Ketika mantanku mengkhianatiku dengan berselingkuh dengan teman baikku, aku memutuskan untuk membalaskan dendam ... dengan menikahi ayahnya dan menjadi ibu tirinya.
View More"Ahh … kau nikmat sekali, ...."
Baru saja Valency melangkah masuk ke dalam apartemen sang kekasih untuk merayakan hari jadi ketiganya, tapi dirinya malah dikejutkan dengan lenguhan dua orang yang bersahutan.
"Jangan meninggalkan jejak di sana, Lency bisa curiga nanti ...."
Valency menautkan alisnya. Itu … suara desahan seorang perempuan!
Dengan tubuh kaku, gadis berambut hitam panjang bergelombang itu berjalan perlahan, menghampiri sumber suara yang dia yakini berasal dari kamar sang kekasih.
Di waktu yang bersamaan, sebuah suara pria terdengar berkata, “Kamu kira aku takut padanya?”
Itu adalah suara kekasih Valency, Felix!
Dengan jantung berdebar kencang, Valency mengintip celah pintu kamar yang tak tertutup rapat. Seketika, gadis itu pun terbelalak melihat pemandangan di dalam.
Tampak sang kekasih dan sahabat dekatnya, Felix dan Cecilia, sedang berbaring mesra di atas tempat tidur dengan posisi intim!
“Bukankah hari ini hari jadi tiga tahun hubungan kalian?” tanya Cecilia seraya menyapu lembut dada Felix yang tidak mengenakan atasan. “Kamu tak pergi bersama Lency?”
“Bukankah sudah kubilang? Aku tak peduli lagi dengannya,” sahut Felix menjawab diikuti tawa puas. “Setelah kamu memenangkan lomba desain minggu depan, aku akan langsung memutuskannya dan meresmikan hubungan kita!”
Cecilia yang berada dalam pelukan Felix tersenyum nakal. “Kamu sangat kejam. Tidak bisakah kamu baik sedikit kepada Lency setelah selama ini selalu menggunakan desain buatannya untuk memajukan perusahaan?”
“Kejam? Aku tidak sebanding dengan dirimu yang memintaku bersandiwara dan mengencaninya untuk begitu lama hanya demi talentanya!”
Di depan pintu, Valency mengepalkan tangannya erat. Seluruh tubuhnya bergetar selagi air mata membendung di pelupuknya.
Cecilia adalah teman baiknya sejak awal kuliah, dan Felix adalah pria pertama yang mampu membuat Valency merasakan cinta serta kasih sayang. Lalu, bagaimana dua orang yang paling dia percaya itu bisa mengkhianatinya seperti ini!?
Otak Valency berputar, mengingat awal dirinya mengenal Cecilia.
Pada saat itu, Valency yang notabenenya adalah murid baru jalur beasiswa, tengah dipojokkan oleh sejumlah mahasiswa yang iri dengan kemampuan desainnya. Beruntung, sosok Cecilia, nona muda dari keluarga kaya yang diidolakan para pria, muncul dan membantunya.
Mulai dari sana, Valency pun mulai berteman dengan Cecilia.
Semua orang selalu berkata Valency seperti pelayan di samping Cecilia. Semua karena penampilannya yang sederhana dan latar belakangnya yang tidak jelas.
Namun, Cecilia selalu berkata dia tidak peduli dengan perbedaan mereka dan memperlakukan Valency dengan sangat baik. Bahkan, Cecilialah yang mengenalkannya dengan Felix, kakak kelas populer pujaan banyak murid wanita, yang berakhir meminta Valency untuk menjadi kekasihnya!
Tapi dari pembicaraan keduanya tadi … ternyata semuanya itu adalah rencana mereka untuk memperalat talenta Valency dalam bidang desain?!
“Sudahlah, jangan bicarakan dia lagi! Aku sudah tidak tahan, Sayang!” ucap Felix yang langsung menangkup wajah Cecilia dan mencium wanita itu dengan rakus.
Melihat semua itu di depan matanya, Valency mengernyitkan wajah jijik dan langsung berbalik pergi meninggalkan unit apartemen tersebut.
Valency berlari menuju lift, membuang kue yang dia beli, lalu meninggalkan apartemen hina itu dengan cepat hingga berakhir di sebuah taksi.
“Nona, ingin ke mana?” tanya sopir taksi yang mobilnya baru dimasuki oleh Valency.
“Universitas Sentral, Pak,” jawab Valency dengan napas terengah-engah.
Saat mobil mulai berjalan, mendadak bulir bening yang telah lama ditahan oleh Valency mengalir menuruni wajahnya. Dia menangis sejadi-jadinya di dalam taksi tanpa memedulikan pandangan sang sopir taksi padanya.
‘Jadi … sedari awal mereka sudah merencanakan semuanya?!’ teriak Valency dalam hati saat mengingat percakapan dua pengkhianat itu. ‘Mempergunakan kemampuanku untuk membantu mereka membangun nama baik pribadi!?’
Memang benar, selama ini ada begitu banyak proyek desain yang Valency kerjakan untuk Cecilia dan Felix. Untuk Cecilia, proyek tersebut kebanyakan hanyalah tugas kuliah yang menentukan kelulusan, tapi untuk Felix, Valency telah membantu pria itu merancang puluhan desain untuk menarik pelanggan bagi perusahaan baru yang tengah dirintisnya.
Kata Felix, perjuangan Valency tidak akan sia-sia. Karena saat perusahaan itu berhasil, Felix akan menikahi Valency dan menjadikannya pimpinan desain perusahaan. Akan tetapi, ternyata semua itu adalah tipu muslihat belaka!
Sesampainya di asrama, Valency terus memikirkan kelicikan dua orang yang telah memperalatnya. Tangisannya sudah berhenti, dan wajah gadis itu pun berubah gelap.
‘Ingin membuangku setelah puas mempergunakan diriku?’
Valency mengepalkan tangannya dengan erat. Dia menghapus kasar jejak air mata di wajah sebelum kemudian meraih ponsel di dalam tas dan mulai mengetikkan sesuatu.
Saat pesan email telah dikirimkan, aura dingin menguar dari tubuh Valency.
‘Tidak semudah itu!’
Malam itu, Cecilia tidak kembali ke asrama. Felix pun tidak menghubungi Valency maupun membalas pesannya. Tidak perlu berpikir jauh untuk tahu apa yang keduanya lakukan di belakangnya.
Namun, Valency tidak lagi peduli dan memilih tidur untuk menutup sakit hatinya.
Keesokan harinya, Valency terbangun oleh dering ponsel miliknya.
“Halo?”
“Pagi, apa benar ini dengan Nona Valency Lambert?”
Valency mengerjapkan mata, kaget. “I-iya, benar,” jawabnya. “Mohon maaf, dengan siapa saya berbicara?”
“Saya dari Diamant Corp, ingin mengonfirmasi lebih lanjut terkait email yang Anda kirimkan pada kami.”
‘Diamant Corp!?’ ulang Valency dengan mata membesar. Itu adalah perusahaan perhiasan terbesar di Eden yang baru saja dia kirimkan email kemarin. “Y-ya, Tuan. Silakan,” balasnya dengan jantung berdebar keras.
“Atasan saya ingin bertemu Anda terkait pembahasan kerja sama hari ini, jam sembilan siang. Apa itu memungkinkan, Nona?”
Sontak kedua mata Valency semakin membesar. Dia merasa tak percaya akan mendapat balasan secepat ini, padahal perkiraannya baru akan dibalas dua atau tiga hari lagi jika beruntung, mengingat Diamant Corp adalah perusahaan besar.
Namun, lihat ini. Belum ada dua puluh empat jam dia mengirim email itu, tetapi kini dia telah mendapatkan telepon dari perusahaan tersebut.
“Nona Lambert? Bagaimana? Apa Anda bersedia untuk datang ke kantor kami?” tanya pria di seberang sana saat tak kunjung mendapat jawaban dari Valency.
“Ah iya. Bisa!” jawab Valency. “Saya akan segera ke sana!”
Saat panggilan berakhir, Valency langsung mempersiapkan diri dan pergi ke Diamant Corp. Sesampainya di sana, dia disambut resepsionis dan dibawa ke lantai dua puluh perusahaan tersebut.
Staf perempuan yang mengantarkan Valency mengetuk pintu ruangan lantai dua puluh itu dengan hati-hati sebelum membukanya sedikit dan berkata, “Nona Lambert sudah datang, Tuan,” ucapnya sopan dengan kepala tertunduk.
“Masuk.”
Sebuah suara dalam dan dingin terdengar bergema dari dalam, membuat seluruh tubuh Valency bergidik ngeri. Aura dominasi pria di dalam ruangan sungguh tidak main-main!
Resepsionis wanita tersebut pun tersenyum dan berkata, “Silakan masuk, Tuan Spencer sudah menunggu di dalam. Saya permisi dulu.”
Sepeninggalan perempuan itu, Valency masuk seorang diri ke dalam ruangan yang lumayan besar.
Saat mata Valency bertemu dengan sepasang mata hitam segelap malam seorang pria, tubuh gadis itu mematung.
Tampak seorang pria berusia tiga puluhan dengan alis dan rahang tegas sedang memandang Valency lurus selagi terduduk angkuh di kursi kebesarannya. Hal itu membuat jantung Valency berpacu lebih cepat dan telapak tangannya mulai banjir oleh keringat.
“Duduk, Nona Lambert,” titah pria itu dengan nada dingin dan tegas, seolah menunjukkan bahwa dialah penguasa di sini.
Tubuh Valency seakan bergerak sendiri mengikuti perintah pria itu. Dia pun duduk di sofa yang tak terlalu jauh dari meja kerja pria tersebut.
“Selamat siang, Tuan ….”
Valency menghentikan ucapannya, tidak mengenal siapa pria di hadapannya ini. Sepertinya tadi si resepsionis sudah berucap, tapi otak Valency kosong sekarang!
“Spencer,” ucap pria tersebut. “Namaku Jayden Spencer.”
Mendengar itu, Valency tersenyum. “Salam kenal, Tuan Spenc–” Ucapan Valency kembali terhenti dan matanya membesar. ‘Jayden Spencer?! Direktur utama Diamant Corp?!’
Kepala gadis itu terangkat dan sepasang manik cokelatnya memandang saksama pria tersebut.
‘K-kenapa … presiden direktur Diamant yang turun tangan langsung?!’
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
"Dan aku bilang kamu beruntung karena tinggal di sebelah rumahnya?"Usai mengatakan itu, Samuel kembali memandang Eric dengan tatapan asing. Ekspresi sepupunya itu tampak senang, sekaligus puas. Seakan-akan ia baru mendapatkan momen yang ia harapkan."Tunggu, Ric. Kamu tidak tahu?" tanya Samuel. "Manusia ini. Kamu tidak mendengarkan ceritaku ya!?"Eric mengibaskan tangannya. "Tidak penting."Hal itu membuat Samuel menggerutu. Mengatakan hal-hal seperti ia yang telah membantu Eric dan selalu siap sedia, tapi begini balasan Eric padanya. Eric bahkan tidak memperkenalkan Verena lebih awal padanya, dan sebagainya.Namun, Eric tidak mendengarkan. Ia sibuk menyusun rencana.Karena Verena kembali tidak membalas pesan Eric, entah kenapa. Pria itu jadi tidak bisa mengurusi persoalan mereka yang belum selesai.Kalau Verena ada di sebelah rumah, akan lebih mudah bagi Eric untuk mengurusnya.***Namun, wanita yang Eric cari sedang tidak berada di rumah."Kamu tidak mau pulang?"Pertanyaan Ashton
"Selamat pagi, Nona Lee."Eric Gray memandang Leon, asisten kepercayaannya selama ini, yang tengah melakukan pertemuan dengan Patricia Lee, reporter yang pertama kali memuat berita tentang dirinya dan Verena. Ia ingin menyelidiki apakah Patricia terlibat pihak-pihak lain yang ingin menjatuhkannya, ataukah dia bergerak sendiri.Karena penyelidikan pun menyatakan kalau malam itu Patricia sedang berada di rumah sakit, bukan hotel tempat pesta Eric dilaksanakan.Ditambah lagi, Eric memang sudah dengan mudah menyingkirkan berita-berita yang merugikannya dan Verena. Tapi akan sulit kalau ternyata ada musuh lain yang tidak mereka ketahui.Sejauh ini, dugaannya dan Verena sama; keluarga Miller sendiri. Lebih tepatnya pihak Olivia. Meski ada ketidakcocokan mengenai asumsi tersebut di beberapa tempat."Sekarang kamu tertarik pada ibu tunggal?" Sepupunya, Samuel, menghempaskan dirinya untuk duduk di sebelah Eric dan mengamati pertemuan Leon dengan Patricia. Eric dan Samuel tidak bergabung, mela
Keith baru saja berjalan melewati pintu masuk ketika salah seorang pelayan menghampirinya dan mengatakan bahwa Verena datang berkunjung.Dan sekarang kakaknya itu ada di kamar Kimberly."Untuk apa dia ada di sana?" gumam Keith. Dia bergegas naik ke lantai 2 ketika ja mendengar suara pecahan kaca dari kamar Kimberly.Panik, Keith langsung berlari dan coba membuka pintu kamar.Terkunci. Kimberly nekat membayar orang untuk mencelakai Verena beberapa waktu yang lalu. Meskipun Keith sudah mengancam adik kembarnya itu agar ia tidak melakukannya lagi, Keith tidak yakin Kimberly akan diam saja saat melihat Verena ada di tempat yang sama dengannya.Dengan panik, Keith menggedor pintu kamar adik kembarnya.Tak berapa lama, Verena muncul di balik pintu tersebut dan langsung ditarik keluar oleh Keith."Ve!?" Tidak ada luka. Aman--tunggu. Keith mengernyit melihat tanda merah keunguan di area sekitaran tengkuk Verena. Namun, saat ia berniat memastikan tanda itu, Verena sudah menarik diri.Keith m
"Apakah benar demikian?" Senyum Verena tidak sampai matanya, seolah sedang mengolok lawan bicaranya. "Anak kandung Aster Miller?"Tidak ada perubahan ekspresi yang berarti di wajah Kimberly, saat Verena mengamati. Bisa jadi gadis itu benar-benar meyakini identitasnya sebagai putri bungsu keluarga Miller."Omong kosong apa yang kamu katakan?" balas Kimberly. Gadis itu akhirnya berjalan menghampiri Verena dan menarik lengan baju Verena. "Keluar dari kamarku, sekarang!"Namun, Verena menepisnya dengan mudah. "Jangan begitu. Kita baru sampai di obrolan yang kusukai." balas Verena. Ia menyelipkan kunci kamar tersebut di tas miliknya. "Kimberly. Apakah kamu pernah berpikir dari mana kamu mendapat mata abu-abu dan rambut pirang itu? Padahal di saat yang sama, keluarga kita seluruhnya berambut gelap?""Berhenti menyebutnya keluarga kita, sialan. Menjijikkan sekali!""Tapi suka tidak suka, ini memang keluargaku juga." Verena berdiri, lalu berjalan ke tepi ranjang Kimberly. "Meski aku sempat te
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments