Beranda / Rumah Tangga / Istri Yang Menanti Sentuhanmu / Siapa Yang Tidur Denganmu?

Share

Siapa Yang Tidur Denganmu?

Penulis: CitraAurora
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-03 18:35:06

Dia menepis tanganku, lalu membuang wajahnya.

Melihat hal itu, aku semakin mengejarnya. "Jalang mana yang melakukannya, Mas? Katakan padaku!"

"Bukan siapa-siapa!" ujarnya singkat tanpa mau menatapku.

Aku tahu dia berbohong, karena tidak mungkin tanda itu tiba-tiba ada apabila tidak ada yang membuatnya.

"Jujurlah Mas, biar jelas semua!" pintaku dengan suara lirih.

"Pulanglah Amel, aku mau kerja." Dia melangkahkan kaki menuju meja kerjanya, kemudian membuka laptop.

Sementara itu aku masih mematung menatapnya, menggumamkan kalimat lirih, “Entah terbuat dari apa hatimu, Mas.”

Sekarang, aku yakin jika perkataan Ira benar. Mas Raka selingkuh. Akan tetapi, bukannya meminta maaf, pria itu justru bersikap seolah tak melakukan dosa.

Menyerah dengan kediamannya, aku memutuskan pergi dari ruangannya.

Semenjak meninggalkan ruangan Direktur Keuangan itu, air mataku tak berhenti menetes. Apakah mungkin aku akhiri saja pernikahan ini? Tapi, bagaimana dengan kedua orang tuaku? yang pasti mereka akan kecewa mengingat Mas Raka adalah menantu kesayangan mereka.

Dilema menghantui pikiranku, sungguh aku tak tau apa yang harus aku lakukan.

Setibanya di rumah, aku merebahkan diri di atas tempat tidur. Kulihat kembali media sosial wanita itu.

Mataku terbelalak melihat dia beberapa menit yang lalu memposting video kebersamaannya dengan pria yang amat sangat aku kenal.

Kunikmati setiap menit video kebersamaan mereka, bahkan bibirku bergetar menahan rasa sakitnya. Peluk dan cium dia lakukan kepada wanita itu, semetara aku?

“Kenapa kamu bisa sehangat itu padanya, tapi sedingin itu padaku, Mas?” Rasa cemburu memasuki relung hatiku.

Kuhentikan tangisku usai membandingkan bagaimana Mas Raka memperlakukan kami. Kuputuskan untuk bertanya langsung padanya nanti malam.

Namun, hingga malam sudah datang, lelaki itu tak kunjung pulang.

Kuambil ponsel dan menghubunginya, tapi panggilanku ditolak. Tak kehabisan akal, aku memutuskan untuk mengirim pesan singkat, tapi hanya centang satu.

Malam itu, aku kembali tidur sendirian di ranjang dingin. Mungkin orang lain menganggapku wanita bodoh, sebab di malam itu, aku masih berharap Mas Raka pulang lalu memelukku dengan mesra sembari menggumamkan rasa bersalah.

Sayang, hingga kumembuka mata, kondisi kamar kami tak berubah. Meja tempatnya menaruh tas masih kosong. Sisi tempat tidur masih rapi, keranjang baju kotor juga masih kosong.

"Dia benar-benar tidak pulang," ujarku diikuti tawa kefrustrasian.

Hari itu, aku berusaha berdamai dengan diriku. Aku tak ingin menangisi dia yang lebih memilih berbagi kehangatan dengan wanita lain.

Alih-alih mengurung diri di rumah, aku memutuskan untuk bersosialisasi dengan teman-temanku. Tepat pukul delapan malam, aku baru pulang.

Sesampainya di rumah, mobil Mas Raka sudah mengisi garasi. Sontak, bibirku melengkungkan senyum tipis yang tentu penuh sandiwara itu.

Bibirku mungkin bisa melengkung, tetapi perasaan sakit itu masih bercokol di hati.

"Jangan menangis Amel." Aku menyemangati diriku sendiri sebelum memasuki rumah.

Kulangkahkan kaki masuk ke kamar yang berada di lantai dua. Saat aku masuk, kulihat Mas Raka duduk bersandar di sandaran tempat tidur.

Tanpa kata, aku meletakkan belanjaanku, lalu duduk di sofa dan memainkan ponsel.

Aku tahu kedua mata Mas Raka melirikku, tapi aku mengabaikannya karena hatiku sudah lelah dengan sikapnya.

"Kamu dari mana?" Akhirnya dia dulu yang bertanya.

"Mall." Aku meniru gayanya yang selalu menjawab pertanyaanku dengan singkat.

"Kenapa baru pulang? Kenapa tidak menyiapkan makanan?" Dia bertanya lagi.

Aku menatapnya, "Bukankah ada dia, Mas? Kenapa tidak meminta dia yang menyiapkan makanan?"

Ingatan video-video serta foto mereka mencuat—bagaimana dia menyanjung serta memperlakukan wanita itu dengan hangat membuat tubuh ini bergetar, memaksa emosiku merangkak naik.

"Dia siapa? Apa maksud kamu?" sahutnya masih tak merasa berdosa.

Suara tawa keluar dari mulutku, sungguh pria di depanku ini, selain dingin, dia juga pandai mengelak.

"Mas, jangan kira aku bodoh!” sungutku sambil menatapnya tajam. “Tanda di leher kamu itu sudah bukti nyata kalau kamu tidur dengan wanita lain, tapi kamu masih menyangkal?" teriakku mulai dikendalikan emosi.

Tak habis pikir aku dengannya, dia ini pura-pura bego, apa gimana?

Tak berapa lama, kudengar suara napasnya yang panjang. "Aku tidak sengaja tidur dengan wanita, semua ini ulah klien aku."

Tanganku meremas ujung baju, hatiku perih mendengarnya. Dia tetap bersikeras menyembunyikan jalangnya.

"Tidak sengaja tidur dengan wanita?" Tawaku mencuat semakin keras. "Gimana konsepnya itu?"

Gelengan kepala aku tunjukkan. Mas Raka benar-benar menganggapku istri bodoh yang mudah dikelabui.

Lelaki itu terlihat tak bergerak, sementara matanya tak pernah diam. Aku tahu, dia sedang mencari alasan.

Geregetan, aku bangkit lalu duduk di sampingnya, di sisi ranjang dingin kami.

Dengan tatapan tajam, aku berkata, "Apa wanita yang tak sengaja kamu tiduri bernama Renata?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (9)
goodnovel comment avatar
Ma E
kenapa ga pergi aja mel minta cerai
goodnovel comment avatar
Ade Virlita
tidak sengaja tapi menikmati sampai lupa pulang rumah, aneh bin ajaib
goodnovel comment avatar
Mega
dasar udh ketahuan malah nyangkal
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Aku bahagia Mas

    Waktu terus berlalu, tak terasa Arkan sudah berumur tujuh bulan, mama yang masih memegang teguh adatnya hendak melakukan syukuran yang disebut "Mudun lemah" atau turun tanah. Di usia tujuh bulan bayi sudah diperbolehkan untuk diturunkan ke bawah mengingat mereka harus belajar berjalan. "Amel persiapannya sudah selesai apa belum?" tanya Mama yang memantau aku di dapur. "Sudah ma, anak ayam yang mama pesan sudah dikirim." Kataku sambil tersenyum. Memang dalam syukuran kali ini kami menggunakan anak ayam, entahlah kenapa ada adat seperti itu. Ayah dan ibuku juga datang untuk membantu, aku yang lelah memutuskan ke kamar sejenak untuk istirahat. Beberapa saat kemudian, Mas Raka menyusulku. Dia yang juga kelelahan turut berbaring di sampingku. "Adat terkadang itu menyusahkan, tinggal syukuran saja kenapa ribet banget yang inilah itulah, lagian kenapa ada acara turun tanah, Arkan tinggal ditaruh bawah kan udah beres." Mas Raka menggerutu sendiri. Mendengar gerutuannya

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Pengen Terus

    Mas Raka menatapku tak percaya, "Kamu setuju Sayang?" tanyanya sambil memegang pundakku. "Iya Mas, kuakui aku tak sanggup mengurus Arkan sendirian." Mas Raka langsung memelukku, dia mengecup keningku berkali-kali. Setelah berbincang aku dan Mas Raka memutuskan pulang, sesampainya di rumah Mama menyambutku. Sama seperti Mas Raka mama memelukku dengan erat. Sebenarnya aku heran pada mereka, takut sekali jika aku pergi. "Ma tolong carikan yayasan terbaik, kami akan menggunakan jasa baby sitter." Ujar Mas Raka. Mama sangat senang mendengar kabar ini lalu beliau menghubungi Yayasan yang sudah diakui para majikan. Beberapa foto calon baby sitter mama tunjukkan padaku, dan pilihanku jatuh pada baby sitter yang sudah berumur. Aku sengaja mencari yang tidak manarik karena takut Mas Raka akan tergodo seperti di film-film. Keputusan kami buat, dan besok orangnya akan dikirim ke rumah. Malam itu, Mas Raka lah yang menidurkan Arkan, dia juga menemani aku begadang meng

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Saling minta maaf

    "Iya Bu, Amel akan memikirkannya lagi." Kataku sambil menatap ibuku. Arkan menangis, ibu memintaku untuk menyusuinya langsung karena asi yang aku pompa kemarin sudah habis. Setelah aku menyusui Arkan, ibu meminta bayiku kembali. Ibuku memang ibu terbaik di dunia. Beliau tidak ingin aku lelah. "Enak ya digendong nenek." Aku mengusap pipi Arkan. Dari depan terdengar suara mobil berhenti, bibirku menyunggingkan senyuman saat tahu yang berhenti adalah mobil Mas Raka. Mas Raka berjalan mendekat dan bersamaan Arkan muntah sehingga aku berlari masuk ke dalam. Dari belakang aku mendengar Mas Raka memanggilku. "Sayang." Mas Raka mengekori aku yang ingin mengambil tisu. Dia langsung memelukku. "Maafkan aku." Dia berbisik. Aku melepas pelukannya bukan tidak senang dengan kedatangannya tapi aku harus mengusap muntah Arkan. Ibu segera meminta tisu dariku, lalu beliau lah yang mengusap bibir Arkan. Setelah bersih dari muntahan, aku menatap suamiku yang sudah memasan

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Apa aku salah?

    Di dalam kamar aku menangis, sungguh aku merasa sedih dengan sikap Mas Raka. Kenapa semua seolah aku yang salah? padahal aku hanya ingin merawat Arkan dengan tanganku sendiri? "Kenapa kamu begini Mas?" Aku bermonolog dengan diriku sendiri. Kukira Mas Raka akan mengerti keadaanku, seorang ibu baru yang mengalami perubahan segala siklus hidup namun nyatanya tidak. Di saat seperti ini bukankah peran suami adalah mensupport istri? tapi mengapa malah balik menyalahkan? ArrggggAku berteriak sambil mengusap rambutku dengan kasar. Meskipun aku mengurus Arkan sendiri aku tidak pernah mengganggu tidurnya, seberapa repotnya aku tiap malam aku tidak pernah membangunkannya karena aku sadar dia harus bekerja. Tapi kenapa dia tidak mengerti? bukankah masa-masa seperti ini tidak lama, ketika bayi semakin besar dia pasti akan jarang bangun malam dan aku bisa mengurusnya kembali? Hati yang meradang membuat aku terus menangis hingga suara ketukan dari luar menghentikan tangisku. Aku berjalan u

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Kenapa?

    Kutunggui dia yang sedang makan, entah mengapa melihat Mas Raka makan, aku merasa iba. Emosi yang memburu tiba-tiba menghilang. "Aku sudah selesai makan, apa yang ingin dibicarakan?" Dia menatapku. "Ayo le kamar." Tak ingin di dengar pelayan dan Mama aku mengajak Mas Raka ke kamar. Tapi Mas Raka menolak dengan alasan kekenyangan jadi malas naik. "Kamu tuh kenapa sih Mas, bicara di kamar lebih leluasa tidak didengar banyak orang!" Aku memberengut kesal. "Apa masalahmu?" Nafasku kembali memburu, dia tidak pulang dan dia bertanya apa masalahnya? "Kamu tuh nyadar gak sih kalau salah! nggak pulang apa menurut kamu itu wajar?" Air mataku yang kutahan memberontak keluar, sehingga kini aku menangis di hadapannya. "Apa yang kamu tangisi bukanlah semua keinginan kamu?" Mendengar ucapannya sontak aku membuat aku kembali menatapnya, "Apa maksud kamu?" "Ya kamu lelah dengan Arkan bukanlah itu keinginan kamu? dari awal aku sudah mencoba menawarkan baby sitter tapi kamu selalu menolak."

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Tidak Pulang

    Tanganku mengepal, emosiku meledak-ledak melihatnya. Melihatku Mas Raka hanya menghela nafas. "Aku lelah, jangan marah-marah seperti ini." Katanya lalu dia merebahkan diri di tempat tidur. Tak rela jika amarahku berakhir begitu saja aku pun menghampirinya, ku tarik tangannya agar bangun untuk mendengar omelanku. Tapi bukannya bangun Mas Raka justru menarik tubuhku dan membawaku ke dalam dekapannya. "Arkan tidur lebih baik kamu tidur jangan marah-marah." Katanya. Aku melongo melihat suamiku ini, seketika emosiku yang sedari tadi berapi-api padam begitu saja. Dan dalam dekapannya aku merasa hangat hingga air mataku tak terasa meleleh. "Nyatanya lelahku hilang dalam dekapannya." Batinku sambil terus menatap Mas Raka yang sudah memejamkan mata. Baru saja aku terpejam suara Arkan membangunkan aku, malas dan lelah tapi aku harus bangun untuk menenangkan malaikat kecilku itu. "Kamu haus ya." Kataku sambil membuka kancing baju untuk menyusuinya. Saking ngantukn

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status