Melihat kepergian Jayden yang tangannya melingkari pinggang Valency dengan mesra, Felix mengepalkan tangan dengan kuat. Seharusnya, pria yang bisa memperlakukan Valency seperti itu hanya dirinya! Gadis itu adalah kekasihnya! Kenapa malah jadi ayahnya yang melakukan itu!? Menjijikan! Felix merasa sangat jijik! Apa di mata Valency, dia tidak lebih baik dari pada sang ayah!? Andai Valency dari dulu berdandan seperti itu, begitu cantik dan menawan, apa Felix masih hanya akan memperalatnya saja!? ‘Valency! Valency! Bisa-bisanya kamu melakukan ini padaku!?’ Di sebelah Felix, Cecilia mengerutkan kening saat menatap pandangan pria itu kepada kepergian Valency dan Jayden. ‘Dia sedang marah karena ayahnya berpihak dengan Valency atau malah cemburu, sih!? Kok menatap Valency sampai seperti itu!?’ Cecilia mengerucutkan bibir. “Felix …,” panggilnya. Tidak ada balasan. “Felix!” “Berisik!” Cecilia kaget. Dia dibentak? “Kok kamu malah bentak aku, sih!?” desis Cecilia dengan suara rendah,
Peringatan: di bawah ini adalah
Terbangun dari tidurnya, Valency membuka mata dan mendapati dirinya berada dalam pelukan hangat seseorang. Tangan kekar yang menyelimutinya membuat Valency sadar bahwa dirinya ada dalam pelukan Jayden. “Sudah bangun?” Pertanyaan Jayden membuat Valency mengangkat kepala cepat, lalu kembali menunduk karena malu. Dia baru teringat telah melakukannya dengan pria tersebut dan sepertinya tertidur tepat setelah selesai. Entah kenapa Valency merasa tindakan itu agak tidak sopan kepada Jayden! “M-maaf, aku tertidur …,” ucap Valency dengan suara kecil. Jayden menjepit dagu Valency dan menyetarakan pandangan dengan gadis tersebut sebelum kemudian menciumnya lembut. “Istriku harus belajar untuk berhenti meminta maaf ketika tidak melakukan kesalahan.” Ciuman singkat itu membuat wajah Valency merona. “M-maaf– mmh!” Jayden kembali menciumnya. “Setiap kata maaf yang tidak perlu, aku akan menciummu,” goda pria itu lagi, sontak membuat Valency serba salah dan berakhir terdiam. Saat Valency
Mata Valency membulat, memastikan telinganya tak salah mendengar. “Kamu bilang apa?” Valency kembali memastikan. “Felix, dia bukan putra kandungku,” ulang Jayden membuat Valency terhenyak dan langsung menoleh ke belakang, menatap pria yang tampak memasang wajah serius itu. "Bagaimana mungkin?" Jelas-jelas di pesta tadi semua orang mengatakan Felix adalah putra Jayden, pria itu bahkan memanggil Jayden dengan panggilan ayah tanpa keraguan. Rosa saja menegur Jayden sembari mengingatkan caranya bersikap bukanlah cara seorang ayah berperilaku pada putra kandungnya. Lalu, sekarang Jayden bilang Felix bukan putranya? Apa maksudnya ini!? Jayden terdiam, lalu berkata pada Valency dengan mata menatap lurus manik gadis itu, “Selain dirimu, hanya kakek dan ayahku yang tahu kenyataan ini.” Valency membeku. Selain Alex dan Albert … hanya dirinya yang tahu? Bukankah itu berarti … ini adalah rahasia yang sangat penting?! Namun, Valency agak bingung. Setelah dikejutkan dengan status Jayden
Disembur teriakan lawan bicaranya, Valency meringis kecil. “Pelankan suaramu, Jen. Aku tidak tuli …,” tegur gadis itu sembari memijat pelipisnya. Jen, itu adalah panggilan Jennita, sahabat dekat Valency. Berbeda dari Cecilia yang baru dekat dengan Valency sejak masuk kuliah, Jennita adalah teman Valency sejak SMA. Dibandingkan dengan Cecilia, Jennita dan Valency juga sebenarnya jauh lebih dekat, tapi karena berbeda jurusan, keduanya jadi jarang bertemu. “Kalau tidak tuli, kenapa baru meneleponku sekarang, hah!? Apa kamu tahu berapa banyak pesan yang kukirimkan? Berapa kali aku berusaha meneleponmu!?” gerutu Jennita. “Aku khawatir dengan keadaanmu, Bodoh!” Valency menghela napas sembari tersenyum tidak berdaya, sudah lama dia tak mendengar suara dan omelan Jennita. Karena Valency tidak membalas, Jennita langsung menurunkan titah, “Kamu ke kampus. Sekarang! Aku tunggu!” Dia menambahkan, “Jelaskan semua kepadaku sebelum aku sendiri yang membuat perhitungan denganmu!” Valency pun
“Sial! Para bedebah itu, mereka memang layak dipermalukan!” Jennita mengepalkan tangannya dan memasang wajah marah. Dia sungguh merasa emosi mendengar cerita Valency mengenai pengkhianatan yang dilakukan Felix dan Cecilia. “Tenanglah sedikit, Jen …,” ujar Valency saat melihat bagaimana beberapa orang melirik mereka yang sedang berbincang di taman kampus. “Tenang bagaimana?! Mereka sudah keterlaluan! Tiga tahun, Lency! Tiga tahun mereka menipu dan membuang-buang semua usahamu hanya demi ambisi mereka sendiri!” bentak Jennita dengan mata berkaca-kaca. Walau memang berpenampilan tomboi dan sering kali bertengkar dengan pria, tapi Valency tahu hati Jennita sangatlah lembut, terutama terhadap orang-orang yang sangat dia sayangi. Dan, kemarahan Jennita kali ini adalah karena dia tak terima sahabatnya dimanfaatkan. Hal itu membuat Valency tak elak tersenyum. Melihat senyuman di wajah Valency, Jennita menekuk wajahnya dan menjadi semakin kesal. “Lagian! Sejak awal sudah kubilang ‘kan
“Kamu yang melempar kaleng itu pada Lency?!” Jennita menatap tajam pada Cecilia yang baru saja datang, sangat yakin bahwa gadis itulah yang telah melemparkan kaleng pada Valency. Bukannya mengaku, Cecilia memasang wajah polos tak bersalah. Dia bersikap seolah tak tahu apa yang dibicarakan oleh Jennita. “Aku? Aku tidak melakukan apapun Jennita, aku baru saja datang. Kenapa kamu menuduhku?” ujar Cecilia dengan suara lirih tak berdaya. “Jangan berpura-pura bodoh Lia. Kalau bukan kamu, siapa lagi yang melempar kaleng itu pada Valency dari arah itu?!” ucap Jennita bersikeras. “Kamu pasti salah melihat, Jen. Aku baru saja datang,” elak Cecilia memasang wajah polos dan mata memerah, membuat para pria di sekitar yang melihat menatapnya kasihan. Baru saja Jennita ingin membalas ucapan Cecilia lagi, mendadak dua orang teman wanita Cecilia yang berdiri di belakang gadis itu berujar, “Eh, jangan sembarangan menuduh, Jennita!” Mereka menambah panas suasana dan tampak bersiap untuk melin
Tangan Cecilia terkepal, tersinggung dengan ucapan Valency. “Kamu!” Cecilia melotot marah. “Kenapa marah?” Valency memotong ucapan Cecilia dengan wajah santai. Dia melipat kedua tangan dan memandang mantan sahabat baiknya itu dengan dingin. “Orang yang mendukung pelanggaran hak cipta dan perselingkuhan bukankah memiliki masalah dengan otak mereka? Ah, mungkin sebutan itu masih terlalu baik?” tanyanya seraya mengangkat sudut bibirnya.Keberanian Valency melawan dan menjawab ucapan Cecilia membuat banyak orang terkejut, apalagi selama ini Valency dikenal sangat penurut pada Cecilia. Mereka tak menyangka akan melihat perubahan Valency yang sangat drastis.Namun, di luar itu, mereka juga tidak menyangka akan mendengar tentang sebuah perselingkuhan! Ada skandal di sini!“Berselingkuh? Perselingkuhan apa yang dimaksud Valency?”“Cecilia mendukung perselingkuhan seseorang? Siapa?”Bisik-bisik penuh pertanyaan terdengar, ucapan ambigu Valency berhasil membuat mereka bertanya-tanya. Masalah