Share

Kelicikan yang butuhkan musim dingin

Selamat membaca.

Demi keselamatan Sania, Luke menghukum Salsabila. Dan membuat dua orang itu tak bisa saling bertemu dan Sania setuju, namun akibatnya. Sania marah padanya.

Luke mendengus karena Sania terus-terusan berada di kamarnya.

"Kau pikir apa yang ku lakukan?" tanya Luke, Sania memandang singkat ke arah pria yang baru saja muncul dari balik pintu. "Membunuhnya?" tanya Luke lagi.

Sania mengerutkan keningnya mengingat kejadian kemarin. "Kau pikir sendiri."

"Aku tidak membunuhnya Sania, dia masih hidup dan itu pantas untuk ia dapatkan."

"Memangnya Salsabila terlihat seperti pengawal hebat yang dilatih seperti anjing polisi?!" tutur Sania. Ia mengelengkan kepalanya kemudian,- "tidak, 'kan? Dia cuma seorang pelayan Luke!" serang Sania marah pada Luke.

Luke tak menampik hal itu. Dia memang sudah kelewatan, tapi ia lakukan itu demi Sania—dia tahu kalau Sania pasti akan berulah diluar sana.

"Aku suami yang kejam ya." degus Luke. Sebelum berlalu dari kamar Sania—mengunci pintu dari luar.

Ceklek!

***

Sore harinya. Tubuh Sania yang sedang berbaring seakan digoyang-goyangkan oleh sesuatu.

"Sania! Nona Sania, bangunlah saatnya makan."

"Hm, aku tidak ingin makan—" Ucapannya berhenti saat sadar kalau suara itu bukan suara bu Avanti. Tapi suara Salsabila. "Kau kembali?"

Mereka berpelukan. "Ya Nona, tuan mengizinkanku untuk berada di sampingmu."

Kaget. Itu sudah pasti.

***

Ruangan makan. Luke sedang menunggu Sania, pria itu bahkan tak melihat saat Sania datang, karena jujur saja Luke takut Sania marah padanya lagi.

"Terima kasih." Tegur Sania pada Luke.

Lirik Luke saat mendengar Sania yang menyapanya lebih dulu.

"Makanlah!" titah Luke, menyodorkan piringnya dengan semangkuk Steak yang sudah dipotong-potong. Syukurlah Sania menerimanya.

Tapi setelah beberapa saat, Sania tak menyentuh Steak pemberian Luke dan hanya memotong-motongnya menjadi beberapa bagian yang jauh lebih kecil.

"Aku tidak ingin makan." ungkap Sania. "Aku ingin eskrim." minta Sania berterus terang.

"Kau tidak hamil kan?" Sania mengelengkan kepalanya. "Lalu kenapa kau meminta es krim di sore hari?"

"Hanya ingin."

"Hanya, ingin?" Sania menanggukan kepalanya sebagai jawaban. "Tidak, kau bisa sakit kalau makan es krim sekarang."

"Memangnya aku terlihat seperti anak kecil? Aku kan juga tidak diet. Luke ayolah!"

"Tidak."

Sania mendengus kesal. Wajahnya menjadi cemberut lagi, dan dimata Luke Sania begitu mengemaskan.

"Baiklah. Tapi hanya satu." Luke melirik Avanti. "Belikan es krim."

"Tidak bertanya aku ingin eskrim apa?" Sergah Sania saat Avanti sudah ingin menjalankan tugasnya.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Luke.

"Es krim ikan." jawab Sania.

Tapi Avanti yang mendengar hanya diam saja menatap ke arah Sania dengan tatapan bingung.

"Sudah dengar kan? Sekarang pergilah, dan belikan es krim yang dia mau!" titah Luke dengan suara serak lengkap dengan tatapan tajamnya.

Akan tetapi Avanti ragu. Ia seperti sedang kebingungan, antara mau pergi atau tidak. Saat ia tahu keinginan sebenarnya Sania saat ini.

"Avanti!"

"Maafkan saya, tapi es yang dimaksud di jual di pameran."

Luke mengakat satu alisnya ke atas. "Lalu?" tanyanya sinis.

"Es krim itu hanya boleh dibeli oleh pasangan." Jelas Avanti.

Kini mata Luke tertuju pada Sania yang sedang memandang ke arah lain, sembari bersiul menghindari tatapannya. Tapi bagi Luke Sania benar-benar membuatnya bahagia.

Rupanya Sania berencana untuk keluar dari tempat ini lagi. Tapi caranya berbeda sekarang.

"Kalau begitu bayar saja dengan uang yang cukup untuk setahun." tandas Luke.

Kini Sania dan Avanti membelakan mata mereka menatap ke arah Luke. Sebelum Avanti tersenyum mengiyakan.

Tapi Salsabila yang berdiri jauh dari mereka berucap dalam hati. "Percuma saja, ibu tidak akan mendapatkan es krim itu." Penjualnya galak, bahkan Sania pernah menawar dengan harga 50 juta dan perhiasan, Tapi kakek itu malah memaki mereka berdua—pikir Salsabila.

Kena kalian.

Bersambung….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status