliyah. Ya, jelas kami mempertanyakan maksudnya," sahut Sania. Perempuan paruh baya itu masih menahan senyuman karena ulah putra bungsunya. "Bener kata Bunda. Kenapa, sih, Mas?" tanya Aliyah kembali. "Mas juga mengucapkan terima kasih itu karena kamu sudah mau menjaga janin yang ada di sini," jelas Haidar sambil mengusap perut Aliyah yang masih rata. "Mas itu melihat sendiri perjuangan bundanya Ilyas untuk melahirkan, menakutkan. Mas, enggak yakin jika mengalami sendiri. Pasti sudah menyerah karena enggak tahan sakit. Ternyata, perempuan itu lebih kuat dibanding laki-laki."Aliyah tersenyum mendengar penjelasan san

  • Istri Warisan Sahabat   145. Pangeran Kedua

    Happy Reading******Berbagai penjelasan dari dokter dan perawat sudah tak mampu Hazimah cerna dengan baik. Namun, dia masih bisa mendengar arahan dari mereka. Rasa sakit itu kian menjadi-jadi, seluruh bagian tubuhnya merasakan itu, apalagi pinggang. Haidar masih setia menggenggam dan memeluk istrinya sambil melafalkan beberapa bacaan zikir."Tarik napas yang kuat, Bu. Kepala bayinya sudah terlihat," kata sang dokter."Ayo, Sayang kamu pasti bisa," tambah Haidar menyemangati sang istri. Walau sakit yang lelaki itu rasakan ketika Hazimah mencengkeram pergelangannya dengan kuat, tetapi semua itu tidak sebandiang kesakitan yang dialami istrinya. Haidar berusa menahan semua itu bahkan ikut menyemangati istrinya untuk terus berjuang hingga bayi mereka terlahir nantinya."Sedikit lagi, ya, Bu. Dorong dengan kuat, Bu," perintah salah satu perawat.Hazimah kembali mengejan demi mengeluarkan bayi hasil buah cintanya dengan Haidar. "Ayo, Sayang," kata Haidar."Ya Allah," ucap Hazimah dengan s

  • Istri Warisan Sahabat   144. Pengalaman Pertama Haidar

    Happy reading*****Seminggu setelah kejadian saling memaafkan, Haidar kembali pada jadwal kegiatan rutinnya. Menginap secara bergantian di rumah kedua istrinya. Tepat ketika dia bermalam di rumah istri keduanya, Hazimah merintih kesakitan. "Sayang, kenapa?" tanya Haidar ketika mendengar rintihan sang istri padahal lelaki itu baru saja memejamkan mata."Aku nggak tahu, Mas. Kayaknya dedek bayinya pengen keluar sekarang," sahut Hazimah sambil mengelus perut buncitnya."Ya Allah, kita ke dokter sekarang, ya. Aku bangunkan Mama supaya jagain Ilyas." Sigap, Haidar segera turun dari pembaringan dan keluar kamar. Namun, ketika tangannya menyentuh gagang pintu, Hazimah merintih kesakitan disertai ucapan istigfar. Tak tega melihat kesakitan sang istri, lelaki itu segera menggendongnya. Setengah berteriak, Haidar memanggil Yana dan meminta tolong untuk menjaga Ilyas dan membawakan tas yang berisi perlengkapan melahirkan Hazimah. Tergopoh, Yana mengambil tas yang berisi segala perlengkapan b

  • Istri Warisan Sahabat   143. Saling Memaafkan

    Happy Reading*****Haidar menarik dagu sang istri. Menatap kedalaman hati perempuan itu. Bagaimana mungkin Hazimah bisa melupakan apa yang pernah Aliyah ceritakan waktu itu atau Hazimah memang benar-benar lupa siapa perempuan yang dulu selalu bertahta dia hatinya."Mas, kok, malah diam? Kalau nggak mau cerita dan nyebut namanya juga nggak masalah," kata Hazimah dengan suara sedikit kecewa. Haidar menangkap jika istrinya itu sedang merajuk.Pada akhirnya, lelaki itu bertekad akan mengubur nama Hazimah jika memang dia tidak pernah mengingat apa yang sempat Aliyah ceritakan waktu mereka belum menjadi pasangan suami istri."Bukannya enggak mau cerita, tapi biarlah semua itu menjadi kenangan. Jangan sampai diulangi lagi. Lagian, sekarang perempuan itu sudah bahagia dengan suaminya, Nda." Haidar tersenyum mengingat semuanya."Oh, alhamdulillah. Kalian berdua bisa bahagia akhirnya," ucap Hazimah sedikit kecewa. Sebenarnya, dia ingin sang suami menyebutkan namanya sebagai perempuan masa lal

  • Istri Warisan Sahabat   142. Perempuan Masa Lalu Haidar

    Happy Reading*****Lelaki itu mengelus bahu istrinya dan mengecup rambut Hazimah yang sangat wangi. Degup jantung Hazimah yang berdetak sangat cepat, terdengar dan dirasakan oleh Haidar. "Mas, cuma enggak mau ada ganjalan di hatimu. Bunda boleh marah jika memang keberatan dengan yang Mas lakukan. Semua kemarahan itu adalah hakmu sebagai seorang istri yang enggak bisa Mas penuhi. Mas, terlalu bahagia Aliyah bisa hamil. Maaf, jika memprioritas dia saat ini." Sebuah kecupan mendarat pada mahkota kepala Hazimah sekali lagi.Perasaan adil itu memang susah untuk dilakukan jika menyangkut tentang cinta dan kasih sayang. Haidar merasakannya sendiri saat ini. Namun, dia berusaha semaksimal mungkin agar kedua istrinya tidak mengeluh dan kecewa dengannya. "Cemburu itu pasti ada, Mas. Aku juga perempuan biasa sama seperti yang lain. Ingin disayang dan diperhatikan suami apalagi dengan keadaan hamil tua seperti sekarang."Reflek, tangan Haidar yang tidak digunakan sebagai bantalan oleh sang ist

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status