Share

Keadilan yang salah

Selamat membaca.

BRAK!

PRANGGG!

Suara mobil berdecit membulatkan pandangan Luke.

"Sania!"

Refleks Luke menghentikan mobilnya, langkahnya dengan cepat berlari ke arah Sania yang mengalami kecelakaan tepat di depan minimarket.

Orang-orang berkumpul, namun mereka malah membantu pria bermotor yang ditabrak Sania.

"KALIAN BUTA?"

Sania terkejut saat melihat Luke. "Hei tenanglah, aku baik-baik saja."

Luke mengernyitkan keningnya. Membantu Sania yang malah tersenyum padanya. Lalu seorang kasir tiba-tiba saja menghampiri. "Terima kasih, kamu baik-baik saja?" tanya sang kasir cemas. Sania lantas menganggukan kepalanya sebagai jawaban.

Karena kejadian itu, Luke melarang keras Sania mengendarai motornya dan harus pulang bersama dengannya.

"Pria yang baik." puji Sania. Sembari melihat Luke yang mau repot-repot membeli beberapa plester untuk luka kecil di siku dan lututnya.

Tapi saat pria itu keluar dari toko, wajah pria yang tidak lain adalah Luke itu terlihat marah.

"Ada apa?"

Jangan-jangan ia marah pada Sania lagi, tapi itu tidak mungkin. Luke tak pernah sekalipun marah padanya, apalagi bersikap seperti psikopat.

"Luke?"

"Mereka menyebutku ayahmu." ucap Luke. "aku akan mengirimkan orang untuk membakar toko itu!"

Sania tersenyum kaku. Lalu detik berikutnya ia tertawa 'hahaha' yang membuat pandangan Luke kini fokus pada Sania. "Kau lucu sekali."

"Kenapa kau tertawa?"

"Karena mereka tak salah."

"Sania!"

"Memang benar kan, kau lebih mirip ayahku dari pada suamiku. Anak kecil juga akan berpikir begitu saat melihat kita bersama."

"Oh begitu," Luke menyeringai. "Hm, bagaimana jika aku memanggilmu dengan sebutan Baby?"

Sania menghentikan tawanya, menatap Luke sebagai lawan. "Aku tidak mau." Sania membuang wajahnya ke samping seperti anak kecil yang merajuk.

Luke terkekeh melihat tingkah lucu Sania. Itu malah membuat Luke ingin terus menggoda Sania.

"Kenapa tidak, kau masih kecil di mataku."

"AKU BUKAN BABI!" Pekik Sania kesal, wajahnya merah padam menahan malu karena di telinga Sania sebutan yang baru saja Luke ucapakan terdengar seperti hewan merah muda yang tidak ia sukai.

Luke menahan tawanya. Pria itu keluar dari mobil. Lalu tertawa dalam diam di luar mobil, tak ingin Sania melihatnya.

Sebelum ia masuk kembali. "Kau menertawakanku?" tanya Sania datar.

"Apa kau seorang peramal? Bagaimana kau tahu?"

"Bahumu bergetar begitu, kalau bukan menangis. Yah pasti sedang menertawakanku kan?!" tebak Sania. Mata indah Sania menyipit.

Tapi bukan itu yang penting sekarang, tapi luka Sania. "Jangan menabrak orang sembarangan lagi Sania."

"Aku tahu."

"Kau tahu kesalahanmu kan?" Sania menganggukan kepalanya. "Kalau begitu apa kesalahanmu?"

"Keluar tanpa izin, menabrak orang lain. Dan membuat luka. Sekarang aku tidak sempurna!" Sebut Sania sembari tersenyum.

Entahlah, tapi saat melihat Sania yang tersenyum begitu membuat diri Luke terganggu.

"Kamu harus dihukum."

"Luke!"

"Kalau kau takut kenapa tetap dilakukan."

"Tidak akan ku ulangi lagi."

"Ini bukan yang pertama Sania." ingat Luke. Kali ini Sania tak bisa mengelak karena Luke benar—merasa bersalah ia menundukan kepalanya.

Kini Luke yang merasa bersalah. "Apa orang itu baik-baik saja? Dia memaafkan mu?" tanya Luke mencairkan suasana. Dan Sania menganggukan kepalanya sebagai jawaban.

"Dia baik-baik saja, tapi dia tidak memaafkanku."

"Kenapa?"

"Dia Pahlawan dan aku adalah pencuri. Bagaimana bisa ia memaafkanku."

Tapi ceritanya tidak begitu. Luke sudah memastikan kalau pria bermotor itulah pencurinya dan Sania menabrak untuk menghentikan pencuri itu.

"Tolong jelaskan dengan benar!" Perintah Luke.

"Dia orang miskin, dia seorang ayah. Dan menghentikannya membuat makanan yang dengan sudah ia dapatkan untuk anaknya, malah dicuri dengan keadilan." Sania tersenyum miris.

"Itu bukan salahmu."

Dia Sania—jika ia tahu masalah pria yang ia tabrak itu, mungkin ia akan membiarkannya pergi begitu saja.

"Luke, awas!"

Bersambung….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status