Share

Dunia Ini Kecil

Mentari bersinar lagi, pagi hari datang kembali, menandakan hari yang baru telah datang lagi.

Seperti biasanya Hanna akan memulai aktivitasnya di pagi hari dengan berolahraga.

Dia akan berlari mengelilingi lingkungan disekitar gedung apartemen. Hanna berlari setidaknya 30 menit setiap hari.

Dia sangat menyukai pagi hari di musim semi.

Ketika matahari baru saja terbit, dia sungguh bersemangat untuk berlari.

Di lingkungan apartemen Hanna ada sebuah taman yang ditumbuhi bunga-bunga lily putih.

Dia sangat menyukai bunga lily putih. Setelah selesai berlari, dia akan duduk sejenak melepas lelah di taman itu sambil memandangi bunga-bunga yang ada disana.

"Wah, ternyata disini ada juga taman yang ditumbuhi bunga lily putih. Staminamu pada saat berlari boleh juga, aku hampir tidak mampu mengejar kecepatanmu."

"Uhukk..uhuk..uhuuukk.." Hanna yang sedang meneguk air mineral yang dibawanya, seketika tersedak karena kaget.

Setelah mengatur napasnya sejenak Hanna memandang dengan kesal ke arah pria yang tiba-tiba duduk disebelahnya.

"Tuan Aiden Bradley, apakah sekarang anda berubah profesi sebagai seorang penguntit?"

"Aku hanya kebetulan melihatmu ketika sedang berlari tadi. Aku juga tinggal di apartemen di lingkungan ini." Aiden menjawab dengan seringai licik di wajahnya.

Hanna kemudian beranjak dari tempatnya duduk. Dia terlalu malas untuk berlama-lama duduk di dekat pria brengsek itu. Perasaan baiknya tiba-tiba rusak dalam sekejab.

"Hei, mau kemana? Apakah kamu terburu-buru?" Aiden ikut beranjak dan mengikuti Hanna.

"Ya, sudah waktunya aku kembali dan bersiap untuk bekerja. Aku tidak ingin terlambat. Aku pergi duluan, Tuan Aiden!" Hanna melambaikan tangannya.

Tapi Hanna salah, Aiden justru masih berjalan mengiringi langkah Hanna. Dia berjalan dengan tenang di belakang Hanna.

Sampai di depan gedung apartemennya, Hanna melihat dengan kesal kepada Aiden yang masih mengikutinya.

"Tuan Aiden, apakah anda sedang sangat luang hari ini? Atau memang benar profesi anda sudah berubah sekarang? Sepertinya anda adalah seorang penguntit!"

"Hehe..kamu salah paham, apartemenku kebetulan didalam gedung ini juga." Aiden menunjuk gedung dimana Hanna juga tinggal.

Hanna menghentakkan kakinya ke tanah dengan kesal, "Ssshhh, mengapa dari semua gedung di negara ini dia harus tinggal disini juga!" gumamnya.

Lagi, dalam diam Aiden berjalan di belakang Hanna. Ketika Hanna masuk kedalam lift, dia juga masuk kedalam.

Dengan waspada, Hanna berjalan perlahan di lorong lantai kamar apartemennya. Pria itu masih berjalan mengikutinya di belakang.

Ketika sampai didepan pintu apartemennya, Hanna berbalik dan melotot ke arah Aiden.

"Sekarang apa? Apakah kamu ingin mengatakan kalau kamu tinggal di kamar apartemen yang sama denganku?" Hanna berkata dengan meninggikan suaranya.

"Ini kamar apartemen milikku." Dengan wajah polos, Aiden menunjuk pintu kamar apartemen yang posisinya bersebelahan dengan Hanna.

"Haaaah?" Hanna menganga karena terkejut.

"Sejak kapan tempat ini adalah milikmu?" Hanna menunjuk ke arah kamar Aiden.

"Sejak beberapa hari yang lalu..." kata Aiden.

"Kliik, BRAAAKKK!" Hanna masuk ke kamar apartemennya dengan penuh kekesalan.

"Aarrrgghh, dasar penguntit sialan!"

Ingin rasanya Hanna mengobrak abrik seluruh isi apartemennya untuk meluapkan amarahnya.

Tapi dia lebih memilih untuk segera menyegarkan dirinya dengan mandi.

Setelah sarapan, Hanna bersiap pergi kerumah sakit untuk bekerja. Dia memasukkan beberapa jarum perak kedalam saku bajunya.

"Awas saja, kalau penguntit itu mencoba macam-macam padaku akan aku..." gumam Hanna pada dirinya.

Kemudian Hanna perlahan membuka pintu, kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Kemudian dia keluar sambil mengendap-endap. Dia melihat ke arah pintu kamar apartemen Aiden sekali lagi.

"Huh, syukurlah dia tidak ada." Kemudian Hanna mempercepat langkahnya.

Di sudut lorong ada bayangan seorang pria.

Sejak beberapa menit, dia mengamati tingkah Hanna dari sana.

Aiden terkekeh, "Hehe, dia menggemaskan juga."

Aiden dari tadi mengamati tingkah Hanna dari sudut lorong. Dia tahu, Hanna akan semakin kesal padanya dan menghindarinya jika bertemu lagi.

...............................

Sesampainya dirumah sakit, Hanna duduk diruang prakteknya. Wajahnya terlihat sangat kusut dan penuh kekesalan.

"Ada apa denganmu, sepagi ini sudah menekuk wajah seperti itu?" tanya Mia.

"Pria penculik itu sepertinya sekarang berubah menjadi seorang penguntit!"

Mia kebingungan mencerna maksud Hanna.

"Penculik? Penguntit? Apa mak...aaahhh.. Aiden Bradley? Apakah dia yang kamu maksud?"

Hanna mengangguk dengan tatapan sayu kearah Mia.

"Dia sekarang tinggal di gedung apartemen yang sama, dan bahkan kamarnya bersebelahan dengan milikku. Apalagi namanya kalau bukan penguntit?"

"Benarkah? ckckck.. Dia memang tergila-gila padamu Hanna," Mia menggeleng-geleng mendengar ucapan Hanna

"Dia gila, bukan tergila-gila," Sahut Hanna ketika mendengar kata-kata Mia.

"Sudahlah, jangan membicarakannya lagi. Ayo kita berkeliling memeriksa pasien," Hanna menarik lengan Mia pergi.

Hanna memeriksa pasien jantung yang ditanganinya. Sebagai seorang asisten, tugas Mia adalah mengikuti kemana saja Hanna pergi. Terakhir dia pun memeriksa ke ruangan pasien VIP, tempat Nenek Betsy dirawat.

"Halo Nek..bagaimana kabar Nenek hari ini? Apakah sudah merasa membaik? Atau adakah keluhan lainnya?" tanya Hanna kepada Betsy.

"Nenek sekarang merasa lebih baik nak, semuanya berkat dirimu."

Hanna tersenyum, "Syukurlah jika Nenek sudah merasa lebih baik."

"Terimakasih nak, kamu telah mengobati dan memberi umur yang lebih panjang kepadaku."

Hanna mengusap punggung tangan Betsy, "Kesehatan dan umur yang panjang datangnya dari Tuhan, Nek."

"Ya, yaa kamu benar nak." Nenek Betsy memegang tangan Hanna dengan penuh syukur.

"Ibu, wajahmu hari ini terlihat lebih segar dari sebelumnya. Ibu sepertinya telah pulih dengan baik." Terdengar suara James dari arah belakang Hanna.

"Tentu saja.. Aku harus sembuh dan berumur panjang, aku tidak ingin melewatkan hari pernikahanmu," gurau Betsy pada puteranya.

"Begitukah? Kalau begitu, aku tidak akan cepat-cepat menikah, maka ibu akan berumur lebih panjang," sahut James.

"Anak nakal ini.. Bagaimana jika aku mati lebih dulu dan melewatkan pernikahanmu? Aku ingin segera mendapatkan menantu dan cucu darimu."

"Ibu.. Ibu sudah memiliki cucu, dan dia bahkan memiliki tubuh yang lebih tinggi dari aku. Hahaha.." James mengangkat sebelah tangannya diatas kepalanya.

Hanna senang melihat interaksi antara ibu dan anak itu. Ada banyak kehangatan yang terlihat didalamnya.

"Baiklah Nek, setelah menjalani 3 hari masa perawatan lagi, Nenek sepertinya sudah boleh pulang dan berkumpul bersama keluarga dirumah."

"Terimakasih Hanna, aku berhutang budi karena kamu menyelamatkan ibuku," ucap James dengan tulus kepada Hanna.

"Jangan sungkan, ini sudah menjadi kewajibanku sebagai dokter. Jika ada keluhan, segera panggil aku ya Nek. Aku permisi pergi."

Ketika berbalik, kepala Hanna tidak sengaja menabrak dada seseorang. Terdengar suara dari atas kepalanya, "Sepertinya dunia ini kecil, lagi-lagi aku bertemu denganmu. Mungkin inilah yang disebut orang-orang dengan istilah 'berjodoh'."

Mendengar suara yang tidak asing itu, Hanna mendongakkan kepalanya keatas. "Sial, kenapa aku bertemu lagi dengan si penguntit ini ?" keluh Hanna dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status