'Kenapa dia sangat mirip denganku?' batin Aiden."Siapa namamu?" tanya Aiden."Namaku Vince Hart Paman Tampan, aku harus pergi dulu. Mama pasti sudah lama menungguku. Sampai jumpa!" ujarnya sambil berlalu melambaikan tangan kecilnya.Aiden melambaikan tangannya juga kepada Vince, hatinya merasa hangat melihat tingkah bocah itu.Dia mengambil telepon selulernya, "Paman James, bolehkah aku meminta tolong kepadamu?""Ada apa Aiden, tidak biasanya? Katakan, aku akan membantumu," ujar James di seberang telepon."Paman, bisakah kamu menyelidiki tentang Bianca Hart dan Vince Hart?""Hart? Apakah mereka ada hubungannya dengan Brian Hart?""Ya, katanya mereka adalah sepupu.""Aku akan mencari tahu untukmu, secepatnya akan aku kabari.""Terima kasih, Paman."Aiden menutup panggilan teleponnya.Setelah berpikir sejenak, Aiden kembali menekan tuts pada layar selulernya."Ya, Bos!""Jefri, pergilah di tengah malam ke Malta, gali kuburan Alena.""Apa, Bos? Apa yang harus kulakukan pada kuburan itu?
Brian tampaknya terlambat untuk mengantisipasi kecurigaan Aiden. Dia langsung menyelidiki hal itu malam itu juga, dan mendapatkan laporan dari Jefri."Bos, makam itu kosong, tidak ada mayat atau apapun disana.""Apa?!" BUKAiden dengan emosi meninju meja kerjanya."ARGH!" Aiden meraung dengan marah, hatinya sekali lagi hancur bertahun-tahun dengan kepalsuan."Brian..Alena..sekali lagi kalian mempermainkan hatiku.""Jadi..mungkinkah Bianca Hart adalah Alena? Dan kemungkinan anak kecil tadi adalah putraku? Kali ini kalau aku menangkap basah kalian, tidak akan aku biarkan!" geram Aiden.Seandainya dulu Alena menyerah dengan baik-baik pada hubungan mereka, mungkin Aiden akan memakluminya. Tapi dia lagi-lagi membuat sandiwara kematian, dan banyak pihak yang membantunya.Selama 4 tahun Aiden mengalami patah hati karena kematian istri dan putranya. Ternyata semua adalah penipuan. Aiden benar-benar merasa dipermainkan.* * *"Mama!"Bianca menyambut putranya yang keluar gerbang sekolah deng
Setelah beberapa hari berlalu, Brian dan Mia mulai disibukkan dengan persiapan pernikahan mereka. Dante Miller dan Clara juga telah datang ke Jerman."Maaf Ayah, Ibu, kami terlambat menjemput kalian," ujar Mia menghampiri kedua orang tua kandungnya itu seraya memeluknya."Tidak apa, kalian juga sibuk. Kami bisa saja naik taksi, kenapa harus merepotkan kalian," jawab Clara."Kalau mereka tidak bisa menjemput, aku juga bisa menjemput Ibu dan Ayah sendiri," ujar Bianca datang mendekati Dante dan Clara."Bian..sayangku," Clara memeluk Bianca dengan penuh kerinduan."Apa kabarmu Nak?" tanya Dante memegang puncak kepala Bian."Baik, Ayah.""Dimana Vince?" tanya Clara."Vince tadi kelelahan sepulang sekolah, dia tertidur," jawab Bian."Ayo, kita pulang!" ujar Brian sambil mengambil alih membawakan koper kedua calon mertuanya."Bagaimana kalau kita makan siang di restoran milikku?" tanya Brian sambil mengemudi."Hmmm, bagaimana Bianca? Apa kamu tidak merasa canggung bertemu Daniel?" ejek Mia.
Makan siang bersama berjalan dengan sangat menyenangkan. Mereka bercerita dan bernostalgia dengan masa lalu sambil menikmati makanan lezat yang tersaji."Makanan disini sangat enak," puji Clara."Iya Bu, Chef restoran ini bernama Daniel, dia sekarang sedang mengejar Bianca," ledek Mia."Apa..Bianca juga menyukainya?" tanya Clara."Sekarang aku tahu, darimana keusilan Mia itu dia peroleh," ledek Bianca menatap Clara dan Mia."Hahaha," mereka semua tertawa mendengar kata-kata Bianca.Sifat ibu dan anak itu semakin lama memang terlihat semakin mirip. Dan belakangan Bianca juga menyadari, bahwa wajah mereka sebenarnya sangat mirip.Mia melihat jam di pergelangan tangannya, "Ayah, Ibu, maafkan aku. Sepertinya aku harus segera kembali ke rumah sakit. Aku ada pasien yang harus dioperasi satu jam lagi.""Ayo, lagipula kita juga sudah selesai makan siang," ujar Dante setuju.Mereka kemudian beranjak pergi dari ruang VVIP restoran itu. Namun, di dekat pintu keluar sudah ada seorang pria tampan
"Mama, masakan nenek semuanya enak." "Iya dong, nenek memang hebat memasak," puji Dante. "Tante Mia, kenapa tidak jago masak seperti nenek?" gurau Vince. "Ih, kamu anak kecil, bibi cubit nanti pipinya!" ujar Mia gemas. Makan malam hari ini, hiruk pikuk dengan candaan mereka, namun Bianca terjebak dalam pikiran dan lamunannya. Dia sedari tadi lebih banyak diam. Bianca saat ini sedang berdiri termenung di balkon rumah, Brian menghampiri Bianca. "Ada apa? Kamu sepertinya sedang kepikiran sesuatu." Brian memperhatikan Bianca yang sedari tadi tidak fokus dengan obrolan mereka. "Kak, beberapa hari ini Aiden terlihat aneh. Apa mungkin dia mengetahui sesuatu?" "Benarkah? Aneh seperti apa maksudmu?" "Aku curiga kalau dia yang membuat ban mobilku bocor dan kata-katanya juga aneh." Sebenarnya Brian juga merasa kalau Aiden memang bersikap aneh, dia juga tiba-tiba memutuskan pertunangannya dengan Elsa Burch. Tapi dia tidak ingin menambah kekhawatiran Bianca, "Kamu tenanglah, aku akan meny
"Saya menerima Brian Hart sebagai suami saya, bersama dalam suka dan duka selamanya." Mia memasangkan cincin ke jari manis Brian."Saya menerima Mia Miller sebagai istri saya, bersama selamanya dalam suka dan duka." Brian memasangkan cincin ke jari manis Mia."YEYYY!!!" semua tamu yang hadir bersorak atas pengucapan sumpah janji pernikahan Mia dan Brian itu."CIUM, CIUM, CIUM! ARRRGGGHHH!"PLOK PLOK PLOKSemua bertepuk tangan dengan meriah ketika kedua pasangan itu kemudian berciuman."Oke, sekarang saatnya pelemparan bunga tangan dari pengantin wanita!" seru pembawa acara.Sontak para lajang berbaris di bawah panggung untuk menyambut lemparan bunga dari pengantin. Ada kepercayaan bahwa siapa saja lajang yang mampu menangkap karangan bunga pengantin itu, akan segera menikah."Satu_ dua_ ti_GA!" pembawa acara menghitung hingga saat pengantin melemparkan karangan bunga di tangannya."WAAAA!!!"Seorang pria tampan bertubuh tinggi berhasil menangkap karangan bunga itu. Dia kemudian berjal
"Paman tampan!" Vince berlari menghampiri Aiden yang berdiri di gerbang sekolahnya. "Bukan 'Paman'! Panggil aku Papa mulai dari sekarang," ujar Aiden sambil mencubit pipinya dengan gemas. "Benarkah? Tapi kata mama, papaku sudah meninggal." "Apa papa terlihat berbohong? Sini Vince!" Aiden menggendong Vince dan memperlihatkan pantulan dirinya dan Vince di kaca mobil yang terparkir di dekat mereka. "Lihat, bagaimana penampilan kita di kaca itu?" tanya Aiden. Vince sangat cerdas, tentu saja dia memindai dengan baik kemiripan wajahnya dengan Aiden. "Ya, kita memang mirip. Tapi aku harus mengkonfirmasi hal ini dulu dengan mamaku. Kalau mamaku tidak mau mengakui kamu sebagai papaku, maka aku juga tidak. Turunkan aku, atau bahu Paman akan aku gigit." perintah Vince. "Kenapa harus menunggu mama kamu mengakui aku dulu?" tanya Aiden heran. "Mamaku orang yang baik, tidak mungkin dia menjauhkan kita tanpa sebab. Lagipula, beberapa kali aku mendengar obrolan bibi Mia dan paman Bria
"Ahh... hentikan.. aahh.. tolong hentikan!" tangis Hanna menggema lagi ketika pria itu berada diatasnya lagi memacu hasratnya yang seolah tidak ada habisnya."Berhenti? Haruskah aku berhenti? Apa kamu masih ingin melanjutkan untuk berpura-pura tidak mengingatku?" Aiden menggerakkan pinggangnya dengan kasar sehingga Hanna kesakitan."Tuan... aku mohon... aahh.. aku bukan Alena!"Entah sudah berapa hari Hanna menjadi tawanan dan pelampiasan nafsu bejat pria ini yang bernama Aiden Bradley. Dia bahkan tidak dapat melihat terang dan gelap di tempat ini.Bahkan tangan dan kakinya dirantai seperti hewan peliharaan."Aaggghh... sakiiittt...." Hanna berteriak kesakitan karena Aiden menggigit dadanya."Isteriku tersayang, sebegitu bencikah dirimu padaku sampai kamu harus merubah wajahmu dan berpura-pura tidak mengingatku Alena?""Sudah berapa kali kukatakan padamu, aku bukanlah Alena Hart. Namaku Hanna Miller huhuuuu...." Hanna berkata dengan putus asa sambil menangis.Hanna tidak tahu, mengapa